Gas Ekonomi Hijau, BI Borong Kredit Karbon dan Tanam 37.000 Pohon
- BI tanam 37.000 pohon dan beli 150 ton kredit karbon sebagai komitmen ekonomi hijau. BI perkuat kebijakan makroprudensial hijau dan integrasi UMKM ramah lingkungan.

Maharani Dwi Puspita Sari
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Bank Indonesia (BI) mempertegas komitmennya dalam mendorong ekonomi hijau melalui program penanaman 37 ribu pohon di berbagai daerah. Langkah ini menjadi bagian dari strategi besar BI untuk memperkuat pembiayaan berkelanjutan, mitigasi risiko iklim, dan akselerasi transisi menuju ekonomi rendah karbon.
Melansir dari laman resmi BI pada Senin, 24 November 2025, komitmen Bank Indonesia ini kembali ditegaskan Deputi Gubernur Senior, Destry Damayanti yang menyatakan “Seluruh kebijakan dan inisiatif ini kami susun untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif," ungkapnya pada kegiatan penanaman seribu pohon bakau di Kawasan Konservasi Maritim Teluk Benoa, Bali, 23 November 2025.
Bank Indonesia telah melakukan pembelian kredit karbon sebesar 150 ton CO₂e dan melaksanakan penanaman sebanyak 37 ribu pohon di berbagai wilayah Indonesia. Langkah ini dilakukan untuk mendukung keberlanjutan yang mulai diterapkan oleh pemerintah secara bertahap.
Secara umum, program ini memiliki manfaat bagi lingkungan untuk menekan risiko bencana akibat kerusakan lingkungan, meningkatkan kualitas udara dan ruang hijau, mendorong terciptanya ekonomi rendah karbon yang berkelanjutan, serta membuka peluang usaha baru di sektor hijau
Aksi Lingkungan: 37 Ribu Pohon untuk Dorong Penyerapan Karbon
BI menjelaskan bahwa penanaman puluhan ribu pohon tersebut dilakukan secara serentak melalui kantor perwakilan di berbagai wilayah. Program ini bertujuan meningkatkan penyerapan karbon, mendorong konservasi lingkungan, serta mendukung target pengurangan emisi di sektor ekonomi.
Inisiatif ini dilakukan bukan sebagai kegiatan seremonial, tetapi dijalankan sebagai bagian dari roadmap keberlanjutan BI yang lebih komprehensif.
Melansir dari NSW Government pada Senin, 24 November 2025, manfaat dari pengurangan emisi karbon tidak hanya terletak pada sektor lingkungan saja, tetapi juga pada sektor finansial. Manfaat finansial yang dapat dirasakan adalah penghematan.
Dalam beberapa keadaan, energi matahari yang terlalu berlebihan dapat dialirkan kembali ke jaringan listrik untuk menghasilkan pendapatan tambahan bagi masyarakat, serta memperpendek periode pengembalian modal.
Selain itu, salah satu hal yang penting adalah menarik investasi sektor swasta ke di beberapa wilayah setempat. Maka dari itu, pemerintah sedang gencar mengupayakan program penurunan emisi karbon yang berdampak positif bagi lingkungan, kesehatan, maupun sektor ekonomi dalam jangka panjang.
Selain aksi lingkungan, BI menyiapkan strategi jangka panjang untuk memastikan bahwa prinsip keberlanjutan benar-benar terintegrasi dalam sistem keuangan nasional. Beberapa fokus yang diperkuat antara lain:
- Penguatan kebijakan makroprudensial hijau agar lembaga keuangan meningkatkan penyaluran pembiayaan ramah lingkungan.
- Kolaborasi dengan industri jasa keuangan untuk memperluas akses pembiayaan hijau bagi UMKM dan sektor produktif yang menerapkan standar keberlanjutan.
- Peningkatan kapasitas pelaku usaha dan perbankan agar dapat mengelola risiko iklim secara lebih terukur.
BI menegaskan bahwa risiko iklim memiliki dampak langsung terhadap stabilitas sistem keuangan, sehingga kebijakan berbasis keberlanjutan menjadi keharusan. Hal ini dapat dilakukan secara rutin dan memanfaatkan UMKM lokal yang ada.
Dalam program ini, UMKM juga menjadi sasaran penting, karena secara tidak langsung ekonomi dari masing-masing pelaku usaha lokal ikut mengalami peningkatan.
- Baca juga: Mahasiswa Universitas Pertamina Ciptakan SanPay, Kartu Pembayaran yang Hitung Jejak Karbon
Adapun peran BI dalam mendorong peran UMKM adalah untuk:
- Mengadopsi praktik produksi ramah lingkungan.
- Mengakses pembiayaan hijau dari lembaga keuangan.
- Meningkatkan literasi tentang efisiensi energi dan manajemen limbah.
- UMKM diharapkan mampu bersaing di pasar yang semakin menuntut standar keberlanjutan.
Momen ini menjadi keuntungan besar untuk mendorong kolaborasi lintas pemangku kepentingan yang mendukung transisi ekonomi, sejalan dengan semangat Asta Cita menuju masa depan Indonesia yang hijau dan inklusif.

Maharani Dwi Puspita Sari
Editor
