Mengapa Indonesia Kaya akan Keanekaragaman Hayati dan Hewani?
- Indonesia diakui sebagai megabiodiversity country, rumah bagi komodo, orangutan, hingga cendrawasih. Namun, ancaman deforestasi terus membayangi.

Muhammad Imam Hatami
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID - Sejak lama Indonesia telah ditegaskan sebagai salah satu dari pusat keanekaragaman hayati global (megabiodiversity country) oleh Pusat Pengawasan Konservasi Dunia PBB. Status ini bukan sekadar predikat, melainkan hasil perpaduan faktor geografis, iklim, geologis, hingga ekologis yang unik dan tidak dimiliki negara lain.
Letak Indonesia di antara Benua Asia dan Australia, serta diapit Samudra Hindia dan Pasifik, menjadikannya jalur migrasi sekaligus persilangan spesies. Dengan lebih dari 17 ribu pulau, tiap kawasan melahirkan ekosistem endemik. Contohnya, 60% mamalia Sulawesi tidak ditemukan di tempat lain.
Fenomena ini dijelaskan oleh garis Wallace-Weber, pembatas biogeografi yang memisahkan zona Asiatis (barat), Australis (timur), dan wilayah peralihan (tengah). Alhasil, Indonesia memiliki tiga “dunia biodiversitas” dalam satu negara.
Kondisi iklim tropis dengan suhu rata-rata 20-30°C dan curah hujan lebih dari 2.000 mm per tahun menciptakan hutan hujan tropis seluas 98 juta hektare. Inilah rumah bagi ribuan spesies tumbuhan, mamalia, reptil, dan burung.
Menurut teori ekologi, daerah tropis yang dekat khatulistiwa menerima energi matahari lebih besar. Energi ini mempercepat proses fotosintesis dan meningkatkan produktivitas rantai makanan, sehingga keragaman spesies pun melesat.
Baca Juga : Kampung Berseri Astra: Bukti Nyata Kolaborasi untuk Lingkungan, Kesehatan, dan Kesejahteraan Masyarakat
Topografi dan Sejarah Geologis yang Kaya
Dari pantai berbakau hingga pegunungan tinggi Puncak Jaya Wijaya (4.884 mdpl), setiap ketinggian menciptakan ekosistem berbeda. Tanah vulkanik di Jawa dan tanah aluvial di Sumatra membuat vegetasi tumbuh subur.
Sejarah geologi juga berperan besar. Pada masa Pleistosen, pulau-pulau besar seperti Sumatra, Jawa, dan Kalimantan terhubung dengan daratan Asia. Sementara Papua menjadi bagian Paparan Sahul bersama Australia. Akibatnya, spesies Asia seperti orangutan hidup berdampingan dengan spesies Australis seperti kanguru pohon.
Selain itu Pulau Sulawesi yang berada ditengah antara daratan asia dan paparan Sahul telah lama terisolasi menjadi "laboratorium evolusi" alami. Hewan unik seperti anoa, babirusa, dan burung maleo muncul sebagai hasil adaptasi lokal. Begitu pula di Nusa Tenggara Timur yang melahirkan predator purba komodo, satu-satunya kadal raksasa di dunia.
Hubungan antarspesies juga memperkaya ekosistem. Burung rangkong dan kelelawar bertugas menyebarkan biji dan menyerbuki bunga. Rafflesia arnoldii, bunga terbesar di dunia, justru berevolusi sebagai parasit. Komodo pun mengembangkan bisa antibakteri sebagai senjata berburu.
Wilayah Barat Indonesia, yang meliputi Sumatra dan Kalimantan, dikenal dengan kekayaan flora seperti bunga raflesia dan pohon meranti, serta fauna ikonik seperti harimau dan orangutan.
Baca juga : Rahasia Singapura Raih Usia Panjang: Bukan Tradisi, tapi Kebijakan Publik
Sementara itu, di Wilayah Tengah yang mencakup Sulawesi dan Nusa Tenggara Timur, tumbuh pohon eboni dan cendana yang berdampingan dengan satwa endemik seperti komodo dan anoa.
Adapun Wilayah Timur, meliputi Papua dan Maluku, menjadi rumah bagi cendrawasih nan eksotis, kanguru pohon yang unik, serta hutan hujan pegunungan yang masih terjaga keasriannya.
Meski kaya, biodiversitas Indonesia terancam. Data Pusat Pengawasan Konservasi Dunia PBB.menunjukkan, antara 2000-2020, negara ini kehilangan 4,4 juta hektare hutan. Kini, 184 mamalia masuk daftar rentan hingga kritis, termasuk harimau Sumatra yang populasinya tersisa kurang dari 400 ekor.
Faktor utama ancaman keragaman hayati dan hewani Indonesia meliputi deforestasi, perburuan liar, dan perubahan iklim. Dampaknya, tidak hanya ekologi, tapi juga sosial-ekonomi, hilangnya sumber pangan, obat-obatan, hingga identitas budaya.

Amirudin Zuhri
Editor
