Tren Ekbis

Rokok Ilegal Serbu Pasar: Satgas Khusus Dibentuk, Apa Efeknya Buat Harga?

  • Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Djaka Budhi Utama mengatakan bakal membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan Rokok Ilegal. Pembentukan satgas diharapkan menekan potensi kebocoran penerimaan negara dari sektor cukai dan melindungi masyarakat dari peredaran barang-barang ilegal.
pengungkapan-kasus-peredaran-rokok-ilegal-lintas-provinsi-rpnfbu-prv.jpeg
pengungkapan-kasus-peredaran-rokok-ilegal-lintas-provinsi-rpnfbu-prv.jpeg (Website/Antara)

JAKARTA -  Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Djaka Budhi Utama mengatakan bakal membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan Rokok Ilegal. Pembentukan satgas diharapkan menekan potensi kebocoran penerimaan negara dari sektor cukai dan melindungi masyarakat dari peredaran barang-barang ilegal.

Berdasarkan data Kemenkeu, sepanjang tahun 2025 sampai saat  Juni 2025 jika dibandingkan tahun 2024 (Year on Year/YoY), penindakan yang dilakukan Bea Cukai terkait rokok ilegal terjadi penurunan sekitar 13,2%. 

"Namun terjadi kenaikan dari jumlah barang yang ditindak atau batang sampai saat ini 285,81 juta sehingga terjadi kenaikan 32%," katanya dalam APBN Kita Edisi Mei, Selasa, 17 Juni 2025.

Hingga pertengahan tahun ini, penindakan terhadap rokok ilegal mengalami penurunan secara jumlah kasus, namun meningkat secara kualitas. Dalam mengatasi peredaran rokok ilegal, Djaka melakukan operasi secara serentak di Indonesia. Dia berharap ke depannya upaya itu tak berhenti hingga peredaran rokok ilegal hilang.

Rokok Ilegal Naik, Kenaikan Cukai Tinggi 

Sebelumnya, lonjakan peredaran rokok ilegal kembali menjadi sorotan tajam seiring kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT). Kenaikan tarif ini dinilai mendorong harga rokok legal melambung, sehingga sebagian konsumen beralih ke produk tanpa pita cukai atau rokok ilegal.

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengungkapkan wilayahnya mengalami peningkatan signifikan dalam peredaran rokok ilegal, yang berdampak pada penurunan penerimaan negara dari sektor cukai. “Kenapa rokok ilegal marak? Karena cukai rokoknya mahal,” ujar Dedi kepada media.

Ia menilai kebijakan kenaikan tarif CHT belum efektif menekan konsumsi rokok. Dedi mendorong pemerintah pusat mengevaluasi kembali pendekatan kebijakan kenaikan tarif cukai ini.

Dari sisi akademisi, Kepala Laboratorium Ekonomi Departemen Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM), Kun Haribowo, menegaskan tingginya tarif cukai justru membuka celah bagi pasar rokok ilegal untuk tumbuh subur di masyarakat.

“Karena daya beli menyesuaikan, dengan membeli rokok dengan harga yang terjangkau. Rokok ilegal akan mengisi pasar itu,” tutur Kun kepada wartawan. Ia juga menyoroti kenaikan tarif CHT tidak serta merta menjamin peningkatan penerimaan negara. Kun menekankan perlunya reformulasi struktur tarif cukai agar lebih tepat sasaran.

 "Untuk mengoptimalkan penerimaan CHT dan mengurangi konsumsi rokok, perlu dilakukan reformulasi atau perubahan struktur tarif cukai rokok di Indonesia. Cukai rokok yang tepat harus mampu meningkatkan penerimaan negara sekaligus menurunkan jumlah perokok di Indonesia," terangnya.