High Risk High Return: Bedah Tawaran Utang Jumbo CUAN di Tengah Laba Anjlok
- PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) milik Prajogo Pangestu berencana menerbitkan obligasi dan sukuk senilai Rp2 triliun dengan kupon hingga 9%. Meski imbal hasilnya menggiurkan, kinerja laba bersih perusahaan justru anjlok 91,57% pada semester I-2025.

Alvin Bagaskara
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Emiten batu bara milik Prajogo Pangestu, PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN), datang ke pasar dengan sebuah penawaran yang sangat menggiurkan sekaligus penuh tanda tanya. Perusahaan ini berencana untuk menerbitkan obligasi dan sukuk baru senilai total Rp2 triliun.
Tawaran ini sangat menarik karena memberikan imbal hasil atau kupon hingga 9% per tahun. Namun, di balik iming-iming cuan jumbo ini, ada sebuah 'rapor merah' yang sangat mengkhawatirkan: kinerja laba bersih perusahaan pada semester pertama 2025 anjlok parah hingga 91,57%.
Fenomena ini tentu memicu pertanyaan besar: kenapa perusahaan yang kinerjanya sedang 'berdarah-darah' justru percaya diri untuk menambah utang, dan amankah membeli surat utang ini? Mari kita bedah tuntas.
1. Tawaran Menggiurkan: Kupon Utang Hingga 9%
CUAN akan menerbitkan Obligasi Berkelanjutan I Tahap II senilai Rp1,35 triliun dan Sukuk Wakalah Berkelanjutan I Tahap II senilai Rp650 miliar. Keduanya menawarkan imbal hasil yang sangat kompetitif di pasar saat ini.
Untuk tenor lima tahun, kupon yang ditawarkan adalah 8,50% per tahun. Sementara untuk tenor yang lebih panjang, yaitu tujuh tahun, imbal hasilnya bahkan lebih tinggi lagi, mencapai 9,00% per tahun.
Meskipun kinerjanya sedang tertekan, instrumen utang ini berhasil mendapatkan peringkat "idA" (Single A) dari Pefindo. Peringkat ini mengindikasikan bahwa perusahaan dinilai masih memiliki kapasitas yang memadai untuk memenuhi kewajiban finansialnya.
2. Realita Pahit: Laba Anjlok 91,57%, Margin Cuma 0,6%
Inilah rapor merah yang menjadi sumber kekhawatiran utama. Meskipun pendapatan CUAN pada semester I-2025 berhasil tumbuh 49,22% menjadi US$462,12 juta, laba bersihnya justru anjlok 91,57% menjadi hanya US$2,79 juta.
Biang kerok dari anomali ini adalah lonjakan beban pokok pendapatan, terutama yang terkait dengan aktivitas pertambangan dan pengangkutan batu bara. Beban yang meroket ini menggerus habis keuntungan perusahaan.
Akibatnya, margin laba bersih atau net profit margin (NPM) perusahaan kini berada di level yang sangat tipis, yaitu hanya 0,6%. Angka ini menunjukkan bahwa dari setiap US$100 pendapatan, perusahaan hanya mampu mencetak keuntungan sebesar 60 sen.
3. Untuk Apa Dana Utang Rp2 Triliun Ini?
Tujuan penggunaan dana dari penerbitan utang ini juga menjadi sorotan. Prospektus menyatakan bahwa seluruh danayang dihimpun akan disalurkan kepada anak usahanya, PT Mitra Tambang Utama (MUTU).
Dana tersebut akan digunakan oleh MUTU untuk kebutuhan modal kerja. Ini mencakup pembayaran biaya kontraktor, pemasok, tenaga kerja, dan berbagai beban operasional lainnya untuk menjaga kelangsungan bisnis.
Penting untuk dicatat bahwa dana ini bukan dialokasikan untuk proyek ekspansi baru yang besar, melainkan lebih untuk menopang operasional yang sedang berjalan. Hal ini sejalan dengan kondisi margin perusahaan yang sedang sangat tertekan.
4. Jadwal Penting Bagi Peminat
Bagi para investor yang tertarik dengan imbal hasil tinggi dari obligasi dan sukuk ini, penting untuk mencatat jadwal pelaksanaannya. Masa penawaran umum akan berlangsung pada 20–21 Oktober 2025.
Setelah itu, proses penjatahan akan dilakukan pada 22 Oktober, dan distribusinya secara elektronik pada 24 Oktober. Instrumen utang ini dijadwalkan akan resmi tercatat di Bursa Efek Indonesia pada 27 Oktober 2025.
5. Apa Artinya Ini Bagi Investor?
Bagi investor, penawaran ini adalah sebuah pertaruhan klasik: high yield, high risk. Kupon 8,50% - 9,00% yang ditawarkan jelas sangat menarik, jauh di atas bunga deposito atau imbal hasil obligasi pemerintah.
Namun, risikonya juga sangat nyata, seperti yang tercermin dari anjloknya laba bersih dan tipisnya margin keuntungan. Peringkat "idA" dari Pefindo menjadi penanda bahwa ini bukanlah instrumen paling aman, meskipun kapasitas bayarnya masih dinilai memadai.
Pada akhirnya, keputusan kembali ke tangan investor. Apakah Anda cukup berani untuk mengambil risiko demi imbal hasil yang tinggi, atau lebih memilih untuk menunggu hingga kinerja fundamental CUAN menunjukkan tanda-tanda perbaikan yang solid?

Alvin Bagaskara
Editor
