<p>JAKARTA, TRENASIA.ID - Ketika pasar saham anjlok dan investor ramai-ramai melakukan <i>panic selling</i>, Warren Buffett justru bersikap sebaliknya, tenang, sabar, dan rasional.&nbsp;</p><p>Investor legendaris asal Omaha ini sudah berkali-kali membuktikan bahwa keberhasilan di pasar modal bukan soal siapa yang paling cepat bereaksi, tapi siapa yang paling sabar menghadapi badai.</p><p>Bagi Buffett, reaksi berlebihan adalah sumber kerugian terbesar. Ia sering mengatakan bahwa pasar saham adalah tempat “mentransfer uang dari orang yang aktif ke orang yang sabar.”&nbsp;</p><p>Ketika harga saham turun tajam, sebagian investor memilih menjual untuk menghindari kerugian lebih besar. Padahal, tindakan itu justru mengunci kerugian mereka. Buffett percaya, kesabaran dan ketenangan justru membuka peluang keuntungan saat kondisi kembali pulih.</p><p>Baca juga : <a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.id/read/abaikan-purbaya-bi-pilih-tahan-suku-bunga-4-75-persen">Abaikan Purbaya, BI Pilih Tahan Suku Bunga 4,75 Persen</a></p><h3>Serakah Saat Orang Lain Takut</h3><p>Prinsip klasik Buffett tetap relevan hingga kini, <i>“Be greedy when others are fearful, and be fearful when others are greedy.”</i> Saat mayoritas investor panik dan menjual, Buffett justru membeli saham bagus dengan harga murah.&nbsp;</p><p>Ia pernah membuktikan prinsip ini ketika menggelontorkan dana US$5 miliar ke Goldman Sachs di tengah krisis keuangan 2008. Banyak yang ragu saat itu, namun keputusan berani tersebut kemudian memberinya imbal hasil yang besar.</p><h3>Fokus pada Nilai, Bukan Harga</h3><p>Buffett melihat saham bukan sekadar angka di layar, tapi sebagai bagian dari bisnis nyata. Penurunan harga tidak otomatis berarti perusahaan itu buruk.&nbsp;</p><p>Ia menilai fundamental perusahaan melalui produk, manajemen, dan prospek jangka panjang. Filosofi ini membuatnya bertahan puluhan tahun memegang saham Coca-Cola, salah satu investasi paling sukses dalam sejarah pasar modal.</p><h3>Tak Ada yang Bisa Menebak Arah Pasar</h3><p>Spekulasi jangka pendek adalah hal yang dihindari Buffett. Ia percaya bahwa tak seorang pun bisa memprediksi ke mana pasar bergerak dalam waktu dekat.&nbsp;</p><p>Alih-alih menebak-nebak, Buffett lebih fokus pada bisnis yang memiliki <i>moat,</i> keunggulan kompetitif yang sulit disaingi. Pendekatan ini menjadikan portofolionya stabil bahkan di tengah volatilitas tinggi.</p><p>Baca juga : <a target="_blank" rel="noopener noreferrer" href="https://www.trenasia.id/read/terkoreksi-1-04-persen-ihsg-hari-ini-22-oktober-2025-ditutup-di-8-152-55-poin">Terkoreksi 1,04 Persen, IHSG Hari Ini 22 Oktober 2025 Ditutup di 8.152,55 Poin</a></p><h3>Uang Tunai Adalah Amunisi, Bukan Beban</h3><p>Bagi banyak orang, menyimpan uang tunai dianggap tidak produktif. Tapi bagi Buffett, itu adalah strategi, “Uang tunai memberi kita pilihan,” ujarnya.</p><p>Ketika pasar panik dan harga saham bagus jatuh, investor yang memiliki likuiditas justru bisa masuk dan membeli di momen terbaik. Prinsip ini sering menjadi pembeda antara mereka yang bertahan dan yang tersapu badai pasar.</p><h3>Kendalikan Emosi, Bukan Pasar</h3><p>Warren Buffett mengingatkan bahwa kunci sukses berinvestasi bukan kecerdasan ekstrem, melainkan disiplin emosional. Investor sejati bukan yang tahu segalanya, tapi yang bisa tetap rasional saat orang lain dilanda panik.&nbsp;</p><p>Dalam dunia investasi yang serba cepat dan penuh godaan, pesan Buffett terasa semakin relevan: <i>tenang, sabar, dan berpikir jangka panjang adalah strategi paling cerdas di pasar yang tidak pernah berhenti bergerak.</i></p>

GettyImages-1163170859-e1746289469227.jpg

Saat investor panik menjual saham, Warren Buffett justru membeli. Simak filosofi investasinya yang tetap relevan di tengah gejolak pasar.

Harga Emas Hari Ini

Rahasia Warren Buffett Hadapi Panic Selling di Pasar Saham