IHSG Berpeluang Tembus 9.000 di 2025, Ini Saham yang Berpotensi Jadi Jawara Akhir Tahun
- Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa optimistis IHSG bisa menembus 9.000 pada akhir 2025. Fondasi ekonomi yang menguat, valuasi pasar yang masih menarik, dan momentum musiman Desember membuat pasar saham kian menjanjikan. Saham blue chip hingga konglomerasi diperkirakan ikut kecipratan sentimen positif.

Ananda Astri Dianka
Author

JAKARTA, TRENASIA.ID - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan optimisme yang cukup berani yaitu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) disebut berpeluang menembus level 9.000 pada akhir 2025.
Menurut Purbaya, keyakinan tersebut bukan tanpa dasar. Ia menilai fondasi ekonomi Indonesia kini makin solid, didukung efektivitas program pemerintah, efisiensi belanja negara, hingga kebijakan perpajakan yang dianggap makin ramah bagi investor.
Selain itu, keputusan pemerintah memindahkan dana sekitar Rp200 triliun dari Bank Indonesia ke bank-bank Himbara diyakini dapat memperlancar penyaluran kredit dan menggerakkan kegiatan ekonomi.
Purbaya juga menyinggung pola historis IHSG yang cenderung tumbuh dalam siklus 7–10 tahunan, dengan kenaikan 4–5 kali lipat dari titik terendah menuju puncak. Jika 2025 IHSG benar-benar menembus 9.000, ia memperkirakan tren jangka panjang bisa mendorong indeks menuju kisaran 32.000 dalam satu dekade ke depan.
Valuasi IHSG Masih Menarik
Per November 2025, IHSG berada di level 8.508 atau tumbuh 20,1% sejak awal tahun. Meski investor asing masih mencatatkan net sell Rp29,58 triliun, valuasi IHSG relatif menarik dengan price-to-earnings ratio di 12,83 kali—lebih rendah dari rata-rata 10 tahun yang berada di 14,25 kali.
Jika dibandingkan dengan negara tetangga, valuasi Indonesia masih lebih murah dibanding Thailand, Malaysia, dan Singapura, meski sedikit lebih tinggi dari Filipina. Untuk bisa mengakhiri tahun di level 9.000, IHSG membutuhkan kenaikan tambahan sekitar 5,7%.
Secara musiman, peluang IHSG bergerak naik pada Desember juga cenderung besar. Dalam 10 tahun terakhir, probabilitas kenaikan mencapai 80%, ditopang oleh aksi window dressing dan Santa Claus Rally. Namun, kenaikan lebih dari 6% hanya terjadi satu kali, yaitu pada Desember 2017.
Blue Chip dan Saham Konglomerasi Jadi Incaran?
Menjelang akhir tahun, beberapa saham blue chip kerap mencatatkan performa positif. Di antaranya saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), hingga PT Bukit Asam Tbk (PTBA).
Dari kelompok konglomerasi, perhatian biasanya tertuju pada saham-saham seperti PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) yang terafiliasi dengan Prajogo Pangestu, PT Rukun Raharja Tbk (RAJA) milik Happy Hapsoro, serta PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) dari Sinar Mas Group.
Dengan kombinasi fundamental ekonomi yang membaik, valuasi yang masih menarik, dan pola musiman Desember, pasar saham Indonesia memasuki periode yang layak dipantau ketat oleh investor.
Meski demikian, pelaku pasar tetap perlu mewaspadai faktor eksternal seperti dinamika global, arus modal asing, hingga kebijakan pemerintah yang akan datang.

Ananda Astri Dianka
Editor