Koperasi jadi Sarana Turunkan Harga Telur untuk MBG
- Program MBG Presiden Prabowo picu lonjakan harga telur hingga melampaui HAP, bahkan mencapai Rp100.000/kg di daerah terpencil. Merespons ini, peternak Pinsar sepakat menjual telur flat Rp27.500/kg kepada SPPG, asalkan pembelian dilakukan langsung melalui koperasi untuk memangkas rantai pasok.

Maharani Dwi Puspita Sari
Author

JAKARTA, TRENASIA.ID – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah mulai menunjukkan dampak signifikan pada dinamika harga komoditas hewani nasional. Merespons lonjakan permintaan yang memicu kenaikan harga, Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan instruksi kepada Kementerian Pertanian dan peternak untuk meningkatkan produksi daging dan telur ayam ras.
"Ini perintah dari Bapak Presiden tadi malam. Kami katakan siap, besok kami laksanakan rapat bersama seluruh Indonesia'," kata Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam konferensi pers di Kementerian Pertanian pada Rabu, 19 November 2025.
Atas perintah tersebut, pemerintah menyepakati target tambahan produksi sebanyak 1,1 juta ton daging ayam dan 700 ribu ton telur ayam ras yang harus dicapai dalam beberapa bulan ke depan. Kesepakatan tersebut menimbulkan lonjakan harga telur yang dipicu akibat adanya pemenuhan kebutuhan MBG.
Peningkatan produksi ini bertujuan ganda yaitu memastikan ketersediaan komoditas hewani utama untuk MBG dan sekaligus menjadi langkah intervensi untuk menahan laju lonjakan harga yang telah terjadi. Namun, hal tersebut membuat lonjakan harga telur yang meningkat dan membuat keresahan masyarakat.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), lonjakan permintaan akibat program MBG membuat harga telur ayam ras pada pekan kedua November 2025 tercatat rata-rata nasional sebesar Rp31.646/kg. Angka ini telah melampaui Harga Acuan Penjualan (HAP) pemerintah yang ditetapkan sebesar Rp30.000/kg.
Selain itu, BPS juga mencatat kenaikan indeks perubahan harga (IPH) telur ayam ras terjadi di hampir setengah wilayah Indonesia, tepatnya di 157 kabupaten/kota. Kenaikan ini sangat ekstrem di daerah terpencil seperti di Kabupaten Mamberamo Tengah, harga telur dilaporkan mencapai Rp100.000/kg, jauh di atas harga terendah nasional yang tercatat sekitar Rp23.320/kg.
Strategi Produksi dan Tantangan Distribusi
Kementerian Pertanian optimis penurunan harga dapat tercapai bila rantai produksi dan distribusi diperkuat. Salah satu faktor yang diharapkan meringankan beban produksi adalah penurunan harga anak ayam (Day Old Chick atau DOC) yang disebut telah turun dari Rp14.000 menjadi sekitar Rp11.500 per ekor, yang secara bertahap akan menurunkan harga jual.
Data BPS yang menunjukkan kenaikan harga dipicu oleh MBG ini menandakan peningkatan produksi belum merata dan distribusi masih menjadi tantangan utama. Masalah stok dan kelancaran distribusi di daerah-terpencil membuat harga lokal tetap tinggi, meskipun pasokan total nasional bertambah.
Untuk menangani hal tersebut, Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) sepakat menjual telur ayam kepada Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dengan harga Rp27.500/kg. Kesepakatan ini memiliki syarat SPPG harus melakukan pembelian langsung melalui peternak yang terdaftar sebagai anggota koperasi.
Kesepakatan tersebut diumumkan oleh Ketua Presidium Pinsar Petelur Nasional (PPN), Yudianto Yosgiarso, setelah Rapat Koordinasi dengan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman di Kantor Kementerian Pertanian, Jakarta.
"Kami dari peternak sudah sepakat tidak mengambil nilai yang tertinggi untuk Rp30.000/kg, karena sangat memberatkan. Supaya program MBG ini berjalan lancar, kami hanya membanderol Rp 27.500/kg. Nah, ini kami harapkan, SPPG membeli langsung kepada kami para peternak yang ada di dalam kooperasi-kooperasi," ujarnya konferensi pers di Kementan, Jakarta.
Langkah ini bertujuan memangkas rantai pasok panjang, yang selama ini menjadi penyebab utama tingginya disparitas harga antara produsen dan konsumen di daerah.

Maharani Dwi Puspita Sari
Editor