Keren! Jalan Rusak Parah di Pacitan Diperbaiki Pakai Limbah PLTU
- Jalan rusak di Pacitan diperbaiki pakai limbah fly ash & bottom ash PLTU. Solusi hemat biaya, berkelanjutan, dan bermanfaat bagi warga desa.

Ananda Astri Dianka
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID – Tim KKN-PPM Universitas Gadjah Mada (UGM) Karsa Saka 2025 memanfaatkan limbah abu terbang dan abu dasar (fly ash dan bottom ash/FABA) dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sudimoro, Pacitan.
Inisiatif ini lahir dari keresahan warga Pagerkidul dan Pagerlor yang sudah lama bergantung pada jalan desa rusak, sehingga mobilitas terganggu dan risiko kecelakaan meningkat.
“Hal ini mendorong kami memilih tema pemanfaatan FABA sebagai material alternatif pengecoran jalan,” ujar Muhammad Bafaqih Rizal Hunafa, mahasiswa Departemen Teknik Sipil Sekolah Vokasi UGM, dikutip dari laman UGM, Rabu 27 Agustus 2025.
Pemanfaatan limbah PLTU ini dinilai relevan dengan kebutuhan masyarakat sekaligus mendukung pembangunan berkelanjutan. Material alternatif tersebut bukan hanya lebih hemat biaya, tetapi juga ramah lingkungan serta mampu memperlancar akses menuju sekolah, pasar, dan fasilitas kesehatan.
Dalam implementasinya, mahasiswa UGM mengombinasikan abu terbang dan abu dasar dengan semen, pasir, dan kerikil untuk menghasilkan campuran sesuai standar konstruksi. Teknologi tepat guna ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada material alam yang harganya semakin mahal.
Proyek ini berjalan berkat kolaborasi erat antara mahasiswa, warga, dan PLTU. Dukungan berupa material dan pendampingan teknis dari PLTU, serta gotong royong warga dalam kerja bakti hingga pengecoran, menjadi kunci keberhasilan. Hasilnya, jalan desa sepanjang 600 hingga 1.000 meter berhasil diperbaiki, membuat akses warga jauh lebih lancar.
Pemerintah desa juga memastikan keberlanjutan program ini dengan memasukkan rencana pembangunan jalan berbasis FABA ke dalam Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD). Selain itu, kerja sama lanjutan dengan PLTU untuk 2025 sudah diajukan agar manfaat program tidak berhenti pada periode KKN.
Untuk memperkuat dasar program, tim mahasiswa melakukan asesmen jalan menggunakan metode Pavement Condition Index (PCI). Hasilnya, kondisi rata-rata jalan desa tercatat dalam kategori Rusak Parah dengan nilai PCI 18,50.
Apa Itu FABA?
Limbah FABA adalah sisa pembakaran batu bara di PLTU. Setiap kali PLTU menghasilkan listrik, butiran halus berwarna abu-abu kehitaman akan ikut terbawa keluar melalui cerobong asap. Butiran inilah yang disebut fly ash, serbuk ringan menyerupai semen dengan kandungan silika dan alumina tinggi sehingga berpotensi menjadi bahan perekat yang kuat bila dicampur dengan semen.
Sementara itu, bagian yang lebih berat dan kasar akan tertinggal di dasar tungku pembakaran. Material ini disebut bottom ash, berbentuk butiran mirip pasir atau kerikil kecil. Meski selama ini lebih banyak ditimbun di lahan terbuka atau kolam penampungan, sebenarnya karakter fisik bottom ash membuatnya cocok sebagai material pengganti agregat dalam konstruksi.
Selama bertahun-tahun, FABA hanya dianggap limbah industri yang harus ditangani dengan hati-hati. Namun, berbagai penelitian menunjukkan bahwa campuran fly ash dan bottom ash justru bisa menjadi material alternatif yang lebih ekonomis sekaligus ramah lingkungan. Dari bahan baku batako dan paving block, hingga campuran beton untuk jalan desa, FABA perlahan mulai dipandang sebagai solusi pembangunan berkelanjutan di tengah tingginya kebutuhan infrastruktur.
Pemanfaatan FABA di dunia
Di berbagai negara, pemanfaatan limbah abu terbang dan abu dasar atau FABA sudah menjadi praktik umum dalam dunia konstruksi. Amerika Serikat, misalnya, menggunakan sebagian besar fly ash dari PLTU sebagai bahan campuran beton untuk menggantikan sebagian semen. India dan Tiongkok bahkan lebih agresif, menjadikan FABA sebagai material utama untuk jalan raya, batako, hingga reklamasi tambang. Berkat sifatnya yang mampu memperkuat struktur beton sekaligus menekan biaya, limbah ini tidak lagi dipandang sebagai masalah, melainkan sumber daya alternatif yang bernilai.
Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar, mengingat banyaknya PLTU berbahan bakar batu bara. Namun, pemanfaatan FABA baru berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu penyebabnya, abu sisa pembakaran ini dulu dikategorikan sebagai limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), sehingga penggunaannya sangat terbatas. Perubahan regulasi melalui PP No. 22 Tahun 2021 kemudian menjadi titik balik, karena FABA resmi dikeluarkan dari daftar limbah berbahaya.
Sejak saat itu, berbagai proyek mulai bermunculan. PLN bersama anak usahanya, Indonesia Power, telah mengolah ribuan ton FABA menjadi paving block, batako, hingga material timbunan lahan. PLTU di Suralaya, Adipala, hingga Pacitan menjadi contoh nyata bagaimana limbah bisa disulap menjadi infrastruktur. Tren ini menandai pergeseran cara pandang: dari sekadar menimbun limbah abu, kini FABA dipandang sebagai bagian dari solusi pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

Ananda Astri Dianka
Editor
