Fintech

3 Aturan Baru Fintech Lending untuk Lindungi Lender: Agunan, Batas Bunga, dan Rapat Pemberi Dana

  • Salah satu perubahan krusial dalam RSEOJK adalah kewajiban penyelenggara fintech lending untuk meminta agunan dalam pembiayaan senilai lebih dari Rp2 miliar. Ketentuan ini merupakan langkah preventif yang diambil OJK guna menekan risiko gagal bayar, terutama untuk pembiayaan bernilai besar.
Ilustrasi Fintech Peer to Peer (P2P) Lending alias kredit online atau pinjaman online (pinjol) yang resmi dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bukan ilegal. Ilustrator: Deva Satria/TrenAsia
Ilustrasi Fintech Peer to Peer (P2P) Lending alias kredit online atau pinjaman online (pinjol) yang resmi dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bukan ilegal. Ilustrator: Deva Satria/TrenAsia (Trenasia.com)

JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkenalkan sejumlah aturan baru dalam Rancangan Surat Edaran OJK (RSEOJK) terkait penyelenggaraan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi atau fintech lending. Aturan-aturan baru ini diharapkan dapat memperkuat perlindungan bagi pemberi dana serta menjaga keberlanjutan industri fintech P2P lending di tengah potensi risiko gagal bayar yang kian meningkat.

Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, menjelaskan secara rinci tujuan dan dampak dari sejumlah perubahan penting dalam regulasi tersebut.

Wajib Agunan untuk Pembiayaan di Atas Rp2 Miliar

Salah satu perubahan krusial dalam RSEOJK adalah kewajiban penyelenggara fintech lending untuk meminta agunan dalam pembiayaan senilai lebih dari Rp2 miliar. Ketentuan ini merupakan langkah preventif yang diambil OJK guna menekan risiko gagal bayar, terutama untuk pembiayaan bernilai besar.

“Penerapan agunan dalam pembiayaan ini bertujuan untuk memperkuat mitigasi risiko kredit, sebagai salah satu bentuk antisipasi terhadap potensi risiko gagal bayar (default),” jelas Agusman melalui jawaban tertulis, dikutip Rabu, 23 April 2025.

Lebih lanjut, ia menyebut bahwa agunan tersebut menjadi instrumen penting bagi penyelenggara untuk melakukan recovery jika penerima dana (borrower) wanprestasi atau gagal membayar. “Ini juga menjadi bentuk perlindungan terhadap pemberi dana (lender) serta menjaga keberlanjutan bisnis penyelenggara,” tambahnya.

Baca Juga: Tidak Fokus Genjot Penyaluran Kredit, AdaKami Lebih Pilih Strategi Ini untuk Keberlanjutan BIsnis

Bunga 0,275% per Hari untuk Pendanaan Ultra Mikro

Dalam upaya mendorong pembiayaan ke sektor produktif, OJK juga menetapkan batas maksimum manfaat ekonomi (bunga) untuk pendanaan sektor mikro dan ultra mikro sebesar 0,275% per hari. Aturan ini hanya berlaku untuk pendanaan dengan nilai maksimal Rp50 juta dan tenor hingga 6 bulan.

Menurut Agusman, pembatasan ini dirancang agar penyelenggara tetap dapat melakukan pengelolaan risiko yang efektif, tanpa membebani pelaku usaha kecil.

“Pembatasan pendanaan sebesar Rp50 juta bertujuan untuk mendorong penyaluran pendanaan ke sektor produktif, sekaligus mengendalikan risiko kredit bermasalah,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa OJK ingin memastikan agar kualitas pembiayaan di industri fintech lending atau Pindar (pinjaman daring) tetap terjaga dengan baik dan tidak menimbulkan efek domino jika terjadi lonjakan gagal bayar.

Rapat Umum Pemberi Dana (RUPD): Wadah Aspirasi Lender

Untuk pertama kalinya, OJK juga mengatur kewajiban penyelenggara fintech lending untuk menyelenggarakan Rapat Umum Pemberi Dana (RUPD). Forum ini akan menjadi wadah resmi bagi pemberi dana, baik individu maupun institusi, untuk menyampaikan aspirasi dan masukan terhadap kinerja penyelenggara.

“RUPD bertujuan untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan pelindungan pemberi dana dalam ekosistem Pindar,” kata Agusman.

Dalam RUPD, lender dapat memantau kinerja penyelenggara, membahas isu strategis, termasuk penanganan gagal bayar, serta memberikan rekomendasi. Meskipun keputusan akhir tetap berada di tangan penyelenggara, masukan dari RUPD dapat menjadi bahan pertimbangan penting dalam merumuskan kebijakan dan strategi perusahaan.