Pasar Modal

Terjerat Sanksi, Rusia Siap Perang Minyak dengan AS

  • Minyak mentah Rusia menadi salah satu produk yang diembargo oleh AS dan Negara G7 lainnya setelah invasi dilakukan Negeri Beruang Merah ke Ukraina.
putin biden.jpg
Presiden Rusia Vladimir Putin (kiri) dan Presiden Amerika Joe Biden. (NPR)

MOSCOW - Minyak mentah Rusia menadi salah satu produk yang diembargo oleh AS dan Negara G7 lainnya setelah invasi dilakukan Negeri Beruang Merah ke Ukraina.

Namun, tak seperti Venezuela yang tak berkutik ketika dijatuhi sanksi oleh AS, Rusia malah melancarkan serangan balik.

Mengutip Insider pada Rabu, 7 September 2022,  Menteri Energi Rusia, Nikolai Shulginov, negaranya akan mengekspor lebih banyak minyak mentah ke sejumlah negara Asia sebagai balasan sanksi yang dijatuhkan.

Sulginov bahkan memperingatkan bahwa upaya Barat untuk membatasi harga yang dibayarkan untuk ekspor minyak Rusialah yang jadi penyebab utama keresahan pasar energi.

"Setiap tindakan untuk mengenakan batas harga akan menyebabkan defisit di pasar negara-negara pemrakarsa sendiri dan akan meningkatkan volatilitas harga," kata Shulginov seperti dikutip TrenAsia.com.

Sebelumnya,Menteri keuangan G7 pada hari Jumat mendukung rencana Barat untuk membatasi harga minyak Rusia. Langkah ini dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi pendapatan energi Moskow sehingga pada akhirnya Rusia tak mampu mendanai mesin perang Presiden Vladimir Putin.

Saat ini, Rusia dilaporkan meraup pendapatan yang besar untuk ekspor minyaknya meski sanksi telah dijatuhkan. 

Keuntungan bisa diraup berkat sejumlah pembeli di Asia yang memanfaatkan momen harga diskon minyak untuk memborong komoditas itu dalam jumlah besar.

Seperti diketahui,  Pada bulan Juni, China dan India menyumbang sekitar 50% ekspor minyak dari Rusia.  Karenanya nilai ekspor minyak Rusia diperkirakan akan mencapai US$285 miliar pada tahun 2022. 

Ancam tak akan kirim minyak ke sekutu barat

Meski sanksi telah dijatuhkan, sejumlah perusahaan di negara Eropa masih menerima pasokan minyak mentah dari Rusia.

Berdasarkan data Bloomberg, Eropa dilaporkan masih mengimpor 1 juta barel minyak mentah per hari. Ini merupakan upaya Eropa untuk mengamankan pasokan sebelum sanksi terhadap Moskow meski hanya berlaku hanya dalam tiga bulan dan sebelum musim dingin dimulai.

Sebelum sanksi dijatuhkan, Rusia tidak akan menjual minyak dan produk turunannya pada negar yang sejalan dengan rencana yang dipimpin AS. 

Atas ultimatum yang dilayangkan, beberapa negara Barat telah mendesak India, yang telah meningkatkan impor minyak Rusia, untuk ikut serta. Dengan begitu, anggota G7 percaya langkah ini bisa menghentikan penyuling, pedagang, dan pemberi dana untuk menangani minyak Rusia kecuali jika diperdagangan di bawah harga pasar.

Keputusan G7 menjatuhkan sanksi pada minyak Rusia mendapat sejumlah pertentangan dari analis paaar minyak dan ekonom.

Mereka memperingatkan  rencana tersebut dapat mengirim harga minyak mentah melonjak jika Rusia memutuskan untuk memangkas produksi minyaknya sebagai pembalasan.

Sekadar informasi, Harga minyak melonjak melewati US$120 per barel setelah Rusia menginvasi Ukraina.  Adanya kekhawatiran tentang pasokan global serta dan efek domino dari pasokan minyaj  mendorong inflasi melonjak di seluruh dunia. 

Kekhawatiran itu terus meningkat ketika AS memberlakukan embargo terhadap impor energi Rusia dan UE menyetujui larangan secara bertahap.

Tapi dalam beberapa pekan terakhir, harga minyak cenderung turun karena investor semakin khawatir resesi dapat membebani permintaan. Minyak mentah berjangka Brent yang sudah menjadi  patokan global dilaporkan turun 2,7% ke angka US $93,14 per barel pada penutupan Selasa, 6 September 2022. Sementara minyak mentah berjangka WTI yang jadi , patokan AS, turun 0,23% pada Jumat, 2 September 2022 menjadi US$86,68 Per barel.