Wacana Merger GoTo-Grab, Mitra Pengemudi dan Pengguna Was-was
- Potensi merger GoTo dan Grab kembali mencuat di tengah fokus perusahaan terhadap profitabilitas,. Kabar ini memantik reaksi beragam dari mitra pengemudi dan pengguna. Sejumlah pengemudi menyatakan kekhawatiran mengenai persaingan, penurunan pendapatan, hingga potensi pengurangan jumlah driver. Di sisi lain, pengguna menilai konsolidasi harus memastikan layanan tetap terjangkau dan tidak mengorbankan kenyamanan.

Maharani Dwi Puspita Sari
Author

Pengemudi ojek online menunggu penumpang di kawasan Pasar Anyar, Kota Tangerang, Banten, Rabu (11/3/2020). Kementerian Perhubungan secara resmi mengumumkan rencana kenaikan tarif ojek online khusus untuk zona 2 (Jabodetabek) per 16 Maret 2020 yaitu naik Rp250 untuk tarif batas bawah (TBB) dan Rp150 untuk tarif batas atas (TBA). ANTARA FOTO/Fauzan/foc.
(Istimewa)JAKARTA, TRENASIA.ID - Isu potensi merger atau penggabungan antara GoTo dan Grab kembali mencuat di kalangan industri layanan aplikasi ride hailing dan pengiriman di Indonesia. Manajemen GoTo menyatakan hingga saat ini belum ada keputusan ataupun kesepakatan formal terkait merger tersebut.
Direktur Legal dan Group Corporate Secretary GoTo, R. A. Koesoemohadiani, menuturkan sampai saat ini belum ada keputusan, kesepakatan, ataupun pembahasan final yang mengarah pada transaksi dengan Grab, termasuk soal merger kedua entitas.
“Menanggapi spekulasi media terkait potensi transaksi antara PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dan Grab, GOTO menyampaikan bahwa hingga saat ini belum ada keputusan ataupun kesepakatan terkait hal tersebut,” ujar Koesoemohadiani lewat keterangan pers, dikutip Selasa 11 November 2025.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia (BEI), GoTo menyampaikan bahwa fokus utama perusahaan saat ini adalah pada profitabilitas berkelanjutan dan tidak punya rencana aksi korporasi material selain buy back saham dalam 12 bulan ke depan.
Isu merger ini kembali menguat karena ditemukannya agenda pertemuan keduanya, yang akan dilakukan pada 25 November mendatang. Namun, agenda tersebut dikonfirmasi bukan termasuk dalam kaitan rencana merger atau akuisisi.
Meski demikian, spekulasi ini berhasil menciptakan ragam reaksi dari mitra pengemudi (ojol) hingga pengguna yang terpengaruh dari sisi pendapatan, layanan dan persaingan harga.
Kini, pemerintah dan regulator diperkirakan akan mengawasi sangat cermat apabila merger benar-benar dijalankan, terutama karena persaingan di sektor ride hailing dan pengiriman sangat sensitif terhadap dampak terhadap mitra dan konsumen.
Respons Mitra Pengemudi
Di sisi mitra pengemudi (ojol), isu merger ini bukan hanya soal strategi korporasi, melainkan berdampak terhadap pendapatan, komisi, dan kondisi kerja. Sebelumnya, pengemudi telah melakukan aksi protes menuntut tarif lebih adil dan menolak peningkatan dominasi satu platform karena berdampak pada persaingan yang sehat.
Seorang driver ojol, Ahmad mengaku tidak sepakat dengan upaya merger. “Tidak setuju, karena akan terjadi persaingan tidak sehat, akan ada monopoli pada sektor ojol, dan kemungkinan besar akan mengurangi jumlah driver yang sebelumnya bekerja pada dua platform. Ini bisa meningkatkan pengangguran,” ujarnya kepada TrenAsia, Selasa.
Jika memang merger bakal terealisasi, Ahmad berharap akun milik pengemudi langsung terdaftar secara otomatis dengan aplikasi baru. Sementara itu, Rama selaku mitra pengemudi lainnya juga khawatir dengan rencana merger GoTo-Grab.
“Kami bisa sangat dirugikan. Driver ojol makin banyak yang membuat susah masuk orderan. Konsumen juga bisa bingung karena tidak terbiasa dengan aplikasi yang disatukan,” ungkapnya.
Dampak Potensial Terhadap Pengguna
Bagi pengguna layanan atau konsumen, penggabungan dua raksasa ride hailing ini dapat dilihat berdasarkan dua sisi:
- Positif: Integrasi layanan dapat memperluas pilihan seperti mobility, pengiriman makanan, hingga e-commerce yang dapat diakses dalam satu aplikasi, sehingga mampu memberikan kemudahan.
- Negatif: Adanya persaingan, mengakibatkan berkurangnya harga promo, kenaikan tarif, dan kualitas layanan yang dapat terpengaruh jika dominasi satu entitas makin besar.
Masyarakat pengguna layanan dari GoTo dan Grab, juga memberikan pendapatnya terkait isu merger tersebut. “Kalau emang bener dua raksasa besar perusahan Grab dan Gojek bergabung sih lebih ke standarnya diperketat atau diperhatiin lagi sih soalnya kenyamanannya nomor satu," ujar Dandi.
Dia juga mendorong promonya aplikasi bisa makin banyak. "Untuk biaya adminnya juga lebih adil. Kasihan drivernya, jangan ambil untung buat internal aja,” imbuh dia.
Para pengguna berharap, isu merger ini harus disikapi secara bijak dan tetap berada pada persaingan yang sehat, agar pelayanan berjalan dengan baik dan harga tetap kompetitif. Kini, semua mata tertuju pada langkah dan regulasi yang akan diterapkan selanjutnya.

Chrisna Chanis Cara
Editor