Ini Alasan Kenapa FABA Tidak Masuk Kategori Limbah Bahaya dan Beracun

  • Limbah batu bara fly ash dan bottom ash (FABA) tidak tergolong dalam kategori bahan berbahaya dan beracun (B3).

<p>Presiden Joko Widodo menghapus limbah batu bara atau dikenal dengan fly ash dan bottom ash (FABA), dari kategori bahan berbahaya dan beracun (B3). Kebijakan penghapusan limbah ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.22/2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja. / Ilustrasi batu bara. Sumber: http://www.apbi-icma.org/</p>

Presiden Joko Widodo menghapus limbah batu bara atau dikenal dengan fly ash dan bottom ash (FABA), dari kategori bahan berbahaya dan beracun (B3). Kebijakan penghapusan limbah ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.22/2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja. / Ilustrasi batu bara. Sumber: http://www.apbi-icma.org/

(Istimewa)

JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan limbah batu bara fly ash dan bottom ash (FABA) tidak tergolong dalam kategori bahan berbahaya dan beracun (B3).

Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun (PSLB3) KLHK Rosa Vivien Ratnawati menuturkan pembakaran batu bara pada kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dilakukan pada temperatur tinggi. Dengan demikian, kandungan unburnt carbon di dalam FABA ini jumlahnya minimum dan lebih stabil saat disimpan.

“Sementara pada proses pembakaran batu bara di industri lain, stoker boiler atau tungku yang digunakan menggunakan temperatur rendah,” jelasnya dalam keterangan tertulis yang dikutip TrenAsia.com, Selasa, 16 Maret 2021.

Rosa menambahkan, hasil uji karakteristik terhadap FABA PLTU yang dilakukan oleh Kementerian LHK tahun lalu menunjukkan baku mutu limbah ini tidak mengandung karakter berbahaya dan beracun.

FABA diklaim tidak mudah menyala dan tidak mudah meledak. Suhu pengujiannya sendiri di atas 140 derajat Fahrenheit. Ia bilang, tidak ditemukan hasil reaktif terhadap sianida dan sulfida, serta tidak ditemukan korosif.

Selain itu, lanjutnya, hasil uji Prosedur Pelidian Karakteristik Beracun atau Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) terhadap limbah FABA dari 19 unit PLTU, memberikan simpulan bahwa parameter limbah ini memenuhi baku mutu.

Dalam uji toksikolgi Lethal Dose-50 (LD50), pihaknya mencatat nilai LD50 > 5000 mg/kg berat badan hewan uji. Begitu pula dengan Human Health Risk Assessment (HHRA), Rosa menunjukkan tidak adanya parameter yang melebihi Toxicity Reference Value (TRV) yang didefinisikan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 5 Tahun 2018.

Kelola FABA Sesuai SOP

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana juga menjelaskan FABA yang dihasilkan PLTU memiliki konsentrasi zat pencemar yang rendah.

Ia mengatakan negara lain seperti Amerika Serikat, Australia, Kanada, Eropa, Jepang, Rusia, Afrika Selatan, China, India dan Korea Selatan tidak memasukkan FABA sebagai limbah B3.

“Tidak termasuk B3, melainkan sebagai limbah padat dan specified by-product,” ungkapnya.

FABA, kata Rida, secara luas banyak dimanfaatkan sebagai material pendukung pada sektor infrastruktur, stabilisasi lahan, reklamasi pada lahan bekas tambang, dan sektor pertanian.

Kendati demikian, ia menegaskan sesuai Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, pelaku usaha PLTU wajib memenuhi ketentuan dalam mengelola FABA.

“Kami dan pelaku usaha pembangkit listrik berkomitmen untuk tetap melakukan pengelolaan FABA dengan prinsip berwawasan lingkungan, yang dibuktikan dengan penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) acuan untuk seluruh PLTU,” tuturnya.