Kaleidoskop Bursa 2025: IHSG Terbang, Saham Bank Tumbang
- IHSG catatkan kinerja gemilang naik 1.374 poin sepanjang 2025. Meski indeks terbang, saham blue chip perbankan dan energi malah jadi pemberat utama.

Alvin Bagaskara
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan kinerja gemilang dalam catatan Kaleidoskop 2025. Hingga perdagangan tanggal 24 Desember indeks acuan ini melesat naik 19,19% atau 1.374 poin. Angka pertumbuhan fantastis ini jauh melampaui rata-rata kenaikan tahunan wajar pasar saham domestik.
Pergerakan pasar tahun ini membentuk pola pemulihan V-shape yang sangat solid pasca koreksi dalam. Indeks sempat menyentuh level terendah 5.882 pada periode Maret hingga Mei sebelum akhirnya bangkit. Momentum reboundkonsisten terjadi sejak pertengahan tahun hingga pekan terakhir Desember ini.
Namun anomali menarik terjadi pada sektor perbankan di tengah pesta kenaikan indeks saham tersebut. Sejumlah saham bank berkapitalisasi besar justru mencatatkan kinerja negatif dan menjadi pemberat laju indeks. Fenomena ini membuktikan reli kencang IHSG tidak ditopang oleh saham blue chip.
1. Anomali Saham Perbankan
Tahun 2025 mencatatkan sejarah kelam bagi pergerakan saham sektor perbankan nasional di lantai bursa. Saham bank yang biasanya menjadi motor penggerak indeks kini berbalik menjadi beban utama. Tiga emiten bank raksasa masuk dalam daftar sepuluh saham pemberat kinerja indeks bursa.
PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) memimpin daftar penurunan dengan koreksi harga tajam. Harga saham bank swasta terbesar ini anjlok 13,94% sepanjang tahun berjalan 2025. Penurunan harga ini memberikan tekanan bobot negatif terbesar terhadap IHSG yakni 5,35%.
Dua bank pelat merah lainnya yakni BMRI dan BBRI juga kompak memerah tahun ini. BMRI membebani indeks sebesar 1,36% sedangkan BBRI berkontribusi negatif sebesar 0,91% tahun ini. Total kontribusi ketiga bank tersebut menekan laju IHSG sebesar 7,62% secara akumulatif.
2. Koreksi Tajam Energi
Sektor energi dan mineral turut menyumbang nama besar dalam daftar saham pemberat indeks. PT Bayan Resources Tbk (BYAN) mencatatkan penurunan harga saham signifikan sebesar 21,08%. Pelemahan emiten batu bara milik konglomerat Low Tuck Kwong ini membebani indeks 71,70 poin.
Koreksi lebih dalam dialami oleh saham tambang PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN). Emiten berkode AMMN ini terkoreksi sebesar 25,07% akibat volatilitas harga komoditas global. Penurunan tersebut berdampak pada pengurangan poin indeks sebesar 68,90 poin sepanjang tahun berjalan.
Kinerja saham komoditas tahun 2025 sangat dipengaruhi oleh ketidakpastian pasar internasional dunia. Penurunan permintaan dari negara mitra dagang utama turut menekan valuasi emiten pertambangan. Investor cenderung menghindari saham siklikal yang sangat bergantung pada fluktuasi harga energi dunia.
3. Tekanan Sektor Ritel
Tekanan jual masif juga melanda saham sektor ritel dan barang konsumsi primer domestik. PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) mencatat koreksi harga paling dalam yakni 30,50%. Penurunan kinerja saham pengelola minimarket ini memangkas poin IHSG sebanyak 37,93 poin.
PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) tidak luput dari tren pelemahan harga. Saham produsen makanan kemasan ini terkoreksi 25,72% sepanjang tahun perdagangan 2025 berjalan. Sentimen daya beli masyarakat yang melemah menjadi salah satu pemicu penurunan valuasi.
Kedua emiten big cap ini biasanya menjadi saham defensif pilihan para investor konservatif. Namun kondisi pasar yang dinamis membuat saham sektor konsumer ini ditinggalkan pemodal. Rotasi sektor terjadi cukup ekstrem sehingga menekan harga saham unggulan tersebut tahun ini.
4. Properti dan Teknologi
Sektor properti diwakili oleh PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) yang tertekan. Saham emiten properti ini anjlok 26,05% dan membebani indeks sebesar 1,19%. Penurunan ini terjadi setelah reli kenaikan harga yang fantastis pada tahun-tahun perdagangan sebelumnya.
Sektor teknologi menyumbang PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dalam daftar merah ini. Saham ekosistem digital tersebut terkoreksi 8,57% dan membebani IHSG sebesar 0,91%. Investor masih menanti profitabilitas berkelanjutan di tengah persaingan industri teknologi yang semakin ketat.
Daftar sepuluh besar ditutup oleh saham keuangan PT Sinar Mas Multiartha Tbk (SMMA). Saham berkode SMMA ini memberikan beban terhadap indeks sebesar 0,70% tahun ini. Harga sahamnya terkoreksi 9,93% atau setara dengan pengurangan poin indeks sebesar 10,54 poin.
5. Divergensi Indeks dan Saham
Data statistik pasar memperlihatkan divergensi kinerja antara indeks acuan dengan saham blue chip. IHSG berhasil mencatatkan penguatan tajam sebesar 19,19% secara tahunan berjalan hingga Desember. Namun mayoritas saham penggerak tradisional justru berakhir di zona merah tahun ini.
Penurunan harga saham perbankan berkapitalisasi besar memberikan dampak signifikan terhadap perhitungan bobot indeks. Tiga bank utama menyumbang kontribusi negatif gabungan mencapai 7,62% terhadap pergerakan IHSG. Angka tersebut secara statistik menahan laju kenaikan indeks ke level lebih tinggi.
Tren pergerakan indeks tahun ini membentuk pola pemulihan V-shape dari level terendah sebelumnya. IHSG sempat menyentuh posisi terendah pada level 5.882,60 pada periode kuartal kedua lalu. Pasar kemudian bergerak menguat secara konsisten menutup gap koreksi hingga akhir tahun.

Chrisna Chanis Cara
Editor
