Kisah Isaac Newton Rugi Besar di Saham, Bukti IQ Enggak Jamin Cuan
- Sir Isaac Newton pernah rugi bandar karena FOMO saham South Sea Bubble. Bukti kecerdasan tinggi tak menjamin lolos dari jebakan beli di pucuk.

Alvin Bagaskara
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Kecerdasan intelektual (IQ) tinggi ternyata bukan jaminan seseorang bisa sukses di pasar saham. Sejarah mencatat fakta kelam bahwa Sir Isaac Newton, salah satu manusia paling jenius di muka bumi, pernah menjadi korban keganasan gelembung ekonomi atau bubble.
Newton terjebak dalam fenomena South Sea Bubble pada tahun 1720, sebuah peristiwa spekulasi pasar terbesar di Inggris kala itu. Kisah ini menjadi bukti nyata bahwa emosi pasar seperti keserakahan dan ketakutan tertinggal tren (FOMO) mampu melumpuhkan logika seorang ilmuwan sekalipun.
Alih-alih untung, bapak fisika modern ini justru kehilangan sebagian besar kekayaannya akibat membeli saham di harga pucuk. Berikut adalah kronologi tragis bagaimana Newton "boncos" besar dan pelajaran psikologis mahal yang ditinggalkannya untuk investor masa kini.
1. Cuan Awal yang Menjebak
Pada awal tahun 1720, Newton memutuskan berinvestasi di saham South Sea Company. Perusahaan Inggris ini sangat populer karena memegang hak monopoli perdagangan di wilayah Amerika Selatan, menjadikannya primadona di mata para investor London saat itu.
Newton masuk di harga yang relatif rendah sebelum lonjakan besar terjadi. Ketika harga saham mulai merangkak naik, ia merasa keuntungan yang didapat sudah cukup memuaskan, lalu memutuskan untuk menjual seluruh kepemilikan sahamnya guna mengamankan modal.
Keputusan ini awalnya terlihat sangat cerdas dan disiplin. Newton berhasil mengantongi keuntungan sekitar £7.000, sebuah angka yang setara dengan jutaan dolar dalam nilai uang sekarang. Ia keluar sebagai pemenang di ronde pertama spekulasi tersebut.
2. Terjangkit Virus FOMO
Namun, ujian mental yang sesungguhnya baru dimulai setelah ia menjual saham. Bukannya turun, harga saham South Sea Company justru meroket gila-gilaan tak terkendali. Newton menyaksikan teman-temannya yang masih menahan saham tersebut mendadak jadi orang kaya baru dalam waktu singkat.
Melihat pesta keuntungan di sekelilingnya, pertahanan logika Newton mulai runtuh. Perasaan takut tertinggal atau Fear of Missing Out (FOMO) menguasai pikirannya, membuatnya merasa bodoh karena keluar terlalu cepat dari pasar yang sedang bullish tersebut.
Akibat terbawa emosi, Newton melanggar disiplin investasinya sendiri. Ia memutuskan masuk kembali (re-entry) ke pasar dengan mempertaruhkan hampir seluruh kekayaannya. Tragisnya, ia membeli saham tersebut di harga yang jauh lebih tinggi alias di posisi pucuk.
3. Gelembung Pecah, Aset Ludes
Tak lama setelah Newton melakukan all-in, realita fundamental menghantam pasar dengan keras. South Sea Company ternyata tidak memiliki kinerja bisnis yang cukup kuat untuk menopang harga sahamnya yang sudah melambung tidak masuk akal tersebut.
Harga saham langsung terjun bebas atau crash dalam waktu singkat. Panik melanda bursa, dan Newton tidak sempat menyelamatkan asetnya. Ia terjebak dalam posisi rugi yang sangat dalam tanpa bisa keluar tepat waktu dari pasar yang runtuh.
Kerugian yang diderita sangatlah fantastis. Newton kehilangan sekitar £20.000, jumlah yang konon menghabiskan sebagian besar kekayaan pribadi yang dikumpulkannya seumur hidup. Sang jenius fisika itu bangkrut oleh mekanisme pasar yang irasional.
4. Trauma dan Pengakuan Newton
Kejadian ini meninggalkan luka batin yang mendalam bagi Newton. Ia dikabarkan sangat trauma hingga melarang siapa pun menyebut kata "South Sea" di hadapannya selama sisa hidupnya, saking malunya atas keputusan impulsif yang ia ambil.
Kasus ini membuktikan bahwa kontrol emosi sering kali lebih krusial daripada kecerdasan otak dalam berinvestasi. Newton gagal bukan karena kurang pintar, melainkan karena membiarkan euforia pasar dan keserakahan mengalahkan logika berpikir kritisnya.
Ia pun melahirkan sebuah kutipan legendaris yang menjadi peringatan abadi bagi para investor saham hingga hari ini. "I can calculate the motions of heavenly bodies, but not the madness of people," keluh Newton.

Alvin Bagaskara
Editor
