Semua Sektor Disapu Pajak, Strategi Pemerintah Tertibkan Shadow Economy
- Pemerintah Perketat Pengawasan Shadow Economy di RAPBN 2026Pemerintah menegaskan komitmennya untuk memperkuat pengawasan terhadap praktik shadow economy atau ek

Muhammad Imam Hatami
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID - Pemerintah menegaskan komitmennya untuk memperkuat pengawasan terhadap praktik shadow economy atau ekonomi bayangan dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Fokus pengawasan ini diarahkan pada sektor-sektor yang rawan tidak tercatat secara resmi, seperti perdagangan eceran, makanan dan minuman, perdagangan emas, serta sektor perikanan.
Fenomena shadow economy masih menjadi salah satu hambatan besar dalam perluasan basis pajak Indonesia. Banyak pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) yang beroperasi tanpa izin resmi maupun Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Selain itu, tingginya transaksi tunai membuat aktivitas ekonomi sulit dilacak sehingga kontribusi pajak menjadi minim. Shadow economy tidak selalu identik dengan aktivitas kriminal.
Dalam praktiknya, ekonomi bayangan mencakup dua bentuk, usaha legal yang tidak dilaporkan, seperti warung, kios, atau kedai kopi yang tidak mendaftarkan omzet sebenarnya, dan usaha ilegal, misalnya perdagangan selundupan, praktik penyuapan, hingga aktivitas perikanan tanpa izin. Kedua bentuk tersebut sama-sama merugikan negara karena mengurangi potensi penerimaan pajak.
Baca juga : Bongkar Mesin Uang ARKO: Emiten PLTA yang Diam-diam Cetak Cuan Kencang
Semua Sektor Disapu Pajak
Untuk menekan potensi kerugian dari shadow economy, pemerintah menyiapkan sejumlah strategi pajak yang akan diimplementasikan mulai 2025 hingga 2026.
"Pemerintah akan fokus mengawasi sektor-sektor dengan aktivitas shadow economy yang tinggi seperti perdagangan eceran, makanan dan minuman, perdagangan emas, serta perikanan," tulis Buku II Nota Keuangan RAPBN 2026 yang dikutip Senin dikutip Senin, 18 Agustus 2025.
Beberapa langkah kunci antara lain kajian dan pemetaan menyeluruh terkait skala shadow economy, penyusunan Compliance Improvement Program (CIP) khusus untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak di sektor rawan, serta pemanfaatan analisis intelijen pajak guna menindak tegas wajib pajak berisiko tinggi.
Upaya pemberantasan shadow economy juga diperkuat melalui kebijakan teknis yang mulai berlaku pada 2025. Salah satunya adalah integrasi NIK-NPWP yang efektif per 1 Januari 2025 melalui sistem Coretax, yang akan menghubungkan Nomor Induk Kependudukan dengan NPWP guna memperketat basis data pajak.
Selain itu, pemerintah juga menyiapkan strategi canvassing aktif di mana petugas pajak akan turun langsung ke lapangan untuk menjangkau wajib pajak yang belum terdaftar.
Di sisi lain, pemerintah menunjuk perusahaan digital asing sebagai pemungut PPN atas transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), sehingga pembelian barang dan jasa digital lintas negara dapat lebih transparan dan terpantau.
Baca juga : PMI Taiwan Sambut Positif Kehadiran BRI Taipei Branch, Permudah Transaksi & Remitansi ke Indonesia
Contoh Kasus di Indonesia
Beberapa sektor yang paling rentan terhadap praktik shadow economy di Indonesia antara lain perdagangan eceran dan UMKM tanpa izin, di mana banyak pedagang pasar, online shop, maupun usaha kecil beroperasi tanpa NPWP.
Usaha makanan dan minuman skala mikro, seperti restoran kecil atau katering rumahan, juga kerap tidak melaporkan omzet sebenarnya. Selain itu, perdagangan emas dalam bentuk transaksi tunai emas batangan atau perhiasan tanpa faktur resmi berpotensi digunakan untuk pencucian uang.
Praktik lain yang marak adalah perikanan ilegal, unreported, unregulated fishing (IUU Fishing), ketika kapal asing menangkap ikan di laut Indonesia tanpa izin sehingga hasil tangkapan tidak tercatat.
Sementara itu, pada sektor digital, sebelum adanya kebijakan pemungut PPN asing, pembelian aplikasi dan layanan digital lintas negara sangat sulit dipajaki.
Menurut studi IMF dan Bank Dunia, skala shadow economy di negara berkembang rata-rata mencapai 20–40 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Di Indonesia sendiri, Kementerian Keuangan memperkirakan potensi penerimaan pajak dari ekonomi bayangan mencapai ribuan triliun rupiah jika bisa ditertibkan.

Muhammad Imam Hatami
Editor
