Tren Ekbis

Apa Itu SGS? Lembaga Swiss yang Siap Gantikan Bea Cukai RI

  • Jika dalam satu tahun ke depan kinerja dari Bea Cukai tdak menunjukkan perbaikan signifikan, maka kemungkinan besar perannya akan diganti dengan keberadaan SGS.
SGS Hygiene and Environmental Testing Markkleeberg Germany.jpg
Kantor SGS di Swiss. (SGS)

JAKARTA, TRENASIA.ID - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memiliki wacana yang kembali mengejutkan. Dirinya menyatakan pemerintah siap mempertimbangkan opsi pergantian peran Direktorat Jenderal Bea Cukai dengan operator swasta asal Swiss, yaitu SGS (Société Générale de Surveillance).

"Kalau kita Bea Cukai enggak bisa memperbaiki kinerjanya dan masyarakat masih enggak puas, Bea Cukai bisa dibuka dibanding dengan SGS. Seperti zaman dulu lagi. Jadi sekarang biaya cukai, orang-orang Bea Cukai mengerti betul ancaman yang mereka hadapi," ujar Purbaya seusai rapat kerja di gedung DPR RI, Kamis, 27 November 2025.

Purbaya menjelaskan citra Bea Cukai kurang baik dikalangan masyarakat, wartawan, hingga Presiden Prabowo. Akibatnya, kecaman keras berdatangan dan membuat Purbaya menindak tegas kinerja dari para pegawai bea cukai. 

Ia meminta waktu satu tahun, untuk membanahi internal Bea Cukai tersebut.“Saya bilang dengan mereka, saya sudah minta waktu keberhasilan satu tahun untuk enggak diganggu dulu,” ujarnya. 

Jika dalam satu tahun ke depan kinerja dari Bea Cukai tdak menunjukkan perbaikan signifikan, maka kemungkinan besar perannya akan diganti dengan keberadaan SGS. Lebih parahnya, sekitar 16.000 pegawai kemungkinan akan kehilangan pekerjaan. Hal ini yang kembali menjadi perdebatan sengit mengenai kedaulatan negara, efisiensi birokrasi, dan masa depan tata kelola perdagangan nasional.

Momen seperti ini bukan pertama kalinya terjadi di Indonesia. Pada era 1980 an, pemerintah pernah menggandeng perusahaan dengan model serupa untuk membantu kelancaran arus barang ketika sistem bea cukai dianggap bermasalah.

Mengapa SGS Dipertimbangkan? 

Sebagai informasi, SGS merupakan perusahaan internasional yang dikenal sebagai penyedia layanan inspeksi, verifikasi, dan sertifikasi. Perusahaan ini memiliki skala operasional raksasa, tercatat mempekerjakan hampir 100.000 orang di 2.600 kantor dan laboratoriumnya di seluruh dunia pada tahun 2023. 

Layanan SGS yang relevan dengan wacana ini adalah manajemen kepabeanan dan e-Customs (Customs Management Systems). Sistem ini dirancang spesifik untuk mengatasi masalah kompleksitas dan birokrasi dalam perdagangan internasional. 

Layanan yang disediakan SGS membantu memperlancar proses impor dan ekspor, mempercepat clearance barang, memfasilitasi integrasi data antar pelaku usaha, otoritas bea cukai, pelabuhan, serta pihak terkait lainnya.

Potensi Manfaat Transformasi Bagi Indonesia

Jika pemerintah serius menugaskan SGS untuk mengambil alih fungsi Bea Cukai, beberapa potensi perubahan dan keuntungan bagi sistem kepabeanan di Indonesia dapat dirasakan melalui:

  1. Proses impor dan ekspor yang berpotensi menjadi lebih cepat, transparan, dan efisien. Hal ini sesuai dengan dorongan sistem digital yang canggih dan otomatisasi oleh SGS.
  2. Risiko kebocoran atau kekeliruan prosedur, seperti under-invoicing dapat dilakukan secara signifikan melalui sistem manajemen dan audit elektronik berstandar internasional.
  3. Sistem logistik dan perdagangan menjadi lebih terstruktur, sehingga memudahkan para pelaku bisnis, baik dalam korporasi besar maupun pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
  4. Peningkatan transparansi dan standarisasi prosedur bea cukai nasional akan terakselerasi. Keuntungan ini secara langsung dapat  menarik investasi asing dan memperkuat kelancaran perdagangan lintas negara.

Meskipun potensi efisiensi tinggi, gagasan penggantian Bea Cukai dengan SGS menimbulkan pertanyaan dari masyarakat. Jika ini berhasil diterapkan, bagaimana dengan nasib 16.000 pegawai yang ada di Bea Cukai? Pemerintah juga harus mempertimbangkan banyak hal yang hasilnya tidak merugikan banyak pihak.

Selain itu, ketergantungan pada operator swasta global menimbulkan pertanyaan mengenai soal kedaulatan dan kontrol negara terhadap barang, terutama barang sensitif, isu penyelundupan, dan aspek sekuritas nasional. 

Jika SGS memegang wewenang tersebut, kemungkinan kontrol terhadap perbatasan negara secara efektif akan berada di tangan entitas asing. Efektivitas sistem otomatis dan teknologi juga tidak menjamin hilangnya celah korupsi atau manipulasi dokumen secara otomatis. 

Integritas akan tetap bergantung pada pengawasan dan regulasi yang ketat. Bahkan dokumen resmi SGS menyebut bahwa “otomatisasi saja tidak menjamin eliminasi seluruh hambatan prosedural dan inkonsistensi proses bea cukai”.

Maknanya, penerapan sistem ini mensyaratkan adaptasi masif yang harus melibatkan empat pilar utama seperti infrastruktur digital nasional yang kokoh, penyusunan kerangka regulasi baru yang komprehensif, program pelatihan sumber daya manusia (SDM) yang terstruktur, dan pengelolaan transisi operasional. 

Seluruh penyesuaian tersebut dipastikan akan menjadi tantangan serius dan memengaruhi semua pihak, mulai dari pemerintah, pelaku usaha, hingga masyarakat luas.