Tren Pasar

Anomali Kinerja EXCL Pasca-Merger: Pendapatan Meroket, Laba Jadi Rugi

  • EXCL, hasil merger XL Axiata dan Smartfren, mencatat pendapatan naik 11,98% jadi Rp19,09 triliun per Juni 2025. Namun, beban pasca-merger membuatnya rugi Rp1,22 triliun. Apa dampaknya bagi investor?
1628775494744_91_1550650436020.jpg
Gedung XL Axiata tower di Jakarta Selatan. (Dok/XL Axiata)

JAKARTA, TRENASIA.ID – Raksasa telekomunikasi baru hasil kongsi Grup Sinar Mas dan Axiata Group, PT XLSmart Telecom Sejahtera Tbk (EXCL), merilis rapor keuangan perdananya pasca-merger. Hasilnya menyajikan sebuah paradoks yang sangat tajam: pendapatan tumbuh subur, namun perusahaan justru 'boncos' dan membukukan rugi triliunan.

Berdasarkan laporan keuangan per 30 Juni 2025, pendapatan EXCL berhasil meroket 11,98% secara tahunan menjadi Rp19,09 triliun. Namun di saat yang sama, perusahaan justru mencatatkan rugi bersih sebesar Rp1,22 triliun, berbalik dari laba Rp1,02 triliun pada periode yang sama tahun lalu.

Fenomena ini tentu membuat investor bertanya-tanya: kenapa pendapatan yang tumbuh kencang tidak sejalan dengan laba? Mari kita bedah tuntas apa yang sebenarnya terjadi di 'dapur' raksasa telekomunikasi ini.

1. Sisi Positif: Mesin Pendapatan yang Tumbuh Subur

Kabar baik pertama datang dari sisi operasional bisnis inti. Mesin pendapatan EXCL terbukti berjalan sangat kencang, terutama didorong oleh segmen data dan layanan digital yang menyumbang Rp17,46 triliun dari total pendapatan.

Pertumbuhan pendapatan yang kuat ini menunjukkan bahwa entitas baru hasil merger XL Axiata dan Smartfren ini memiliki basis pelanggan yang sangat besar dan solid. Hal ini menjadi fondasi utama bagi prospek pertumbuhan perusahaan di masa depan.

2. Biang Kerok Kerugian: Bengkak-nya Beban Pasca-Merger

Inilah biang kerok utama di balik kerugian yang dicatatkan perusahaan. Proses merger raksasa antara XL Axiata dan Smartfren secara alami menyebabkan lonjakan beban yang sangat signifikan. Total beban perusahaan tercatat membengkak 31,67% menjadi Rp18,56 triliun.

Beban-beban yang 'bengkak' ini antara lain adalah beban penyusutan (Rp7,3 triliun), beban infrastruktur (Rp5,36 triliun), beban gaji karyawan (Rp1,61 triliun), dan beban keuangan (Rp1,86 triliun). Lonjakan biaya inilah yang menggerus habis pertumbuhan pendapatan.

3. Dampaknya: Margin Profitabilitas Tertekan

Lonjakan beban yang lebih tinggi dari pertumbuhan pendapatan secara langsung memberikan tekanan pada profitabilitas perusahaan. Hal ini tercermin dari margin EBITDA yang menyusut dari sebelumnya 53% menjadi hanya 46% pada semester pertama 2025.

Meskipun begitu, manajemen EXCL telah memasang target margin EBITDA di kisaran 40%-45% untuk tahun ini, menunjukkan bahwa tekanan ini sudah diantisipasi. Investor kini menantikan sejauh mana efisiensi pasca-merger bisa menekan biaya ke depan.

4. Fokus Baru: Menggarap Cuan dari Klien Korporat

Untuk mendorong pertumbuhan di masa depan, EXCL kini secara agresif menggarap segmen Business-to-Business (B2B) melalui layanan XLSmart for Business. Chief Enterprise & Business Officer, Feby Sallyanto, menargetkan kontribusi segmen ini bisa mencapai 20% dari total pendapatan.

CEO XLSmart, Rajeev Sethi, menambahkan bahwa fokus utama mereka adalah menyediakan solusi canggih seperti deteksi ancaman berbasis AI dan keamanan siber. “Kami menawarkan peningkatan solusi mulai dari deteksi ancaman berbasis AI...hingga inovasi global,” kata Rajeev dalam keterangannya pada Rabu, 27 Agustus 2025.

5. Pandangan Analis dan Apa Artinya Bagi Investor

Analis Investment Stockbit Sekuritas, Theodorus Melvin, menyoroti bahwa realisasi rugi bersih ini jauh di bawah ekspektasi konsensus yang justru memperkirakan laba. Ia mengonfirmasi bahwa lonjakan beban memang disebabkan oleh proses merger.

Bagi investor, rapor perdana EXCL ini adalah gambaran klasik dari sebuah perusahaan pasca-merger. Kerugian jangka pendek yang terjadi saat ini adalah 'biaya' yang harus dibayar untuk integrasi dan sinergi jangka panjang yang diperkirakan mencapai US$100-200 juta.

Momen krusial berikutnya adalah earnings call yang akan digelar pada hari ini.  Theodorus Melvin menegaskan, "kami akan memantau update kinerja operasional dan progres efisiensi beban pasca-merger pada tahun ini," dalam acara tersebut.