Publik Teken Maklumat Usai Putusan MK: Terlalu Banyak Kebijakan Abaikan Rakyat
- Dalam pernyataan bersama yang dibingkai dalam “Maklumat Juanda 2023”, mereka menyebut reformasi kembali ke titik nol. Menurut mereka, mundurnya reformasi ditandai merosotnya demokrasi dan diperburuk fenomena politik dinasti.

Chrisna Chanis Cara
Author


JAKARTA—Sebanyak 215 tokoh masyarakat dari beragam latar belakang profesi merespons keras keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan salah satu gugatan terkat syarat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Dalam pernyataan bersama yang dibingkai dalam “Maklumat Juanda 2023”, mereka menyebut reformasi kembali ke titik nol. Menurut mereka, mundurnya reformasi ditandai merosotnya demokrasi dan diperburuk fenomena politik dinasti.
Juru Bicara Maklumat Juanda Usman Hamid mengatakan sudah terlalu banyak kebijakan pemerintah yang mengabaikan aspirasi rakyat. “Reformasi dan demokrasi yang kita tegakkan bersama dalam 25 tahun terakhir, dikhianati,” ujar Usman dalam keterangan resmi, dikutip Selasa, 17 Oktober 2023.
Informasi yang dihimpun TrenAsia, sejumlah tokoh yang menandatangani Maklumat Juanda di antaranya Todung Mulya Lubis, Goenawan Mohammad, Usman Hamid, Ulil Abshar Abdalla, Erry Riyana Hardjapamekas dan Alissa Wahid. Ada pula Butet Kertaradjasa, Faisal Basri, Hendardi, Karlina Supelli, Mas Achmad Daniri hingga Wanda Hamidah.
Maklumat menyebut kedaulatan rakyat disingkirkan, ruang publik dipersempit, oposisi menjelma aliansi kolusif, lembaga anti-korupsi dilemahkan, dan kekuatan eksekutif ditebalkan. “Yang menentukan nasib kita: kekuasaan pemimpin nasional dan para majikan partai,” demikian pernyataan maklumat yang dibacakan di Jalan Juanda, Jakarta, Senin, 17 Oktober 2023.
Mereka menyebut penguasa menyalahgunakan demokrasi melalui peraturan perundang-undangan, mulai dari Revisi UU KPK, KUHP, hingga UU Cipta Kerja. Konflik kepentingan pejabat kabinet di isu-isu tersebut dinilai sangat kuat.
- Bank Jago Jaring Nasabah Ekosistem GOTO Sebesar 35 Persen
- Ini 5 Kontroversi Warren Buffet, Orang Terkaya Keenam di Dunia
- Ada OPPO dan Samsung, Ini 7 Rekomendasi Ponsel Harga 1 hingga 2 Jutaan
Prosedur demokrasi juga disalahgunakan untuk memfasilitasi oligarki yang lama mengakar di era rezim Soeharto. Penyelesaian pelanggaran HAM berat berhenti di ranah non-yudisial, instan, dan terhalang kompromi politik jangka pendek.
Mereka menilai politik dinasti terasa kental ketika Presiden menyalahgunakan kekuasaan yang sedang dipegangnya untuk mengistimewakan keluarga sendiri. “Anak-anaknya yang minim pengalaman dan prestasi politik menikmati jabatan publik maupun fasilitas bisnis yang tak mungkin didapat tanpa status anak kepala negara/presiden yang berkuasa.”
Presiden Jokowi dinilai pun terus bermanuver untuk menentukan proses Pemilu 2024 dengan menggandeng kubu politik yang menjamin masa depan sendiri dan dinasti keluarga. “Rasa keadilan diinjak-injak. Masa depan bangsa dijadikan permainan kotor,” imbuh maklumat tersebut.
Mereka menganggap ukuran moral, tentang yang adil dan tidak adil, yang patut dan tidak patut telah hilang. Perilaku yang nista itu adalah kolusi dan nepotisme yang dirobohkan oleh gerakan reformasi, seperempat abad lalu.
“Itu sebabnya di sini kami, sejumlah warga negara dari pelbagai kalangan, bersuara. Indonesia memerlukan politik yang diabdikan untuk kedaulatan rakyat. Kami mendesak para pemimpin bangsa, terutama Kepala Negara, Presiden Jokowi, agar memberi teladan, dan bukan memberi contoh buruk memperpanjang kebiasaan membangun kekuasaan bagi keluarga,” tegas maklumat tersebut.

Chrisna Chanis Cara
Editor
