Memahami Strategi Investasi Warren Buffett ketika Lepas Saham Apple
- Berkshire Hathaway menjual lebih dari 515 juta lembar saham Apple. Meski investasi Buffett di Apple jadi yang paling sukses, alasan strategi kas dan pajak membuatnya melepas kepemilikan besar.

Muhammad Imam Hatami
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID - Warren Buffett sempat menjadi sorotan setelah Berkshire Hathaway, perusahaan investasinya, melepas sebagian besar saham Apple. Padahal, Apple selama ini menjadi investasi paling menguntungkan sepanjang karier sang “Oracle of Omaha”.
Berkshire Hathaway pertama kali masuk ke Apple pada awal 2016 dengan membeli saham senilai US$1 miliar atau sekitar Rp16,6 triliun. Investasi itu terus ditambah hingga mencapai sekitar US$39-40 miliar, setara dengan Rp647,4 triliun hingga Rp664 triliun.
Hasilnya luar biasa. Pada akhir 2023 nilai kepemilikan Buffett di Apple melonjak menjadi lebih dari US$150 miliar, yang jika dikonversi setara dengan Rp2.490 triliun. Keputusan tersebut terbukti bersejarah, karena menjadikan Apple sebagai investasi paling sukses dalam portofolio Buffett.
Meski dikenal enggan menyentuh saham teknologi, Buffett melihat Apple bukan sekadar perusahaan teknologi, melainkan sebuah brand konsumen dengan loyalitas tinggi dan kekuatan harga yang kokoh. Prinsip investasinya yang menekankan pada esensi bisnis terbukti relevan, bahkan di tengah gejolak pasar global.
Baca juga : IHSG Tertekan, Cek Peluang Saham JPFA, CPIN, ULTJ, BSDE, TAPG
Lepas Saham Apple
Namun, pada tahun 2023 hingga 2024, Berkshire menjual sekitar 56% saham Apple atau lebih dari 515 juta lembar saham. Keputusan itu menimbulkan tanda tanya, mengingat potensi keuntungan Apple masih besar.
Buffett menyebut alasan utamanya adalah strategi keuangan. Berkshire ingin mengumpulkan kas besar untuk menghadapi ketidakpastian pasar. Selain itu, penjualan tersebut juga dilandasi pertimbangan pajak, karena keuntungan luar biasa dari Apple memicu kewajiban pajak yang signifikan.
Buffett menegaskan pihaknya tidak keberatan membayar pajak besar. Dengan tarif federal 21% atas keuntungan Apple, ia justru menyebut hal itu sebagai kontribusi wajar bagi perusahaan besar yang diuntungkan oleh sistem ekonomi Amerika Serikat. Bahkan, ia sempat menyindir, jika ada 800 perusahaan lain melakukan hal serupa, maka warga AS tak perlu lagi membayar pajak penghasilan.
Baca juga : 7 Negara dengan Sistem Kerja 4 Hari, Produktivitas dan Kesejahteraan Pekerja Naik
“Kami tidak keberatan membayar pajak di Berkshire, dan kami membayar tarif federal 21% atas keuntungan yang kami ambil dari Apple," ujar Buffet dilansir Reuters, Jumat, 26 September 2025.
Keputusan Buffett ini sekaligus menunjukkan prinsip lain yang selalu ia pegang: mengetahui kapan saat tepat untuk mengurangi kepemilikan, meski sebuah investasi masih menghasilkan keuntungan. Bagi Buffett, disiplin menjaga kas dan bertindak realistis di tengah turbulensi lebih penting daripada sekadar mempertahankan kejayaan sebuah saham.

Chrisna Chanis Cara
Editor
