Fakta Bandara IMIP Morowali: Penuh Kontroversi dan Kesenjangan Data Pengawasan Negara
- Tidak ada bandara yang boleh beroperasi tanpa melibatkan negara. Jika ada bandara yang berjalan sendiri tanpa pengawasan pemerintah, itu sama saja dengan ada negara dalam negara.

Maharani Dwi Puspita Sari
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID - Bandara milik kawasan industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), atau yang dikenal sebagai Bandara IMIP Morowali Sulawesi Tengah kini menjadi pusat kontroversi bagi banyak pihak. Bandara ini tengah disorot karena diduga selama ini beroperasi tanpa peran lembaga negara seperti Imigrasi, Bea Cukai, dan pengawasan penerbangan sipil, sehingga memicu isu krusial mengenai integritas kedaulatan serta keamanan nasional.
Anggota Komisi I DPR RI, Oleh Soleh mengecam keras kasus tersebut. “Tidak ada bandara yang boleh beroperasi tanpa melibatkan negara. Jika ada bandara yang berjalan sendiri tanpa pengawasan pemerintah, itu sama saja dengan ada negara dalam negara. Hal seperti itu tidak boleh terjadi,” tegas Oleh Soleh dalam keterangan di laman resmi DPR RI.
Kasus ini juga semakin sengit setelah Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin meninjau latihan TNI di Morowali, dan mengonfirmasi bahwa bandara tersebut memang tidak memiliki kehadiran Bea Cukai maupun Imigrasi. Lantas, bagaimana bisa suatu bandara berdiri tanpa pengawasan dan izin yang ilegal?
Wakil Menteri Perhubungan (Wamenhub) Suntana menjelaskan bahwa bandara tersebut telah memiliki izin operasional sebagai bandara khusus. Namun, ia juga menegaskan bahwa sampai saat ini, sistem pengawasan mengenai bandara tersebut dilakukan secara ketat. “Kami sudah menempatkan beberapa personel, dari Bea Cukai, Kepolisian, dari Kemenhub sendiri sudah ada Otoritas bandara di sana. Jadi kita sudah turun ke sana,” ujarnya.
Fakta-Fakta Bandara IMIP Morowali
1. Volume Operasional Tinggi
Sepanjang tahun 2024, Bandara IMIP diklaim telah melayani 534 pergerakan pesawat dan mengangkut sekitar 51.000 penumpang. Operasional keberangkatan tersebut, sebagian besar terkait mobilitas pekerja asing dan logistik kawasan industri.
2. Arus yang Tak Terkendali
Tidak adanya pejabat yang meninjau langsung lokasi tersebut, membuat arus pesawat dan akses keluar masuk di bandara tersebut tampak leluasa tanpa prosedur pengawasan yang normal. Hal ini berakibat menciptakan celah besar bagi potensi pelanggaran hukum.
3. Tercatat di Kementerian Perhubungan
Dalam data Kemenhub bandara ini tercatat dengan nama Bandar Udara Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) tercatat memiliki kode ICAO WAMP dan kode IATA MWS, dengan status sebagai bandara non-kelas yang dikelola oleh pihak swasta. Pengawasan operasional bandara berada di bawah Otoritas Bandar Udara Wilayah V Makassar, dan kontak resmi bandara dapat diakses melalui email [email protected].
4. Tidak Memiliki Bea Cukai
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa Bandara IMIP tidak memiliki Bea Cukai maupun Imigrasi. Namun, Purbaya juga menyatakan bahwa bandara ini memiliki izin khusus, "Nanti kita lihat seperti apa sih ke depannya. Harusnya ada apa enggak. Kalau enggak salah mereka dapet izin khusus dulu waktu itu. Anda mestinya tanya bukan ke kita," kata Purbaya di Kantor Kemenko Perekonomian, Rabu, 26 November 2025.
5. Dikelola dengan Sistem Kerja Sama Perusahaan Asing
Dalam laman resmi milik IMIP, dijelaskan bahwa bandara tersebut dikelola secara kerjasama dari BintangDelapan Group dan perusahaan Tsingshan Steel Group dari Cina. Perusahaan tersebut bergerak di bidang nikel dan menguasai teknologi pengolahan yang maju. Pada 24 Desember 2023 sebuah tungku smelter nikel di PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS), yang merupakan salah satu anak perusahaan Tsingshan di Kawasan Industri Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah, meledak hingga memakan korban jiwa.
Polemik atas status operasional bandara ini memuncak ketika sejumlah pihak menilai bahwa Bandara IMIP beroperasi seolah-olah independen. Sorotan ini menekankan bagaimana entitas swasta dapat mengelola infrastruktur penting nasional tanpa intervensi dan supervisi yang ketat dari pemerintah pusat.

Maharani Dwi Puspita Sari
Editor
