Tren Pasar

Gen Z Wajib Tahu: Tips Cuan Saham Anti-FOMO ala Menkeu Purbaya

  • Gen Z sering FOMO saham? Simak tips Menkeu Purbaya: hindari analisis Finfluencer sesat, jangan beli saham gorengan, dan hold 6 tahun demi cuan maksimal.
Aktifitas Bursa Saham - Panji 4.jpg
Pekerja berjalan di depan layar yang menampilkan pergerakan saham di Mail Hall Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta 17 Oktober 2023. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia (trenasia.com)

JAKARTA, TRENASIA.ID – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa membagikan pandangan strategis bagi para investor pasar modal agar bisa meraih keuntungan maksimal. Ia menekankan pentingnya memahami siklus ekonomi makro ketimbang sekadar memantau fluktuasi harga harian yang sering kali menjebak.

Optimisme tinggi ditunjukkan oleh Menteri Keuangan terhadap potensi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang telah rebound berkali-kali lipat dan memecahkan rekor all time high. Ia bahkan menggunakan istilah populer 'To The Moon', jargon khas pasar kripto yang sangat akrab di telinga investor Generasi Z.

Hal ini selaras dengan demografi pasar modal Indonesia yang didominasi anak muda. Bagi investor ritel yang ingin asetnya tumbuh signifikan, strategi harus disesuaikan dengan peta jalan ekonomi pemerintah. Berikut 4 tips investasi krusial dari Menkeu Purbaya.

1. Pahami Siklus Bisnis 7-10 Tahun

Sebelum membaca grafik harian saham, Menkeu Purbaya menyarakan agar investor melihat gambaran besar ekonomi yang bergerak dalam sebuah siklus pasti. Secara teoretis, katanya, fase ekspansi ekonomi termasuk di Indonesia biasanya berlangsung dalam kurun waktu 7 hingga 10 tahun. Periode ekspansi terbaru dimulai pasca pemulihan resesi pandemi, yakni sekitar tahun 2022.

Memahami posisi siklus ini sangat penting untuk menentukan momentum masuk dan keluar pasar. Potensi kenaikan indeks saham dari titik terendah hingga puncak siklus bisa mencapai 4 hingga 5 kali lipat. "Itu kan setiap 7-10 tahun kita bisa ekspansi," jelas Purbaya dalam diskusi Outlook Economic 2026 di Youtube Kompas TV, Rabu, 17 Desember 2025.

Momentum pertumbuhan ini diprediksi akan terus terjaga hingga tahun 2029 atau bahkan 2032 mendatang. Investor yang masuk di awal atau pertengahan siklus ekspansi memiliki peluang keuntungan terbesar seiring pertumbuhan ukuran perusahaan. "Jadi pas history saya lihat, dari bottom business cycle sampai ke end," tambahnya.

2. Horizon Investasi Minimal 6 Tahun

Pengalaman menjabat sebagai Direktur Utama PT Danareksa Securities (2006-2008) membuat Purbaya paham betul perilaku pasar. Ia menyarankan investor untuk tidak tergiur keuntungan instan jangka pendek alias terjebak Fear of Missing Out (FOMO), melainkan fokus pada pertumbuhan nilai aset dalam jangka menengah hingga panjang.

Rentang waktu ideal untuk menahan aset saham saat ini adalah sekitar enam tahun ke depan. Periode ini selaras dengan target pemerintah dalam menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi hingga akhir dekade ini. "Jadi kalau Anda suka investasi di pasar modal, invest jangka panjang," sarannya.

Strategi hold atau menahan kepemilikan saham dalam durasi tersebut dinilai sangat menjanjikan secara historis. Volatilitas jangka pendek akan kalah oleh tren pertumbuhan fundamental dalam jangka panjang jika investor disiplin. "Sampai 6 tahun ke depan, hampir pasti untung," tegas Menkeu Purbaya.

3. Hindari Saham 'Abal-Abal'

Meskipun optimisme pasar sedang tinggi, selektivitas dalam memilih emiten tetap menjadi syarat mutlak. Strategi investasi jangka panjang hanya akan berhasil jika uang ditempatkan pada perusahaan yang memiliki fundamental bisnis yang jelas, solid, dan bertumbuh.

Oleh karena itu, investor harus jeli membedakan antara perusahaan yang memiliki prospek riil dengan perusahaan yang hanya bermodal sentimen sesaat. Risiko kerugian permanen tetap mengintai jika investor terjebak pada saham gorengan tanpa fundamental yang kuat. "Hampir pasti untung kalau perusahaannya bukan perusahaan abal-abal ya," ingatnya.

Pertumbuhan pasar modal akan sejalan dengan pembesaran skala bisnis perusahaan atau size of company. Oleh karena itu, fokuslah pada emiten yang mampu mencatatkan pertumbuhan laba konsisten seiring membaiknya ekonomi nasional. "Capital market akan ikut karena size of company akan bertumbuh juga," jelasnya.

4. Analisis Ekonomi vs Finfluencer

Pria yang menamatkan Pendidikan S3 Ekonomi di Purdue University ini menyoroti maraknya fenomena financial influencer (finfluencer) dadakan. Ia bilang mengnalisis pasar modal yang kompleks tidak boleh disamakan dengan konten singkat di media sosial yang sering kali dangkal dan menyesatkan. "Kan market itu isinya banyak orang pintar juga, bukan yang TikTok ya," tegasnya.

Untuk itu, investor minta tidak menelan mentah-mentah rekomendasi saham atau aksi "pom-pom" dari finfluencer yang tidak berlisensi. Pemahaman dasar indikator makroekonomi jauh lebih krusial untuk membaca arah angin kebijakan pemerintah yang berdampak pada sektor riil. "Pengamat pasar modal harus mengerti ekonomi juga sedikit," ujarnya.

Yang paling penting, investor harus bisa melihat kepercayaan investor asing terhadap target pertumbuhan ekonomididasari analisis data valid, bukan sensasi viral. Nah kata dia, ritel domestik sebaiknya meniru kedalaman riset institusi tersebut, bukan sekadar mengikuti arus rumor tak berdasar di lini masa. "Kalau enggak mereka akan ketinggalan," tutup Menkeu Purbaya.