Korporasi

Gara-Gara Harga Gas US$6: PGN Tekor, Perusahaan Keramik Ini Justru Bagi-Bagi Dividen Ratusan Miliar

  • Berbeda dengan PGN, nasib lebih baik justru dinikmati oleh PT Arwana Citra Mulia Tbk (ARNA). Kinerja perusahaan keramik yang menjadikan gas sebagai bahan baku ini justru melambung tinggi.

Pipa gas milik PT Perusahaan Gas Negara Tbk.
Pipa gas milik PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (Dok. PGN)

JAKARTA – Dampak kebijakan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam menetapkan harga gas bumi US$6 per MMBTU sejak April tahun lalu memberi dampak berbeda yang luar biasa.

Emiten pelat merah PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) sebagai penjual gas melaporkan kerugian bersih hingga US$260,15 juta atau lebih dari Rp3,8 triliun (asumsi kurs Rp14.615 per dolar Amerika Serikat).

Salah satu sumber kerugian itu adalah penetapan harga gas US$6 yang membuat perseroan dikabarkan kehilangan pendapatan lebih dari US$100 juta atau sekitar Rp1,4 triliun lebih. Nilai saham pemerintah di PGN selama tiga bulan terakhir juga susut hingga Rp7,38 triliun.

Berbeda dengan PGN, nasib lebih baik justru dinikmati oleh PT Arwana Citra Mulia Tbk (ARNA). Kinerja perusahaan keramik yang menjadikan gas sebagai bahan baku ini justru melambung tinggi.

Laporan keuangan kuartal I-2021 ARNA yang dipublikasikan melalui laman Bursa Efek Indonesia (BEI), mencatat pendapatan bersih perseroan melonjak 13,19% menjadi Rp668,38 miliar dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2020 sebesar Rp583,61 miliar.

Lonjakan pendapatan itu membuat laba bersih ARNA yang dapat diatribusikan kepada entitas induk melesat 80,10% menjadi Rp118,32 miliar. Jauh di atas laba bersih periode sama 2020 yang hanya Rp65,69 miliar.

Salah satu pemicu kenaikan laba ini adalah beban bahan baku yang bisa ditekan minus 4,46% menjadi Rp121,52 miliar. ARNA mencatat biaya pembelian gas bumi sebagai bahan baku utama sebesar US$2,07 juta sekitar Rp30,27 miliar atau naik 24,62% daripada kuartal-I 2020 senilai US$1,72 juta atau sebesar Rp24,29 miliar.

Bagi-Bagi Dividen
Manajemen emiten keramik PT Arwana Citramulia Tbk (ARNA) / Dok. Perseroan

Dengan keuntungan yang melambung tinggi dan kas setara setara kas yang besar, mencapai Rp570,66 miliar di triwulan pertama tahun ini, manajemen ARNA melaporkan telah membagikan dividen kas senilai Rp220,24 miliar atau Rp30 per saham. Dividen kas itu diputuskan pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan Perseroan pada 8 Maret 2021 dan dibayarkan pada 5 April 2021.

Selain menikmati cuan besar dari dividen, pundi-pundi investor ARNA makin menebal berkat kenaikan harga sahamnya di pasar modal. Berkat sentimen kebijakan harga gas US$6 yang dilansir Menteri ESDM, harga saham ARNA terbang tinggi. Selama setahun terakhir, saham berkode ARNA ini melonjak 101% dari Rp378 per saham menjadi Rp760 per saham.

Tak ayal kenaikan harga saham ARNA ini membuat pundi-pundi investor besarnya kian membesar. Contohnya, Tendean Rustandy yang menguasai 37,76% saham sebanyak 2.740.000.000 lembar saham.

Dengan kenaikan harga ARNA, dalam setahun nilai saham Rustandy melonjak dari semula Rp1,03 triliun menjadi Rp2,08 triliun. Ketika dividen dibagikan 5 April lalu, Rustandy mengantongi fulus sebesar Rp82,2 miliar.

Lalu bagaimana nasib investor PGN? Selain berpotensi tidak menikmati dividen, kerugian besar yang dialami PGN tersebut membuat harga saham emiten ini terjun bebas.

Sejak awal tahun ini saja harga saham berkode PGAS yang sempat naik ke level harga Rp1.810 per saham pada 14 Januari lalu, pada perdagangan 21 April susut 30,9%.

Penurunan harga saham ini membuat kekayaan negara yang tercermin dari kepemilikan saham pemerintah, melalui PT Pertamina (Persero) sebanyak 13,8 miliar saham di PGN, terbakar hingga Rp7,38 triliun dari semula Rp24,99 triliun pada 14 Januari 2021 menjadi Rp17,61 triliun pada 21 April 2021.

“Masuk akal jika kerugian PGN akibat harga gas US$6 bisa mencapai US$100 juta. Karena mayoritas pengguna gas PGN adalah penerima manfaat harga gas US$6 itu,” papar Analis Finvesol Consulting, Fendy Susianto beberapa waktu lalu.

“Sementara pemerintah tidak memberikan insentif ataupun subsidi sesuai yang diamanatkan dalam regulasi. Situasi ini sangat merugikan PGN, termasuk investornya di pasar modal,” tegasnya. (SKO)