Tren Pasar

Dilema Saham INCO: Antara Potensi Laba Vs Risiko Regulasi RKAB

  • Prospek saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) terbelah di mata analis. BRI Danareksa optimistis dengan target harga Rp4.700, sementara CGS International memilih "Tahan" karena risiko regulasi RKAB.
Pemandangan lokasi penambangan nikel Vale di Sorowako, provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia
Pemandangan lokasi penambangan nikel Vale di Sorowako, provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia (Reuters/Ajeng Dinar Ulfiana) (Reuters/Ajeng Dinar Ulfiana)

JAKARTA, TRENASIA.ID – Prospek saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) kini menjadi arena perbedaan pandangan di antara para analis. Di satu sisi, ada optimisme luar biasa terhadap potensi ledakan laba dan pertumbuhan operasional. Namun di sisi lain, ada risiko regulasi yang membayangi dan membuat sebagian analis lebih berhati-hati.

BRI Danareksa Sekuritas, misalnya, dengan yakin menaikkan target harga INCO menjadi Rp4.700 per saham. Sebaliknya, CGS International Sekuritas, meskipun juga mengerek naik proyeksi laba secara masif, justru hanya memberikan rekomendasi "Tahan" (Hold).

Perbedaan pandangan yang tajam ini tentu membuat investor bingung. Lantas, apa sebenarnya faktor positif dan negatif yang menjadi dasar dari perbedaan rekomendasi ini? Mari kita bedah tuntas kedua sisinya.

1. Ledakan Operasional di Depan Mata

Pemicu utama optimisme adalah adanya peningkatan signifikan dalam operasional INCO, terutama di semester kedua. Analis CGS International, Jacquelin Hamdani dan Edward Halim, menyoroti dua pendorong utama di balik potensi ini.

Pertama, INCO berhasil menegosiasikan kenaikan Harga Jual Rata-rata (ASP) Nikel Matte menjadi 82% dari harga acuan nikel LME, jauh di atas ekspektasi. Kedua, perusahaan telah memulai penjualan bijih nikel dari tambang baru Bahodopi, yang akan memberikan sumber pendapatan baru yang signifikan.

Pandangan ini sejalan dengan riset BRI Danareksa Sekuritas. Mereka juga menyoroti bahwa percepatan pertumbuhan di paruh kedua akan datang dari persetujuan RKAB untuk blok Bahodopi sebesar 2,2 juta wmt, yang akan memberikan tambahan pendapatan signifikan bagi perusahaan.

2. Dampaknya: Proyeksi Laba Dikerek Naik Hingga 119%

Peningkatan operasional ini membuat para analis ramai-ramai mengerek naik proyeksi laba bersih INCO. CGS International bahkan secara dramatis meningkatkan asumsi laba bersih inti mereka untuk tahun 2025 dan 2026 masing-masing sebesar 91% dan 119%.

Revisi naik yang luar biasa ini didasari oleh kombinasi antara volume penjualan bijih nikel yang lebih tinggi dan margin keuntungan yang lebih tebal dari segmen nikel matte. Hal ini menunjukkan betapa besarnya dampak positif dari perbaikan operasional yang sedang berjalan.

Revisi ini juga sejalan dengan pandangan BRI Danareksa Sekuritas. Mereka juga merevisi naik target laba bersih INCO untuk tahun 2025 dari semula US$83 juta menjadi US$104 juta, menunjukkan keyakinan yang sama terhadap peningkatan profitabilitas.

3. Risiko Regulasi Bernama RKAB

Namun, di sinilah letak risiko yang membuat sebagian analis waspada. Untuk bisa terus menjual bijih nikel dalam volume besar pada tahun 2026, INCO sangat bergantung pada persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahunan dari pemerintah.

Ketidakpastian mengenai persetujuan RKAB inilah yang menjadi risiko utama menurut CGS International. Mereka bahkan secara terang-terangan menyatakan bahwa karena adanya risiko regulasi ini, mereka lebih memilih saham ANTM yang memiliki kejelasan produksi yang lebih baik.

Risiko ini sangat krusial. Jika persetujuan RKAB untuk penjualan bijih nikel di tahun 2026 nanti terlambat atau tidak sesuai harapan, maka proyeksi pertumbuhan pendapatan dan laba yang fantastis tersebut bisa terancam gagal terealisasi.

4. Dilema Valuasi: Mahal atau Murah?

Risiko regulasi ini juga berdampak pada cara analis memandang valuasi saham INCO. CGS International menilai valuasi INCO saat ini cukup tinggi, dengan rasio P/E tahun 2025 di level 28,5 kali, mendekati rata-rata historisnya.

Namun, mereka juga menyajikan skenario sebaliknya. Jika penjualan bijih nikel berhasil mencapai target perusahaan di tahun 2026, maka valuasi INCO bisa menjadi sangat menarik, dengan P/E yang menyiratkan hanya 13 kali. Ini menunjukkan betapa krusialnya kepastian dari RKAB.

5. Apa Artinya Ini Bagi Investor?

Perbedaan rekomendasi ini memberikan pelajaran penting. Di satu sisi, BRI Danareksa Sekuritas memberikan rekomendasi "Beli" dengan target harga Rp4.700, fokus pada prospek pertumbuhan operasional yang sangat cerah di depan mata.

Di sisi lain, CGS International memberikan rekomendasi "Tahan" (Hold). Meskipun mereka mengakui potensi ledakan laba, mereka lebih menimbang risiko ketidakpastian regulasi RKAB dan valuasi yang sudah cukup tinggi saat ini.

Pilihan kini kembali kepada investor. Apakah Anda lebih fokus pada cerita pertumbuhan fundamental yang kuat, atau lebih waspada terhadap risiko regulasi jangka pendek yang tidak bisa diabaikan? Keduanya adalah pertimbangan yang valid.