Dunia

Warren Buffett Cemooh Trump: AS Tak Bisa Menang Sendiri

  • Buffett menegaskan bahwa menjadikan perdagangan sebagai alat politik serta menerapkan proteksi berlebihan merupakan langkah keliru yang membawa risiko besar bagi masa depan Amerika.
Warren Buffett.
Warren Buffett. (Nati Harnik / AP / Shutterstock.com)

JAKARTA – Miliarder legendaris Warren Buffett kembali menyampaikan pandangan tajamnya terkait arah kebijakan ekonomi Amerika Serikat (AS), khususnya soal proteksionisme dan perdagangan internasional.

Dalam pernyataan yang dirilis bersamaan dengan laporan keuangan kuartal pertama Berkshire Hathaway tahun 2025, Buffett menegaskan bahwa menjadikan perdagangan sebagai alat politik serta menerapkan proteksi berlebihan merupakan langkah keliru yang membawa risiko besar bagi masa depan Amerika.

Pernyataan Buffett ini secara tidak langsung menjadi kritik terhadap pendekatan Presiden AS Donald Trump dan sejumlah politisi Partai Republik yang terus mendorong kebijakan “America First” melalui pembatasan impor serta penerapan tarif tinggi terhadap negara-negara mitra dagang seperti China, Meksiko, dan negara-negara Uni Eropa.

Buffett menyebut, menggunakan perdagangan sebagai senjata bukan hanya tidak produktif, tetapi juga berbahaya. Menurutnya, kebijakan semacam itu dapat merusak hubungan internasional yang selama ini menopang stabilitas dan pertumbuhan ekonomi global.

Kemakmuran Global Justru Untungkan Amerika

Buffett menolak pandangan bahwa Amerika Serikat akan lebih kuat jika mengisolasi diri dari arus perdagangan dunia. Ia justru meyakini bahwa semakin makmur negara lain, maka semakin besar pula peluang bagi AS untuk tumbuh dan menjaga keamanannya.

“Saya rasa semakin makmurnya bagian dunia lain tidak akan merugikan kita. Kita justru akan semakin makmur, merasa lebih aman, dan anak-anak kita pun akan merasakan hal yang sama suatu hari nanti,” ujar Buffett dalam pertemuan tahunan pemegang saham Berkshire Hathaway yang digelar di Nebraska, AS, seperti dikutip pada Senin, 5 Mei 2025.

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi negara lain bukanlah ancaman, melainkan peluang. Perdagangan bebas yang adil dapat menciptakan kemitraan strategis, membuka pasar baru bagi perusahaan AS, serta mendorong inovasi melalui persaingan yang sehat.

Buffett juga menilai bahwa sikap arogan dalam pergaulan global merupakan pendekatan yang keliru. Dengan populasi dunia yang mencapai lebih dari 7,5 miliar orang, AS seharusnya menjaga hubungan baik, bukan menyombongkan diri.

“Menurut saya, adalah kesalahan besar jika Anda punya 7,5 miliar orang yang tidak terlalu menyukai Anda, sementara 300 juta orang terus berkoar-koar soal betapa hebatnya mereka. Itu tidak benar, dan saya rasa itu tidak bijaksana,” ujar Buffett menambahkan.

Kinerja Keuangan dan Dampak Ketidakpastian Global

Di sisi lain, kinerja Berkshire Hathaway tak luput dari tekanan global. Pada kuartal pertama 2025, pendapatan operasional perusahaan turun 14% menjadi US$9,64 miliar. Selain itu, perusahaan mencatat kerugian selisih kurs lebih dari US$700 juta akibat volatilitas nilai tukar dan ketidakpastian global.

Manajemen Berkshire menyebut bahwa faktor-faktor eksternal seperti gejolak makroekonomi, ketegangan geopolitik, serta perubahan regulasi perdagangan yang cepat sangat memengaruhi prospek bisnis ke depan.

Peringatan Buffett menjadi relevan di tengah perdebatan panjang soal arah ekonomi AS menjelang Pemilu 2026, di mana isu proteksionisme dan nasionalisme ekonomi kembali mencuat.

Meski banyak pihak menilai kebijakan semacam itu mampu melindungi industri dalam negeri, Buffett berpendapat bahwa dampaknya justru kontraproduktif dalam jangka panjang.

Menurutnya, alih-alih mengandalkan tarif dan pembatasan impor, Amerika seharusnya fokus pada penguatan daya saing domestik melalui inovasi, pendidikan, dan kolaborasi global.

Dengan pandangan yang konsisten dan rekam jejak panjang dalam dunia bisnis, suara Buffett tidak hanya mewakili kepentingan korporasi, tetapi juga menjadi cerminan arah kebijakan ekonomi yang lebih inklusif dan berorientasi jangka panjang.