Urgensi Kewajiban Perusahaan Setor Lapkeu Mulai 2027
- Kemenkeu wajibkan semua perusahaan lapor keuangan ke sistem terpusat (PBPK) mulai 2027 (PP 43/2025). Tujuannya: transparansi, standardisasi, dan mitigasi risiko fiskal.

Maharani Dwi Puspita Sari
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID - Pemerintah resmi mewajibkan seluruh perusahaan di Indonesia untuk mengirimkan laporan keuangan (lapkeu) kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mulai tahun 2027. Ketentuan ini ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2025, tentang Pelaporan Keuangan, yang menjadi landasan bagi pembentukan sistem pelaporan nasional berbasis digital.
"PP 43 Tahun 2025 ini dirancang untuk memperkuat fondasi tata kelola keuangan yang transparan dan akuntabel, sehingga laporan keuangan yang dihasilkan dapat menjadi rujukan yang andal bagi pengambilan keputusan di tingkat korporasi maupun kebijakan publik," ungkap Direktur Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan Kemenkeu, Masyita Crystallin dalam siaran pers Kemenkeu, Senin, 24 November 2025.
Melalui aturan tersebut, pemerintah memperkenalkan Platform Bersama Pelaporan Keuangan (PBPK), yang merupakan sistem terintegrasi untuk menampung seluruh laporan keuangan perusahaan dari berbagai sektor. PBPK dirancang agar pelaporan keuangan tidak lagi tersebar di banyak instansi, sekaligus memudahkan pemerintah dalam mengelola data fiskal dan keuangan secara terpadu.
Di tahap awal, kewajiban ini akan diterapkan kepada emiten dan perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Setelah itu, cakupannya akan diperluas secara bertahap ke sektor lain seperti perusahaan jasa keuangan, BUMN, hingga pelaku UMKM. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan kesiapan industri dan kapasitas teknis masing-masing pelaku usaha.
"Transformasi pelaporan keuangan ini didesain secara bertahap dan inklusif, agar pelaku usaha dari berbagai skala, termasuk UMKM dapat beradaptasi dengan realistis tanpa mengurangi kualitas pelaporan," ujar Masyita.
Langkah yang diambil oleh pemerintah dalam mengelola kebijakan tersebut dilakukan secara terstruktur dan hati-hati, agar seluruh lapisan masyarakat maupun pelaku usaha dapat memahami dengan mudah.
Lantas, Apa Urgensinya?
Laporan keuangan yang dilaporkan kepada Kemenkeu akan sepenuhnya diatur dalam PP Nomor 43 Tahun 2025, menjadi salah satu reformasi terbesar pada tata kelola data keuangan nasional. Melalui PBPK ini, pemerintah ingin menyatukan seluruh laporan keuangan perusahaan dalam satu pintu yang sama.
Hal ini dilakukan karena laporan keuangan dari masing-masing perusahaan dilaporkan secara terpisah ke berbagai lembaga pajak hingga keuangan, sehingga data tersebut menjadi acak.
Kemenkeu menjelaskan urgensi kebijakan ini berkaitan langsung dengan kebutuhan transparansi. Melalui data keuangan perusahaan yang terkonsolidasi, pemerintah dapat melihat kondisi riil dunia usaha secara lebih akurat, termasuk tingkat kesehatan keuangan, risiko likuiditas, hingga tren sektor yang rentan terhadap guncangan.
Transparansi ini diperlukan untuk mendukung perumusan kebijakan fiskal yang lebih presisi, serta memperkuat mitigasi risiko sistemik di sektor keuangan.
Selain itu, standarisasi juga menjadi tujuan utama dari pemerintah. Adanya format data yang sama dari perusahaan maupun industri, membuat proses analisis ekonomi yang dilakukan pemerintah dapat berjalan secara cepat dan valid.
Data tersebut nantinya akan digunakan untuk memperkirakan kebutuhan fiskal, menilai dampak kebijakan, serta memantau dinamika sektor usaha dari waktu ke waktu.
Meski memiliki banyak manfaat di sektor administrasi, kebijakan ini juga memiliki sejumlah catatan penting dalam penerapannya. Perusahaan berskala kecil diperkirakan membutuhkan waktu lebih lama untuk menyesuaikan diri, terutama terkait penyusunan laporan keuangan dengan standar baru yang diberikan oleh Kemenkeu.
Tantangan lainnya berada pada keamanan data, mengingat sistem ini akan menyimpan banyak dokumen keuangan strategis milik perusahaan. Namun, pemerintah memastikan keamanan dari masing-masing perusahaan akan menjadi prioritas, mengingat banyaknya sensitivitas data yang dikelola.
Para pengamat menilai kebijakan ini mampu menjadi fondasi penting bagi pembangunan pusat data ekonomi nasional. Dengan data keuangan yang lengkap dan berkala, pemerintah dapat mengantisipasi berbagai potensi risiko, mulai dari ancaman kebangkrutan perusahaan besar hingga perubahan pola belanja masyarakat.
Melalui kebijakan tersebut, pemerintah berharap dunia usaha dapat mempersiapkan diri, termasuk membenahi sistem pelaporan internal dan memastikan laporan keuangan disusun secara benar sesuai standar akuntansi yang berlaku.
Dengan implementasi yang dilakukan secara bertahap, diharapkan kebijakan ini mampu memperkuat kepercayaan publik terhadap transparansi korporasi dan arah pengelolaan ekonomi Indonesia secara ke depan.

Maharani Dwi Puspita Sari
Editor
