Setelah Konflik Berdarah, India dan China Bangun Relasi Kuat Karena Trump
- Kebijakan tarif 50% Trump bikin India melirik China sebagai mitra baru untuk menahan dampak tekanan dagang AS.

Muhammad Imam Hatami
Author

JAKARTA, TRENASIA.ID - Hubungan India dan China yang selama ini diwarnai konflik, terutama di perbatasan Himalaya, kini mulai mencair. Kedua negara yang biasanya berseteru justru menunjukkan sinyal kedekatan dengan menjajaki kerja sama ekonomi dan diplomatik.
Menteri Luar Negeri China Wang Yi dijadwalkan berkunjung ke New Delhi untuk bertemu Penasihat Keamanan Nasional India Ajit Doval, sementara Perdana Menteri India Narendra Modi akan bertemu Presiden China Xi Jinping di KTT Shanghai Cooperation Organization (SCO). Ini akan menjadi kunjungan pertama Modi ke China dalam tujuh tahun terakhir.
Cairnya hubungan India-China dipicu kesepakatan Oktober 2024 terkait patroli di Himalaya, yang berhasil menurunkan ketegangan militer. Sebelumnya, bentrokan berdarah di Lembah Galwan pada 2020 menewaskan puluhan tentara di kedua pihak dan memicu kebekuan panjang hubungan bilateral.
Faktor Eksternal: Tekanan dari Trump
Selain faktor internal, dinamika hubungan India-China juga sangat dipengaruhi oleh kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Ketegangan muncul ketika Trump secara sepihak menggandakan tarif ekspor India ke Amerika Serikat hingga 50%, salah satu yang tertinggi di antara mitra strategis Washington.
Langkah tersebut langsung mengguncang perekonomian India yang selama ini sangat bergantung pada pasar AS. Di sisi lain, Amerika Serikat justru memperpanjang gencatan senjata tarif dengan China selama 90 hari, sehingga menimbulkan kesan adanya ketidakadilan perlakuan dagang.
Kondisi ini mendorong India untuk mencari alternatif, dan secara perlahan mulai membuka kembali ruang kerja sama dengan China sebagai strategi menahan dampak tekanan dagang dari Washington.
Baca juga : AS - China Perpanjang Gencatan Tarif Dagang, Stabilitas Harga Barang Konsumsi Menguat
Sebagai tindak lanjut, India dan China sepakat untuk melanjutkan kembali penerbangan langsung yang telah terhenti sejak pandemi COVID-19 pada 2020. Tidak hanya itu, kedua negara juga tengah membahas pembukaan jalur perdagangan perbatasan di tiga titik strategis di wilayah Himalaya.
"Kami tetap berkomunikasi dengan pihak Tiongkok untuk memfasilitasi dimulainya kembali perdagangan perbatasan melalui semua titik perdagangan yang ditunjuk," jelas juru bicara Kementerian Luar Negeri India, Randhir Jaiswal, kala memberikan keterangan resmi dikutip Reuters, Sabtu, 16 Agustus 2025.
Meskipun volume perdagangan perbatasan relatif kecil dibandingkan total perdagangan bilateral yang mencapai 127,7 miliar dolar AS pada tahun lalu, langkah tersebut memiliki arti simbolis yang besar.
Kembalinya konektivitas udara dan perdagangan lintas batas dipandang sebagai tonggak penting dalam upaya normalisasi hubungan yang sempat membeku akibat perseteruan perbatasan dan gesekan politik.
Pemerintah India menegaskan bahwa komunikasi dengan Beijing terus dilakukan secara intensif untuk memastikan kelancaran proses pemulihan hubungan ekonomi. Pernyataan serupa juga datang dari pihak China yang menyatakan kesiapannya melanjutkan penerbangan langsung dan perdagangan sesegera mungkin, menandakan adanya niat politik dari kedua belah pihak.
Baca juga : AS - China Perpanjang Gencatan Tarif Dagang, Stabilitas Harga Barang Konsumsi Menguat
Lebih jauh lagi, sejumlah lembaga riset di India bahkan mulai mengusulkan pelonggaran aturan investasi yang selama ini mewajibkan pengawasan ketat terhadap perusahaan asal China.
Usulan tersebut dipandang sebagai sinyal kuat adanya peluang keterlibatan ekonomi yang lebih besar di masa depan, sekaligus memperlihatkan bahwa pragmatisme ekonomi mulai menggeser rivalitas geopolitik.
Sederet Perseturuan China - India
- Sengketa Perbatasan Himalaya, terutama di wilayah Ladakh (Aksai Chin yang dikuasai China namun diklaim India) dan Arunachal Pradesh (dikuasai India namun diklaim China sebagai Tibet Selatan).
- Perang Sino–India 1962, perang besar akibat sengketa perbatasan yang dimenangkan China, meninggalkan trauma mendalam bagi India.
- Bentrokan di Doklam 2017, konfrontasi militer selama lebih dari dua bulan di perbatasan Bhutan–China–India, terkait pembangunan jalan oleh China.
- Insiden Berdarah di Lembah Galwan 2020, bentrokan fisik tanpa senjata api antara tentara India dan China, menewaskan puluhan prajurit dari kedua belah pihak.
- Militerisasi Perbatasan, kedua negara terus memperkuat infrastruktur militer (jalan, pangkalan, bandara) di sepanjang Garis Kontrol Aktual (LAC).
- Sengketa Arunachal Pradesh, India menganggap wilayah ini bagian sah negaranya, sementara China mengklaimnya sebagai bagian Tibet.
- Kecurigaan Investasi & Teknologi, India membatasi investasi perusahaan teknologi China (misalnya Huawei, TikTok, dll.) dengan alasan keamanan nasional.
- Persaingan Pengaruh Regional, baik di Asia Selatan maupun Samudra Hindia, di mana China memperluas pengaruh lewat Belt and Road Initiative (BRI), sementara India merasa terancam secara strategis.
- Hubungan dengan Pakistan, India menentang kerja sama erat China–Pakistan, khususnya dalam proyek China–Pakistan Economic Corridor (CPEC) yang melintasi Kashmir yang disengketakan.
- Aliansi Global, India semakin dekat dengan AS dan anggota Quad (AS, Jepang, Australia), sementara China menganggap itu sebagai upaya pengepungan strategis.

Muhammad Imam Hatami
Editor