5 Kuliner Khas Betawi Hasil Akulturasi Budaya China, Ada Soto Betawi
- Bahkan, beberapa kuliner khas Betawi ternyata merupakan hasil akulturasi budaya China. Lantas, kuliner Betawi apa saja yang merupakan akulturasi budaya China?

Distika Safara Setianda
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Betawi adalah etnis yang jumlah penduduknya paling besar di Jakarta. Meski begitu, budaya dan karakter masyarakat Betawi berkembang dengan beragam corak.
Jauh sebelum Jakarta menjadi Ibu Kota Negara, wilayah ini sudah dihuni oleh sekelompok orang. Menurut sejarawan Sagiman MD, masyarakat Betawi telah menetap di Jakarta sejak era batu baru atau Neolitikum, sekitar tahun 1500 SM.
Seiring perjalanan waktu, masyarakat Betawi terus berkembang dengan menonjolkan ciri-ciri budaya khas yang membentuk identitasnya sendiri. Betawi, dengan segala budaya dan karakteristiknya, adalah etnis yang kaya akan keragaman tradisi, bahasa, dan kultur.
Tidak heran jika tradisi dan kuliner khas Betawi dipengaruhi oleh beragam budaya dari berbagai bangsa yang pernah singgah, seperti Arab, Belanda, Portugis, hingga China. Bahkan, beberapa kuliner khas Betawi ternyata merupakan hasil akulturasi budaya China. Lantas, kuliner Betawi apa saja yang merupakan akulturasi budaya China?
Kuliner Khas Betawi Hasil Akulturasi Budaya China
Dilansir dari berbagai sumber, berikut beberapa kuliner khas Betawi:
1. Gohyong
Gohyong merupakan hasil perpaduan budaya China dan Betawi. Hidangan yang juga dikenal dengan nama ngóh-hiong atau Ngo Hiang ini berupa gulungan kembang tahu berisi daging cincang yang biasanya menggunakan babi atau makanan laut seperti udang, dibumbui bubuk lima rempah.
Setelah digoreng, gohyong disajikan bersama aneka sayuran, seperti wortel dan lainnya, yang menambah cita rasanya.
Gohyong adalah hidangan khas masyarakat Hokkien dan Teochew yang berasal dari Provinsi Fujian. Karena sebagian besar orang Chinese di Indonesia merupakan keturunan imigran dari Fujian, makanan ini pun cukup populer di Indonesia dan lambat laun menyebar serta berasimilasi dengan budaya lokal.
Seiring proses tersebut, isian gohyong mulai disesuaikan dengan jenis daging yang lebih umum digunakan. Gohyong atau Ngohiang adalah hidangan yang terbuat dari campuran daging ayam, udang, dan telur yang dibumbui bawang putih serta merica.
Adonan yang dicincang halus ini dibungkus dengan kulit lumpia hingga membentuk lontong atau rollade, lalu dikukus dan didinginkan sebelum digoreng hingga kering. Saat disajikan, gohyong biasanya dipotong serong dan dilengkapi dengan saus asam manis.
Rasanya yang gurih membuat gohyong enak dimakan dengan nasi hangat dan tumis sayuran. Meski tidak terlalu populer, kombinasi ayam dan udang yang dibungkus kulit tahu ini memiliki cita rasa yang membuat ketagihan.
Tekstur luarnya yang renyah berpadu dengan isian yang gurih, semakin nikmat saat dicelupkan ke saus asam manis.
2. Soto Betawi
Soto Betawi memiliki akar sejarah yang berasal dari China. Pada masa itu, Batavia menjadi pusat perdagangan yang mempertemukan berbagai etnis, termasuk komunitas Tionghoa. Hidangan soto sendiri berawal dari kuliner China bernama Chaudo.
Pengaruh budaya lain datang dari Arab dan India, yang tercermin pada soto Betawi melalui penggunaan ghee atau minyak samin, simbol keharmonisan yang kuat dalam kehidupan masyarakat Betawi.
3. Nasi Ulam
Dalam bahasa Betawi, ulam merujuk pada serundeng dari kelapa parut yang dicampur dengan nasi putih panas. Hidangan nasi ulam tidak hanya ditemukan di Jakarta, tetapi juga di Sumatera dan Bali. Saat kelapa parut berbumbu ini diaduk dengan nasi panas, terciptalah cita rasa gurih dengan sedikit sensasi pedas di lidah.
Nasi ulam sebenarnya berasal dari Tangerang. Namun, di daerah asalnya sendiri, hidangan ini kini sudah jarang dikenal. Dahulu, para pedagang nasi ulam mendorong gerobak mereka dari Tangerang menuju Glodok dan menjualnya kepada masyarakat peranakan Indonesia maupun Tionghoa.
4. Laksa Betawi
Kuliner khas Betawi yang satu ini memang semakin jarang ditemukan, meski bukan berarti sudah punah. Di beberapa tempat, kalian masih bisa menjumpai Laksa Betawi.
Laksa Betawi adalah hidangan berbahan dasar mi yang dibumbui, dengan kuah berwarna kekuningan. Kehadiran udang rebon dalam kuahnya memberikan rasa segar sekaligus aroma khas udang.
Uniknya, hidangan ini menggunakan ketupat sebagai bahan utama. Isian ketupat laksa Betawi terdiri dari potongan ketupat, telur, kemangi, tauge, kucai, bihun, perkedel, dan taburan bawang goreng, disajikan bersama kuah kental yang ditaburi udang kering.
Meski begitu, ada yang berpendapat bahwa bihun dan perkedel merupakan tambahan variasi, bukan bagian asli dari resep laksa Betawi.
Terdapat perbedaan pendapat mengenai asal muasal laksa Betawi, namun keberadaan mi dan ebi (udang kering) menjadi indikasi hidangan ini lahir dari perpaduan budaya Betawi dan Tionghoa. Bahan lain seperti kucai, kecap, dan kacang tanah juga kerap dijumpai dalam kuliner khas Tionghoa.
5. Rujak Juhi
Rujak juhi menggunakan juhi, yaitu cumi-cumi yang telah difermentasi dan dikeringkan, sebagai bahan utama. Istilah “juhi” berasal dari sebutan yang digunakan oleh masyarakat Tionghoa yang gemar mengonsumsi olahan ini.
Hidangan ini juga dilengkapi dengan berbagai bahan segar dan alami, seperti kol, kentang, selada, dan timun.
Asal-usul rujak juhi tidak lepas dari pengaruh dua kebudayaan besar, yakni Jawa dan Tionghoa. Rujak awalnya merupakan hidangan khas Jawa Tengah, dan kata “rujak” sendiri sudah tercatat dalam Prasasti Paradah dari era Mataram Kuno yang berasal dari tahun 943 Masehi.
Sepertirujak pada umumnya, rujak juhi juga memakai bumbu atau saus untuk menambah cita rasa. Namun, yang membedakannya adalah penggunaan saus kacang segar sebagai pengganti gula jawa dan cabai.
Hidangan khas Betawi ini biasanya dilengkapi dengan kerupuk mi. Perpaduan bahan-bahannya tidak hanya menyehatkan, tetapi juga memanjakan lidah dengan kelezatan rasanya.

Distika Safara Setianda
Editor
