Dana Asing Kabur dari IHSG, Tapi Valuasi Murah BBCA dan TLKM Bisa Jadi Peluang
- IHSG diyakini tetap solid di tengah outflow investor asing. Selain BBCA dan TLKM, analis juga mengunggulkan ANTM, INCO, serta BRMS sebagai saham logam pilihan dengan prospek cerah.

Alvin Bagaskara
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Pasar saham Indonesia kini berada di tengah arena perang antara dua kekuatan besar. Di satu sisi, investor asing tercatat terus melakukan aksi jual masif hingga US$3,2 miliar atau setara Rp51 triliun sepanjang tahun ini. Namun di sisi lain, riset terbaru dari BRI Danareksa Sekuritas justru dengan yakin menyatakan bahwa prospek pasar masih sangat solid.
Aksi kabur investor asing ini terutama menghantam saham-saham blue chip. BBCA dan BMRI bahkan mencatatkan rekor nilai jual bersih asing tertinggi sepanjang tahun. Fenomena ini tentu memicu kekhawatiran besar di kalangan investor ritel.
Namun, di balik sentimen negatif ini, para analis justru melihat adanya peluang emas. Lantas, siapa yang sebenarnya benar dalam perbedaan pandangan ini, dan bagaimana investor harus menyikapinya? Mari kita bedah tuntas.
1. Exodus Dana Asing: Siapa Saja yang Dibuang?
Tekanan jual dari investor asing pada 1 September 2025 saja mencapai US$131 juta, melanjutkan tren negatif yang sudah berjalan. Aksi buang barang ini sangat terpusat pada saham-saham perbankan raksasa dan telekomunikasi.
PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjadi korban utama dengan total jual bersih asing mencapai rekor US$1,2 miliarsejak awal tahun. Nasib serupa dialami oleh PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang juga mencatatkan rekor outflowsebesar US$776 juta.
Saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) juga tak luput dari tekanan jual. Aksi exodus dana asing dari saham-saham pilar IHSG inilah yang menjadi sumber utama kekhawatiran pasar saat ini.
2. Serangan Balik Dana Domestik: Sektor Mana yang Ditampung?
Di saat asing ramai-ramai keluar, dana domestik justru melakukan serangan balik. Mereka aktif menampung saham-saham di sektor yang dinilai prospektif, menunjukkan adanya perbedaan pandangan yang sangat tajam dengan investor global.
Berdasarkan data, dana domestik pada Agustus 2025 paling banyak menambah bobot investasi di sektor petrokimia (terutama TPIA), otomotif (ASII), properti, dan logam (AMMN). Sektor perbankan juga kembali diakumulasi setelah sempat dilepas.
3. Senjata Rahasia Analis: Kenapa Masih Optimistis?
Lalu, apa yang menjadi senjata rahasia atau dasar optimisme para analis di tengah gempuran dana asing? Jawabannya terletak pada tiga faktor utama yang dinilai jauh lebih penting daripada sentimen jangka pendek.
Pertama, valuasi saham yang sudah sangat murah. Indeks LQ45 saat ini diperdagangkan pada rasio P/E 10,5 kali, atau berada di level -2,3 standar deviasi di bawah rata-rata 10 tahunnya. Secara historis, ini adalah level valuasi yang sangat atraktif.
Kedua, proyeksi kinerja emiten yang tetap solid. Analis meyakini, selama tidak terjadi eskalasi gejolak sosial lebih lanjut, kinerja laba emiten di paruh kedua 2025 akan tetap kuat, didorong oleh percepatan belanja pemerintah dan perbaikan likuiditas pasar.
4. Skuad Saham Pilihan BRI Danareksa Sekuritas
Dengan mempertimbangkan semua faktor ini, BRI Danareksa Sekuritas merekomendasikan strategi yang seimbang. Untuk tim inti atau investasi utama, saham-saham dengan fundamental kokoh seperti TLKM (target harga Rp3.500) dan BBCA (target harga Rp11.900) tetap menjadi pilihan.
Namun, untuk tim cadangan atau sebagai lindung nilai (hedge), saham-saham di sektor logam dinilai sangat menarik. Opsi ini dipertimbangkan jika katalis domestik seperti belanja pemerintah ternyata belum berjalan optimal.
Investasi pada emas dan logam lainnya dinilai akan meningkat seiring pasar yang mencari aset aman. Hal ini mendorong BRI Danareksa Sekuritas untuk merekomendasikan beli pada saham BRMS (target harga Rp480) dan INCO (target harga Rp4.700), serta melirik ANTM yang kinerjanya kuat.

Alvin Bagaskara
Editor
