Tren Ekbis

Apa Itu Gig Economy, Sektor yang Diminta Gas Pol Oleh Menko

  • Perubahan pola kerja dan kemajuan digital mendorong gig economy menjadi pilar baru ekonomi nasional, dari penciptaan lapangan kerja hingga peningkatan produktivitas.
Ilustrasi seorang wanita bekerja side hustle sebagai freelance writing dan copywriting.
Ilustrasi seorang wanita bekerja side hustle sebagai freelance writing dan copywriting. (freepik.com/prostooleh)

JAKARTA, TRENASIA.ID - Perubahan pola kerja global dan pesatnya kemajuan teknologi membuka babak baru bagi perekonomian perkotaan, dan Jakarta berada di posisi terdepan untuk memanfaatkannya. 

Dengan basis pendapatan per kapita yang relatif tinggi, infrastruktur digital yang matang, serta sumber daya manusia yang adaptif, Ibu Kota dinilai memiliki modal kuat untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan gig economy sebagai mesin baru penggerak ekonomi.

Dalam arahannya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto mendorong Pemerintah Provinsi DKI Jakarta agar lebih agresif memanfaatkan peluang ekonomi baru yang lahir dari perubahan pola kerja dan kemajuan digital. 

Ia menilai Jakarta memiliki ekosistem paling siap, mulai dari infrastruktur teknologi, tingkat literasi digital, hingga pasar tenaga kerja yang adaptif, sehingga tidak perlu ragu untuk mengambil langkah progresif. 

Menurutnya, pengembangan gig economy dapat menjadi mesin penggerak baru yang mempercepat laju pertumbuhan ekonomi nasional menuju target ambisius.

“Saya minta di-gas aja untuk ekonomi gig karena dengan demikian ini akan menjadi akselerator, dan ini yang akan membuat Indonesia tumbuh di 8%. Kalau kita menggunakan engine gas dan rem seperti pada saat COVID, ini khusus DKI kita cuma ada satu aja, gas terus, gas full,” jelas Airlangga, di Jakarta, Kamis, 18 Desember 2025.

Baca juga : Sepak Bola Gagal Total di SEA Games 2025, Pengamat Sebut Penurunan Prestasi Era Erick

Apa Itu Gig Economy?

Gig economy merupakan model ekonomi modern yang ditopang oleh sistem kerja fleksibel berbasis proyek, kontrak jangka pendek, atau tugas spesifik (task-based), bukan hubungan kerja tetap jangka panjang. 

Dalam skema ini, individu bekerja sebagai pekerja lepas (freelancer), mitra, atau kontraktor independen yang menawarkan jasa dan keahlian sesuai permintaan pasar.

Aktivitas ini umumnya dimediasi oleh platform digital yang berfungsi sebagai penghubung antara penyedia jasa dan pengguna, sekaligus mengatur sistem pembayaran, penilaian kinerja, hingga distribusi pekerjaan.

Jenis pekerjaan dalam gig economy sangat beragam, mencakup sektor berkeahlian rendah hingga tinggi. Di satu sisi terdapat layanan transportasi dan logistik, pengantaran barang dan makanan, serta jasa rumah tangga. 

Di sisi lain, gig economy juga merambah sektor bernilai tambah tinggi seperti desain grafis, penulisan konten, pemrograman, analisis data, konsultasi bisnis, hingga layanan profesional berbasis teknologi. 

Fleksibilitas waktu, tempat kerja, dan skema pendapatan menjadi karakter utama, memungkinkan pekerja mengatur jam kerja sendiri serta memiliki lebih dari satu sumber penghasilan.

Secara struktural, gig economy tumbuh seiring digitalisasi ekonomi, penetrasi internet dan ponsel pintar, serta perubahan preferensi generasi kerja yang semakin mengutamakan fleksibilitas dan otonomi. 

Bagi pelaku usaha, model ini menawarkan efisiensi biaya karena tenaga kerja dapat disesuaikan dengan kebutuhan aktual tanpa komitmen jangka panjang. 

Sementara bagi pekerja, gig economy membuka akses kerja yang lebih luas tanpa hambatan geografis maupun administratif yang kompleks.

Baca juga : Vital, Hutan Papua Mampu Serap Emisi 486 Juta Motor Setahun

Dampak Gig Economy Dalam Kacamata Positif

Dalam perspektif nasional, gig economy memiliki dampak strategis sebagai perluasan sumber pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Model ini mampu menyerap jutaan pekerja, termasuk angkatan kerja muda, pekerja informal, serta kelompok yang sebelumnya sulit masuk ke pasar kerja formal. 

Dengan demikian, gig economy berpotensi menekan tingkat pengangguran dan setengah menganggur, terutama di tengah perubahan struktur ekonomi dan otomatisasi.

Gig economy juga berperan dalam meningkatkan produktivitas nasional melalui pemanfaatan talenta secara lebih efisien. Tenaga kerja dengan keahlian spesifik dapat langsung terserap ke sektor yang membutuhkan tanpa proses rekrutmen panjang. 

Hal ini mendorong percepatan inovasi, transfer pengetahuan, serta peningkatan kualitas layanan dan produk di berbagai sektor, mulai dari ekonomi digital, industri kreatif, hingga jasa profesional.

Dari sisi makroekonomi, berkembangnya gig economy memperluas basis aktivitas ekonomi dan konsumsi rumah tangga. Pendapatan tambahan yang diperoleh pekerja gig berkontribusi pada daya beli, perputaran ekonomi daerah, serta peningkatan penerimaan pajak apabila diintegrasikan dengan sistem perpajakan yang adaptif.

Selain itu, gig economy memperkuat ketahanan ekonomi nasional karena menciptakan sumber pendapatan yang lebih beragam dan fleksibel, sehingga ekonomi tidak terlalu bergantung pada sektor formal konvensional.

Namun demikian, dampak positif gig economy perlu diimbangi dengan kerangka kebijakan yang tepat. Tanpa regulasi yang memadai, risiko ketidakpastian pendapatan, minimnya perlindungan sosial, serta ketimpangan akses keterampilan dapat meningkat. 

Oleh karena itu, pengembangan gig economy secara nasional membutuhkan strategi terpadu, mencakup reformasi regulasi ketenagakerjaan, perluasan jaminan sosial bagi pekerja nonformal, peningkatan literasi dan keterampilan digital, serta penguatan ekosistem platform yang adil dan berkelanjutan.

Dengan pengelolaan yang tepat, gig economy tidak hanya menjadi fenomena pasar tenaga kerja, tetapi juga instrumen strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang inklusif, adaptif, dan berdaya saing tinggi.