Tren Leisure

Segudang Manfaat Pohon Beringin di Balik Mitor Angker

  • Pohon beringin kerap dianggap angker, padahal memiliki daya serap karbon tinggi dan berperan besar menjaga keseimbangan ekosistem.
pohon beringin.png
Pohon Beringin (rri.co.id)

JAKARTA, TRENASIA.ID - Pohon beringin kerap dipersepsikan secara mistis oleh sebagian masyarakat. Ukurannya yang besar, tajuknya yang rimbun, serta usianya yang panjang membuat beringin sering dikaitkan dengan cerita angker ‘sarang hantu’. Namun di balik stigma tersebut, pohon beringin justru menyimpan manfaat ekologis besar bagi lingkungan dan kehidupan manusia.

Dalam kajian lingkungan, beringin (Ficus sp.) dikenal sebagai salah satu pohon dengan daya serap karbon dioksida (CO2) yang tinggi. Penelitian Universitas Negeri Yogyakarta berjudul “Eksistensi dan Distribusi Beringin (Ficus spp.) sebagai Mitigasi Pencemaran Udara di Kota Yogyakarta” menjelaskan bahwa penyerapan CO2 terjadi melalui proses fotosintesis dan disimpan sebagai biomassa pada batang, cabang, daun, serta sistem perakaran.

Baca juga : Kaleidoskop Bursa 2025: IHSG Terbang, Saham Bank Tumbang

Daya Serap CO2 yang Signifikan

Berdasarkan estimasi ekologis, satu pohon beringin dewasa mampu menyerap sekitar 20–35 kilogram CO2 per tahun. Angka tersebut bergantung pada usia pohon, diameter batang, lebar tajuk, serta kondisi lingkungan tempat tumbuhnya. 

Beringin yang telah berusia puluhan hingga ratusan tahun bahkan dapat menyimpan karbon dalam jumlah yang jauh lebih besar karena biomassa kayunya yang masif. Keunggulan beringin terletak pada umur panjang dan pertumbuhan stabil, sehingga penyerapan karbon berlangsung terus-menerus dalam jangka waktu sangat lama. 

Akumulasi karbon yang disimpan selama hidupnya dapat mencapai beberapa ton, menjadikannya salah satu carbon sink alami yang efektif, khususnya di kawasan perkotaan.

Dari sisi kuantitatif, daya serap karbon pohon beringin juga dapat dipahami melalui perumpamaan aktivitas sehari-hari. Dengan kemampuan menyerap sekitar 20–35 kilogram CO2 per tahun, satu pohon beringin dewasa setara dengan menetralkan emisi karbon satu sepeda motor bensin selama sekitar satu bulan. 

Sebagai gambaran, emisi rata-rata sepeda motor berkisar 300–500 kilogram CO2 per tahun, tergantung intensitas pemakaian dan jenis bahan bakar. 

Perbandingan ini menunjukkan bahwa meskipun satu pohon tidak bisa bekerja sendirian, keberadaan banyak pohon beringin di ruang terbuka hijau memiliki kontribusi nyata dalam menekan akumulasi emisi karbon di kawasan perkotaan.

Baca juga : Dividen ADRO Cair Januari, Boy Thohir-Edwin Cuan Melintir

Lebih dari Sekadar Penyerap Karbon

Manfaat beringin tidak berhenti pada penyerapan CO2. Tajuknya yang lebar dan rimbun berperan penting dalam menurunkan suhu udara, memberikan efek peneduhan, serta mengurangi fenomena pulau panas perkotaan (urban heat island). Di kota-kota besar, keberadaan pohon besar seperti beringin dapat menurunkan suhu lingkungan sekitar hingga beberapa derajat Celsius.

Selain itu, sistem akar beringin yang kuat membantu menjaga struktur tanah, mencegah erosi, dan meningkatkan kemampuan tanah menyerap air hujan. Fungsi ini sangat penting untuk mengurangi risiko genangan dan banjir, terutama di wilayah perkotaan dengan permukaan tanah yang semakin tertutup beton.

Secara ekologis, beringin juga dikenal sebagai pohon kunci (keystone species). Buah beringin menjadi sumber pakan bagi berbagai jenis burung, kelelawar, dan satwa liar lainnya. Keberadaan pohon ini turut menopang rantai makanan dan menjaga keseimbangan ekosistem, baik di hutan maupun di lingkungan urban.

Anggapan bahwa beringin adalah pohon angker sejatinya lebih berakar pada mitos dan kepercayaan budaya, bukan fakta ilmiah. Dari sudut pandang lingkungan, beringin justru merupakan aset ekologis bernilai tinggi yang berkontribusi langsung terhadap kualitas udara, stabilitas iklim mikro, serta kesehatan lingkungan.

Di tengah meningkatnya ancaman perubahan iklim dan polusi udara, para ahli lingkungan menilai pelestarian pohon-pohon besar seperti beringin menjadi semakin krusial. Penebangan tanpa perhitungan bukan hanya menghilangkan elemen budaya, tetapi juga mengurangi kapasitas alam dalam menyerap emisi karbon.