Tren Pasar

Bersiap Panen 2026, Emiten Ramai Galang Dana Triliunan Lewat Rights Issue

  • Jelang akhir 2025, emiten ramai menggelar rights issue didorong tren penurunan suku bunga. INET membidik dana Rp3,2 triliun, sementara GMFI melakukan inbreng aset senilai Rp5,6 triliun.
Aktifitas Bursa Saham - Panji 4.jpg
Pekerja berjalan di depan layar yang menampilkan pergerakan saham di Mail Hall Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta 17 Oktober 2023. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia (trenasia.com)

JAKARTA, TRENASIA.ID – Menjelang tutup tahun 2025, pasar modal Indonesia kembali diramaikan oleh gelombang aksi korporasi rights issue. Tren penambahan modal ini mencuat signifikan di kuartal keempat, setelah aktivitas penggalangan dana melalui skema HMETD tersebut sempat tercatat sepi dan melandai sepanjang semester pertama tahun ini.

Data Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat total nilai fundraising melalui rights issue baru mencapai Rp16,63 triliun hingga awal November 2025. Angka ini masih jauh di bawah capaian tahun 2024, namun lonjakan aktivitas emiten di kuartal keempat mengindikasikan adanya perubahan sentimen pasar yang positif.

Analis menilai fenomena ini didorong oleh kombinasi membaiknya kondisi makroekonomi dan tren penurunan suku bunga. Berikut adalah bedah tuntas aksi rights issue yang sedang dan akan berlangsung, serta analisis mengenai faktor pendorong di balik maraknya penggalangan dana ini di penghujung tahun.

1. Katalis Utama: Suku Bunga Turun

Tren penurunan suku bunga global dan domestik menjadi pemicu utama ramainya aksi ini. Kebijakan moneter yang mulai longgar membuat biaya modal turun, menjadikan rights issue opsi pendanaan yang menarik. "Emiten lebih berani mengeksekusi ekspansi dan memilih rights issue sebagai opsi pendanaan yang relatif lebih murah," ujar Sukarno Alatas, Senior Equity Analyst Kiwoom Sekuritas.

Potensi pemulihan ekonomi tahun depan juga membuat banyak emiten mengambil langkah antisipatif. Perusahaan berupaya mengamankan modal lebih awal guna mengurangi tekanan leverage saat permintaan pulih nanti. "Tren suku bunga global atau domestik yang menurun menjadikan rights issue semakin menarik," tambah Sukarno.

2. INET: Rights Issue Jumbo Rp3,2 Triliun

Salah satu aksi terbesar datang dari PT Sinergi Inti Andalan Prima Tbk (INET). Emiten teknologi ini menggelar rights issue jumbo dengan target dana maksimal Rp3,2 triliun. INET berencana menerbitkan hingga 12,8 miliar saham baru dengan harga pelaksanaan Rp250 per lembar saham.

Investor perlu mencermati jadwal aksi korporasi ini dengan teliti. Tanggal terakhir perdagangan saham dengan HMETD (cum-right) di pasar reguler jatuh pada hari ini, Selasa, 25 November 2025. Momentum ini krusial bagi investor yang ingin berpartisipasi atau menghindari risiko dilusi kepemilikan saham.

3. GMFI: Suntikan Aset Lahan Rp5,6 Triliun

Anak usaha Garuda Indonesia, PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMFI), juga telah mengantongi restu pemegang saham. GMFI akan menerbitkan 90,05 miliar saham baru Seri B. Aksi ini melibatkan penyetoran aset non-tunai (inbreng) berupa lahan bandara senilai Rp5,6 triliun dari Angkasa Pura.

Tanggal efektif pernyataan pendaftaran HMETD GMFI diperkirakan jatuh pada 8 Desember 2025. Periode pelaksanaan HMETD dijadwalkan pada 22 Desember 2025 hingga 6 Januari 2026. Langkah ini bertujuan memperkuat struktur permodalan perusahaan melalui optimalisasi aset lahan di kawasan Bandara Soekarno-Hatta.

4. Deretan Emiten Lain dalam Pipeline

Selain itu, PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) merancang rights issue jumbo maksimal Rp16,7 triliun. Emiten lain seperti RISE, CBRE, TECH, dan PEGE juga dijadwalkan menggelar RUPSLB pada Desember 2025 untuk meminta restu pemegang saham guna memuluskan rencana ekspansi.

Aksi korporasi ini dirancang untuk memperkuat struktur permodalan masing-masing emiten. Dengan dukungan dana segar dari pasar modal, perusahaan-perusahaan ini berharap dapat membiayai proyek strategis dan membayar kewajiban keuangan, sehingga fundamental bisnis menjadi lebih kokoh menghadapi tantangan ekonomi di masa depan.

5. Optimisme Menatap Ekonomi 2026

Maraknya aksi korporasi ini menunjukkan optimisme emiten menatap 2026. Penurunan BI Rate total 150 basis poin memberikan ruang bagi emiten untuk mengamankan modal lebih awal. "Hal ini yang membuat para emiten bersiap untuk memasuki fase ekspansi," ujar Maximilianus Nicodemus, Associate Director Pilarmas Investindo.

Semua opsi pendanaan termasuk rights issue menjadi pilihan strategis yang rasional. Langkah ini disesuaikan dengan keadaan keuangan dan strategi masing-masing perusahaan untuk menangkap peluang pertumbuhan. "Pelaku pasar dan investor memiliki banyak pilihan," pungkas Nicodemus dalam risetnya.