Saham BBCA Rebound, Mampukah Tembus Target Rp12.100?
- Likuiditas Rp433 triliun jadi senjata BBCA, saham mulai bangkit. Tapi kenapa manajemen cuek dengan buyback saat harga masih tertekan?

Alvin Bagaskara
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) akhirnya menunjukkan tanda-tanda kebangkitan. Setelah sempat tertekan, saham bank swasta terbesar di Indonesia ini kembali diminati investor, ditutup menguat 0,96% ke level Rp7.925 pada perdagangan Jumat, 12 September 2025.
Reli ini didukung oleh rilis kinerja semester I-2025 yang sangat solid, di mana laba bersih perusahaan tumbuh 8%menjadi Rp29 triliun. Namun, di tengah sentimen positif ini, manajemen BBCA justru mengambil langkah yang mengejutkan: mereka menegaskan belum memiliki rencana untuk kembali melakukan aksi buyback saham.
Fenomena ini tentu memicu pertanyaan besar: kenapa di saat para analis kompak merekomendasikan Beli dengan target harga selangit, orang dalam justru memilih lepas tangan? Mari kita bedah tuntas rahasia di balik strategi BBCA.
1. Mesin Bisnis yang Selalu Lampaui Target
Salah satu rahasia utama kekuatan BBCA adalah model bisnisnya yang sangat hati-hati dan konservatif. BCA dikenal selalu memasang target yang realistis, namun pada akhirnya seringkali berhasil melampauinya. “BCA sering kali mencapai target dari sisi penyaluran kredit hingga bottom line,” ungkap analis Trimegah Sekuritas, Jonathan Gunawan dalam risetnya dikutip pada Senin, 15 September 2025.
Contoh paling nyata adalah pada penyaluran kredit. Manajemen hanya menargetkan pertumbuhan 6-8% untuk tahun 2025. Kenyataannya, hingga semester pertama saja, pertumbuhan kredit BBCA sudah melesat 12,9%, didorong oleh segmen korporasi dan komersial. “Target pertumbuhan kredit BBCA tahun ini kemungkinan besar tercapai, bahkan bisa terlampaui,” ucapnya.
Pertumbuhan kredit Usaha Kecil Menengah (UKM) yang jauh di atas rata-rata industri juga menunjukkan kemampuan bank ini untuk mencuri pangsa pasar. “Price kredit SME BCA cukup kompetitif sehingga market share di SME bisa tumbuh di antara industri perbankan," tambah Jonathan.
2. Harta Karun Likuiditas dan Dana Murah
Harta karun sesungguhnya di balik kekuatan BBCA adalah likuiditasnya yang luar biasa melimpah. Total cadangan sekunder dan surat berharga yang dimiliki BBCA mencapai Rp433 triliun, atau setara dengan 29% dari total asetnya.
Fondasi utamanya adalah dana murah atau CASA yang mencapai Rp982 triliun, dengan rasio 82,5% terhadap total simpanan nasabah. Ini adalah angka yang sangat fantastis dan menjadi keunggulan kompetitif yang tidak dimiliki bank lain.
Kondisi ini membuat perseroan tidak perlu terlibat dalam kompetisi bunga deposito yang ketat. “Likuiditas BBCA sangat ample... Likuiditas ini juga lebih dari cukup untuk mendukung ekspansi kredit,” ujar Jonathan.
3. Rapor Kinerja Semester I yang Solid
Sepanjang semester I-2025, BCA berhasil mencatatkan laba bersih Rp29 triliun, tumbuh 8% secara tahunan. Kinerja ini didukung oleh pendapatan bunga bersih yang naik 7% dan pendapatan non-bunga yang melonjak 10,6%.
Rasio kredit bermasalah (NPL) tetap terjaga di level sehat 2,2% dengan rasio pencadangan yang sangat tebal di angka 167%. Kondisi ekonomi makro yang diprediksi membaik pada paruh kedua tahun ini akan mendorong peningkatan kualitas kredit.
Peningkatan kualitas kredit akan membuka ruang bagi perusahaan untuk mengurangi pencadangan. “Hal ini sesuai dengan pernyataan manajemen yang menyatakan pencadangan akan dijaga pada level cukup," ujarnya.
4. Pandangan Analis: Kompak Beli dengan Target Selangit
Melihat fundamental yang sangat kokoh ini, para analis pun kompak memberikan pandangan super bullish. CLSA Sekuritas mempertahankan rekomendasi Outperform (setara Beli) dengan target harga yang sangat tinggi, yaitu di level Rp12.100.
Analis CLSA menilai BBCA memiliki rekam jejak yang sangat kuat dalam hal pendanaan dan manajemen risiko yang hati-hati. Perseroan dinilai memiliki standar pengucuran kredit yang solid untuk mengelola risiko tanpa mengorbankan pertumbuhan. “BBCA kini menjadi bank bereputasi terbaik dalam hal transaksi,” tulis riset CLSA.
Fundamental yang kuat ini, menurut CLSA, menjadi justifikasi bagi valuasi premium saham BBCA. Rasio kecukupan modal yang mencapai 28,4% juga membuka jalan bagi pembagian dividen yang besar di masa depan.
5. Apa Artinya Ini Bagi Investor?
Bagi investor, keputusan manajemen untuk tidak melakukan buyback di tengah harga yang tertekan adalah sebuah sinyal kepercayaan diri tingkat tinggi. Manajemen seolah ingin mengatakan bahwa fundamental perusahaan cukup kuat untuk menopang harga sahamnya secara alami.
Ini adalah pertarungan antara keyakinan orang dalam melawan ekspektasi pasar. Di satu sisi, manajemen percaya pada kekuatan organik bisnisnya. Di sisi lain, para analis melihat buyback sebagai katalis yang bisa mempercepat pemulihan harga saham.
Pada akhirnya, investor dihadapkan pada sebuah pilihan. Apakah Anda lebih percaya pada sinyal lepas tangan dari manajemen yang sangat yakin dengan fundamentalnya, atau justru melihat ini sebagai momentum buy on weaknessseperti yang disiratkan oleh para analis?

Alvin Bagaskara
Editor
