Emas, Bitcoin, atau Saham AI: Mana Investasi Terbaik 2025?
- Emas, Bitcoin, dan saham AI sama-sama meroket di 2025. Pelajari pemicunya dan temukan strategi diversifikasi multi-aset untuk meminimalkan risiko pasar.

Alvin Bagaskara
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Pasar keuangan global tahun 2025 menyajikan sebuah 'parade monster' yang membingungkan sekaligus menggiurkan. Aset-aset yang secara tradisional saling berlawanan, kini justru kompak 'mengamuk' dan mencetak rekor baru.
Di satu sisi, aset aman (safe haven) seperti Emas terbang +55% sejak awal tahun. Namun di sisi lain, aset super berisiko seperti Bitcoin (BTC) justru meroket +80% dan saham AI (NVIDIA) meledak +160%. Fenomena "semua menang" ini menempatkan investor dalam dilema: di antara para 'monster' ini, mana yang harus dipilih?
Lantas, apa 'bensin' di balik reli gila-gilaan di setiap aset, dan bagaimana strategi terbaik untuk menavigasi pasar yang dinamis ini? Mari kita bedah tuntas.
1. Emas (Si Raksasa yang Bangkit Lagi)
Emas kembali membuktikan statusnya sebagai primadona. Harganya yang kini stabil di US$4.179 per ons (+55% YTD) bukan sekadar 'angin sesaat'. 'Bensin' utamanya adalah aksi borong masif dari Bank Sentral di seluruh dunia, yang permintaannya melonjak +39% (YoY) per Kuartal II 2025.
Analis Makro Senior Bloomberg Intelligence, Mike McGlone, bahkan memproyeksikan harga emas berpotensi menembus US$5.000 per troy ounce pada 2026. “Emas berada di posisi unik untuk memimpin siklus pasar berikutnya,” ujar McGlone.
2. Bitcoin (Si Penantang Digital)
Di sudut lain, 'emas digital' alias Bitcoin (BTC), baru saja mencetak rekor tertinggi baru (All-Time High) di US$126.080. Kenaikan +80% sejak awal tahun ini didorong oleh 'bensin' yang berbeda: derasnya permintaan dari ETF spot Bitcoin di AS dan minat investor institusional yang semakin tak terbendung.
Namun, 'monster' ini tetap liar. Laporan JPMorgan mengingatkan bahwa volatilitasnya masih sangat tinggi. “Jika arus ETF melambat, harga bisa kembali ke kisaran US$95.000–100.000,” tulis riset tersebut, mengingatkan investor akan risiko koreksi tajam.
3. Saham AI (Si Mesin Pertumbuhan)
'Monster' ketiga yang paling eksplosif adalah saham AI. Indeks Nasdaq 100 memang 'hanya' naik +18% YTD, namun 'mesin' utamanya, NVIDIA, telah meledak +160% YTD. Saham raksasa teknologi lain seperti Microsoft juga ikut menguat solid +22%.
Kenaikan ini didorong oleh adopsi AI yang semakin masif di berbagai sektor. Goldman Sachs bahkan memproyeksikan pertumbuhan laba emiten teknologi global akan mencapai +14% pada 2025, menjadikan saham AI sebagai pilihan utama untuk pertumbuhan jangka panjang.
4. Jurus Pamungkas: Kunci Ada di Diversifikasi Multi-Aset
Melihat 'parade monster' ini, jelas bahwa strategi menaruh semua telur dalam satu keranjang sangatlah berisiko. Tidak ada satu aset pun yang selalu unggul di setiap siklus. Saat kripto berfluktuasi liar, emas bisa menjadi penyeimbang. Saat emas stagnan, saham AI menawarkan potensi pertumbuhan.
Inilah mengapa strategi diversifikasi multi-aset, mengombinasikan investasi emas, aset kripto, dan saham AS, dinilai sebagai 'jurus pamungkas' yang paling efektif untuk menyeimbangkan risiko sekaligus menangkap semua peluang yang ada di pasar.
5. Teknologi Memudahkan Strategi
Dulu, menerapkan strategi multi-aset global sangatlah rumit. Investor Indonesia harus membuka banyak akun di berbagai platform dan negara. Namun, perkembangan teknologi finansial telah mengubah 'permainan'.
Aplikasi investasi multi-aset seperti Pluang kini memungkinkan investor ritel untuk mengeksekusi strategi ini dari satu platform. Pengguna dapat membeli Emas, Bitcoin, dan saham AS (termasuk NVIDIA dan Microsoft) dalam satu aplikasi dengan minimum investasi yang terjangkau.
Meskipun peluangnya terbuka lebar, investor tetap diimbau untuk disiplin pada manajemen risiko, menggunakan 'uang dingin', dan selalu melakukan riset mandiri. Proyeksi pertumbuhan di berbagai kelas aset ini menuntut investor untuk tetap waspada terhadap volatilitas pasar.

Alvin Bagaskara
Editor
