Tren Inspirasi

Merajut Ekonomi Hijau dari Pasar Tradisional di Solo

  • Sistem tiga keranjang di Pasar Jebres Solo memungkinkan pedagang untuk secara sukarela mengumpulkan produk sayur dan buah yang masih berkualitas baik namun tidak laku terjual. Program ini membuat rata-rata 28 kilogram pangan berhasil diselamatkan dari pembuangan setiap hari.
1-2024-11-09T054753.043.jpg
Pengelolaan sayuran sisa di Pasar Jebres Solo untuk disalurkan ke warga yang membutuhkan. (Gita Pertiwi)

SOLO, TRENASIA.ID—Pengelolaan Pasar Jebres di Solo, Jawa Tengah, mengalami perubahan signifikan berkat implementasi program "Pasar Minim Sampah". Inisiatif yang diprakarsai Yayasan Gita Pertiwi bersama Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) ini telah menciptakan dampak dalam mengatasi permasalahan limbah pasar tradisional. 

Transformasi ini tidak hanya berhasil meminimalkan penggunaan kemasan plastik sekali pakai, melainkan juga menyelamatkan puluhan kilogram bahan pangan dari pembuangan sia-sia setiap harinya. 

Sejak dicanangkan pada April 2024, program ini hadir sebagai respons terhadap permasalahan akumulasi sampah pasar yang semakin membebani kapasitas TPA Putri Cempo. 

Studi awal mengungkapkan bahwa Pasar Jebres menduduki posisi teratas dalam penggunaan kantong plastik sekali pakai (KPSP) dibandingkan empat pasar lainnya yang diteliti di Solo, dengan konsumsi mencapai 83 lembar per pedagang dalam sehari, dikutip dari AZWI, Selasa, 19 Agustus 2025.

Konsep awal program yang bertajuk "Pasar Bebas Plastik" mengalami penyesuaian strategis berdasarkan realitas lapangan. "Melihat kondisi timbulan sampah yang lebih dominan sayuran sisa, maka fokus program pasar tidak hanya pada pengurangan plastik, namun juga pada jumlah sampah yang masuk ke TPA termasuk sampah organik,” ujar salah satu pengurus Gita Pertiwi, Alfian. 

Inovasi "Keranjang Pangan Berlebih"

Pengamatan mendalam membuktikan dominasi sampah organik yang mencapai lebih dari setengah total volume sampah harian di lokasi tersebut. Terobosan paling menonjol dari program ini adalah penciptaan "Keranjang Susut dan Sisa Pangan", wadah untuk mengantisipasi food waste dan food loss. 

Sistem tiga keranjang ini memungkinkan pedagang untuk secara sukarela mengumpulkan produk sayur dan buah yang masih berkualitas baik namun tidak laku terjual. Program ini membuat rata-rata 28 kilogram pangan berhasil diselamatkan dari pembuangan setiap hari. 

Bahan pangan bergizi ini kemudian disalurkan kepada berbagai kelompok yang memerlukan, termasuk Panti Griya PMI, Panti Laras Utami, Paguyuban Pemulung Putri Cempo, dan warga Kelurahan Pucangsawit.

"Dengan semua pengelolaan ini, hanya sampah residu atau sisa campuran saja yang akhirnya perlu diangkut ke TPA," ungkap Alfian dari Gita Pertiwi. Pendekatan ini tidak hanya efektif mengurangi limbah makanan, tetapi juga membuka peluang berbagi bagi para pedagang.

Usaha menekan konsumsi sampah plastik juga menunjukkan kemajuan yang menggembirakan. Melalui berbagai strategi edukasi termasuk kampanye anti-plastik sekali pakai, kegiatan kreatif, dan distribusi tas belanja ramah lingkungan, konsumsi KPSP oleh pedagang mengalami penurunan yang terukur.

Data riset akhir program mencatat pengurangan konsumsi KPSP sebesar 14%, dari rata-rata 83 lembar turun menjadi 71 lembar per pedagang per hari. Jenis plastik yang dominan digunakan adalah varian bening dan kantong kresek.

Meskipun demikian, perjalanan menuju pasar yang sepenuhnya bebas dari ketergantungan plastik masih memerlukan upaya berkelanjutan. Proses edukasi harus terus diperkuat agar masyarakat terbiasa membatasi penggunaan plastik dan beralih pada kemasan yang lebih berkelanjutan melalui penerapan sistem penggunaan berulang.

Hambatan dan Prospek Masa Depan

Walaupun berbagai praktik positif telah mulai bermunculan, sistem pengelolaan sampah secara keseluruhan di Pasar Jebres masih memerlukan optimalisasi lebih lanjut. Delapan lokasi tempat sampah yang ada masih menampung limbah campuran tanpa pemisahan antara organik, anorganik, dan residu. 

Di samping itu, belum terdapat regulasi tertulis yang spesifik dari pemerintah kota mengenai pembatasan penggunaan plastik di wilayah Solo. Namun demikian, dukungan nyata datang dari para pedagang sendiri. 

Baca Juga: Agar Rp551 Triliun Tak Menguap dari Meja Makan

Riset akhir program menunjukkan mayoritas pedagang (78,6%) menyatakan kesediaan mereka terhadap kemungkinan kebijakan pembatasan plastik, dengan persyaratan utama: ketersediaan alternatif solusi yang praktis dan ekonomis, serta tidak diberlakukannya sistem sanksi denda. 

Selain itu, Gita Pertiwi mendorong pemerintah terutama Dinas Perdagangan, petugas pasar, dan pedagang, adanya praktik pemilahan di Pasar Jebres dan mendorong adanya perwali untuk pembatasan plastik sekali pakai dan pemilahan dari sumber di Kota Solo.