Peta Penguasaan Lahan Sawit Sumatra: Siapa Raja Sawit Sesungguhnya?
- Data terbaru mengungkap peta penguasaan lahan sawit di Sumatra yang sangat terkonsentrasi. Konglomerasi seperti Wilmar, Sinar Mas, dan RGE menguasai ratusan ribu hektare lahan, mencerminkan besarnya skala agribisnis di Pulau Andalas.

Alvin Bagaskara
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Pulau Sumatra masih menjadi sentra utama perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Namun, penguasaan lahan emas hijau ini terkonsentrasi pada segelintir konglomerasi raksasa dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang kini menjadi sorotan utama.
Kontrol lahan yang terpusat ini berimplikasi besar terhadap ambisi nasional. Pemerintah sedang memacu program Bioenergi B50 yang membutuhkan pasokan CPO, menuntut konsorsium besar ini untuk mengamankan tambahan lahan baru dalam waktu dekat.
Data ini menunjukkan peta penguasaan lahan sawit para "raja sawit" di Pulau Andalas. Analisis ini menjadi penting di tengah isu lingkungan dan sosial yang berkelanjutan terkait praktik agribisnis skala masif dan potensi kerusakan ekosistem hulu DAS.
1. Dominasi Wilmar dan RGE (Grup Asia Pasifik)
Wilmar International memimpin peta penguasaan lahan dengan total 152.190 hektare di Indonesia. Grup yang didirikan Martua Sitorus dan Kuok Khoon Hong (Socfin) ini diklaim sebagai pemain sawit terbesar, serta memiliki jejak signifikan di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.
Grup Royal Golden Eagle (RGE) milik taipan Sukanto Tanoto menyusul ketat. Melalui anak usahanya, Asian Agri, RGE mengelola 30 perkebunan dengan total luas mencapai 100.000 hektare. Aset mereka tersebar di Sumatra Utara, Riau, dan Jambi.
2. Empat Raksasa Nasional (Sinar Mas & Astra)
Sinar Mas Group milik Keluarga Widjaja mengelola 137.000 hektare lahan sawit secara nasional melalui PT Smart Tbk. Di Sumatra, aset mereka terkonsentrasi di Kabupaten Labuhanbatu Utara, Sumatra Utara, menjadi salah satu grup raksasa sawit yang beroperasi di wilayah tersebut.
Astra Group, melalui PT Astra Agro Lestari Tbk, menguasai 104.376 hektare kebun sawit di Pulau Sumatra. Konsentrasi aset utama Astra ini berada di wilayah Banda Aceh. Sementara itu, Salim Group (Indofood) memegang kendali lewat PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (Lonsum).
3. Salim Group dan Peran Sentral BUMN
Salim Group melalui Lonsum mencatatkan kepemilikan 91.152 hektare perkebunan sawit yang mayoritas berfokus di Sumatra Utara. Total aset Salim Group ini melengkapi daftar dominasi konglomerasi swasta terbesar di Indonesia.
Di sektor pelat merah, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) memegang peranan vital. BUMN ini menguasai puluhan ribu hektare lahan yang membentang di Asahan, Labuhan Batu, Simalungun, hingga Deli Serdang, Sumatra Utara. Tercatat PTPN memiliki 7.506 hektare lahan di Cot Girek, Aceh Utara saja.
4. Pemain Kunci Regional (Sumatra Barat)
Selain raksasa nasional, penguasaan lahan juga terlihat terkonsentrasi di tingkat regional. Bakrie Group lewat Sumatera Plantations memiliki aset seluas 18.104 hektare di Sumatra Utara dan 10.906 hektare di Sumatra Barat.
Di Sumatra Barat, nama Incasi Raya milik Sumadi Gunawan muncul sebagai pemain kunci dengan lahan seluas 12.260 hektare. Selain itu, Anam Koto Group (Chandra Wijaya) tercatat menguasai ribuan hektare lahan di Kabupaten Pasaman Barat, menegaskan konsentrasi kepemilikan yang terstruktur.
5. Implikasi Konsentrasi Lahan terhadap Kebijakan B50
Data ini menegaskan posisi Sumatra sebagai lumbung CPO nasional yang dikendalikan oleh kombinasi korporasi swasta besar dan perusahaan negara. Kontrol ini memiliki implikasi besar terhadap kebijakan lingkungan, terutama terkait isu deforestasi.
Penguasaan lahan sawit yang terpusat ini menyoroti tantangan pengawasan. Tanpa perlindungan ketat kawasan bernilai ekologis tinggi, ambisi B50 berisiko dibayar mahal dengan konflik lahan dan bencana ekologis yang semakin destruktif di masa depan.

Alvin Bagaskara
Editor
