PHK Meluas, Risiko Kredit Macet Masyarakat di Fintech dan Multifinance Mengintai
- Meski tekanan ekonomi meningkat, OJK mencatat bahwa profil risiko pada sektor multifinance dan fintech lending masih dalam kondisi terjaga. Per Maret 2025, rasio kredit bermasalah (Non Performing Financing/NPF) gross industri multifinance tercatat turun menjadi 2,71%, sementara di industri fintech lending, tingkat wanprestasi di atas 90 hari (TWP90) tercatat di level 2,77%.

Idham Nur Indrajaya
Author


JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti dampak dari meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan perlambatan ekonomi terhadap sektor pembiayaan, khususnya industri multifinance dan fintech lending (Pindar). Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman, menyatakan bahwa otoritas terus memantau dinamika ini secara ketat.
“Maraknya PHK akan terus dicermati dampaknya terhadap multifinance dan Pindar. Perusahaan didorong untuk terus memperhatikan aspek kehati-hatian, memiliki manajemen risiko yang memadai, dan melakukan inovasi secara berkelanjutan untuk menekan meningkatnya risiko gagal bayar di tengah dinamika perekonomian domestik dan global,” ujar Agusman melalui jawaban tertulis, dikutip Selasa, 20 Mei 2025.
- Mengenal Anggoro Eko Cahyo: Sosok di Balik Transformasi BPJS dan Kini Pimpin BSI
- Ratusan Investor Global Serbu Obligasi PHE di Bursa Efek Singapura, Oversubcribed Tembus US$2,4 Miliar
- Kinerja Laba dan CASA Solid, Saham BBCA Diperkirakan Bisa Tembus Rp11.300
Rasio Kredit Bermasalah Multifinance dan Fintech Lending Masih Terkendali
Meski tekanan ekonomi meningkat, OJK mencatat bahwa profil risiko pada sektor multifinance dan fintech lending masih dalam kondisi terjaga. Per Maret 2025, rasio kredit bermasalah (Non Performing Financing/NPF) gross industri multifinance tercatat turun menjadi 2,71%, sementara di industri fintech lending, tingkat wanprestasi di atas 90 hari (TWP90) tercatat di level 2,77%.
OJK tetap melakukan pemantauan intensif terhadap potensi peningkatan risiko kredit. “OJK terus melakukan monitoring terhadap tingkat risiko kredit bermasalah,” tambah Agusman.
Subjudul: Pertumbuhan Pembiayaan Melambat, Ketahanan Industri Dipertanyakan
Data OJK menunjukkan bahwa piutang pembiayaan perusahaan multifinance tumbuh 5,92% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp507,02 triliun per Februari 2025. Angka ini melambat dibandingkan Januari 2025 yang tumbuh 6,04% yoy, serta jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan double digit pada 2023.
Bahkan sepanjang 2024, pertumbuhan hanya mencapai angka satu digit. Pada Desember 2024, piutang pembiayaan tercatat tumbuh 6,92% yoy menjadi Rp503,43 triliun, turun dibandingkan Desember 2023 yang tumbuh 13,23% yoy. Di November 2023, pertumbuhan masih sempat menyentuh 14,4% yoy.
Namun demikian, Agusman menyampaikan bahwa industri masih menunjukkan ketahanan. “Piutang pembiayaan multifinance tumbuh 4,6% yoy pada Maret 2025 menjadi Rp510,97 triliun, didukung oleh pembiayaan modal kerja yang tumbuh sebesar 11,07% yoy,” jelasnya.
Multifinance Belum Terdampak Secara Sistemik, tapi Perlu Waspada
Menanggapi kekhawatiran akan potensi risiko sistemik di sektor pembiayaan, Agusman menjelaskan bahwa OJK menggunakan kriteria internasional seperti ukuran (size), keterkaitan (interconnectedness), dan kompleksitas (complexity) dalam penilaian lembaga keuangan sistemik.
“Berdasarkan hal-hal tersebut, sejauh ini tidak terdapat multifinance yang dinilai berdampak sistemik,” tegas Agusman.
Namun, OJK tetap menekankan pentingnya penguatan tata kelola dan manajemen risiko agar industri dapat bertahan di tengah tekanan ekonomi global dan domestik.
OJK Terbitkan Regulasi Baru untuk Perkuat Manajemen Risiko
Dalam menghadapi tantangan tersebut, OJK telah menerbitkan POJK Nomor 42 Tahun 2024 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi PVML. Regulasi ini mengatur secara rinci kewajiban perusahaan dalam menerapkan sistem manajemen risiko yang mencakup:
- Pengawasan aktif Direksi, Dewan Komisaris, DPS, dan Pengelola;
- Kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit risiko;
- Proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko, serta sistem informasi manajemen risiko;
- Sistem pengendalian internal yang menyeluruh.
“Langkah ini bertujuan untuk meminimalisir potensi risiko kredit dan menjaga stabilitas sektor pembiayaan,” ungkap Agusman.
Diversifikasi Portofolio Jadi Strategi Hadapi Perlambatan
Untuk menjaga pertumbuhan dan mengurangi ketergantungan pada pembiayaan kendaraan bermotor baru, OJK juga mendorong perusahaan pembiayaan agar melakukan diversifikasi portofolio.
“Industri multifinance didorong untuk melakukan diversifikasi ke sektor produktif antara lain seperti alat berat, energi terbarukan, dan kendaraan listrik,” kata Agusman.
Diversifikasi ini dianggap penting guna menjaga profitabilitas dan merespons perubahan kebutuhan pasar yang semakin dinamis.
- Cilegon dan Proyek-Proyek Industri Raksasa: Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Tantangan Tata Kelola
- Viral Proyek Chandra Asri Dipalak Rp5 Triliun, Begini Respons Kadin
- Emiten Bank Perkasa, LQ45 Ditutup Menguat 21,71 ke 787,08
Fintech Lending Masih Punya Peluang Tumbuh Meski Ekonomi Melambat
Sementara itu, prospek industri fintech lending atau Pindar juga menjadi perhatian. Meskipun ekonomi Indonesia mengalami perlambatan pada kuartal I-2025, OJK menilai Pindar masih berpeluang mencatatkan pertumbuhan.
“Dampak dari perlambatan ekonomi nasional pada kuartal I terhadap industri Pindar akan terus dicermati. Namun, fleksibilitas, digitalisasi, dan fokus pada segmen underserved membuat Pindar tetap berpotensi tumbuh positif pada kuartal mendatang, khususnya dalam pembiayaan jangka pendek dan UMKM,” jelas Agusman.
Ia menambahkan, OJK akan terus mengawasi agar pertumbuhan sektor Pindar tetap berlangsung secara sehat dan berkelanjutan.

Ananda Astridianka
Editor
