Tren Global

AS - China Perpanjang Gencatan Tarif Dagang, Stabilitas Harga Barang Konsumsi Menguat

  • Efek positif juga terasa di Indonesia. Rupiah menguat ke Rp16.265 per dolar AS pada 11 Agustus, dan IHSG menembus 7.605, didorong sektor utilitas dan energi.
Ilustasi Perang dagang AS-CHINA.jpg
Ilustasi Perang dagang AS-CHINA.jpg (TrenAsia)

JAKARTA, TRENASIA.ID – Amerika Serikat dan China resmi memperpanjang gencatan tarif dagang usai serangkaian negosiasi intensif. Keputusan yang berlaku hingga November 2025 ini diperkirakan membawa dampak besar terhadap stabilitas harga barang konsumsi global, pemulihan ekonomi kedua negara, dan pergerakan pasar keuangan dunia.

Salah satu efek tercepat terasa di pasar global adalah turunnya tekanan harga. Tarif impor barang dari China ke AS yang sebelumnya mencapai 145% kini dipangkas drastis menjadi 30%. Kebijakan ini langsung menahan laju inflasi, terutama pada produk elektronik, tekstil, dan mainan.

Survei terbaru The Fed menunjukkan 75% perusahaan AS membatalkan rencana kenaikan harga setelah kebijakan ini berlaku. Pemulihan rantai pasok pun mulai terlihat, dengan perusahaan logistik Hapag-Lloyd melaporkan lonjakan permintaan pengiriman AS–China sebesar 50%, membuat suplai barang konsumsi dunia lebih lancar.

Dampak bagi Ekonomi China

Bagi China, perpanjangan gencatan tarif membantu mengurangi tekanan pada sektor ekspor. Data kuartal I-2025 menunjukkan ekspor ke ASEAN tumbuh 13%, mengimbangi penurunan 10,9% ke AS.

Konsumsi domestik juga menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Penjualan ritel Mei 2025 naik 6,4%, tertinggi sejak Desember 2023, berkat program subsidi penukaran barang. Pertumbuhan ekonomi pun tetap terjaga, dengan PDB kuartal II/2025 mencapai 5,2%, melampaui target pemerintah.

Di pasar keuangan internasional, sentimen positif mendorong penguatan indeks saham AS seperti S&P 500 dan Nasdaq, sementara imbal hasil obligasi AS tetap stabil. Harga emas, yang selama ini menjadi aset safe haven, terkoreksi 3,2% seiring menurunnya ketidakpastian pasar.

Efek positif juga terasa di Indonesia. Rupiah menguat ke Rp16.265 per dolar AS pada 11 Agustus, dan IHSG menembus 7.605, didorong sektor utilitas dan energi. Meski memberi angin segar, kesepakatan ini belum mencakup semua sektor. Produk strategis seperti kendaraan listrik dan panel surya masih dikenakan tarif tinggi.

China juga menghadapi risiko deflasi, dengan Indeks Harga Konsumen (CPI) Mei 2025 tercatat -0,1%, mencerminkan permintaan domestik yang belum sepenuhnya pulih. Selain itu, masa berlaku kesepakatan hanya 90 hari, sebelum negosiasi November mendatang yang juga akan membahas isu sensitif seperti perdagangan minyak Rusia–Iran.

Implikasi untuk Indonesia dan Pasar Negara Berkembang

Bagi Indonesia, terbukanya kembali jalur perdagangan kedua raksasa ekonomi dunia membuka peluang ekspor, terutama untuk kelapa sawit, kopi, karet, tekstil, dan elektronik. Sentimen positif ini tercermin dari net buy asing di IHSG sebesar Rp849,85 miliar pada 11 Agustus.

Namun, harga produk China yang lebih murah berpotensi menekan daya saing produk lokal. Tanpa peningkatan kualitas dan efisiensi produksi, Indonesia bisa kehilangan pangsa pasar baik di dalam negeri maupun internasional.

Dampak positif jangka panjang juga bergantung pada kondisi internal Chinakhususnya kemampuannya mengatasi deflasi serta tercapainya kesepakatan dagang permanen yang meliputi isu non-tarif seperti transfer teknologi, keamanan data, dan energi bersih.

Bagi pasar emerging lain, adaptasi cepat menjadi kunci. Negara yang mampu memperkuat diplomasi dagang dan menciptakan iklim investasi kondusif akan lebih diuntungkan. Sebaliknya, jika negosiasi AS–China gagal November mendatang, tarif bisa kembali ke level 145%, memicu inflasi AS sebesar 3–4%, memangkas ekspor China 15–20%, dan mengerek volatilitas pasar global.

Untuk Indonesia, diversifikasi pasar dan peningkatan nilai tambah produk menjadi langkah strategis demi menjaga ketahanan ekonomi di tengah ketidakpastian geopolitik.

Kalau mau, aku bisa buatin juga judul alternatif yang lebih catchy dan cocok untuk pembaca berita ekonomi harian biar artikelnya lebih klik-able.