Perdagangan Dunia 2026 Diprediksi Melemah, WTO Cemas
- WTO memangkas proyeksi pertumbuhan perdagangan global 2026 menjadi 0,5% akibat kebijakan tarif AS. Asia dan Afrika diprediksi jadi pendorong ekspor, sementara Eropa dan Amerika Utara melambat.

Muhammad Imam Hatami
Author

JAKARTA, TRENASIA.ID – Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memperingatkan bahwa pertumbuhan perdagangan global akan melambat tajam dalam dua tahun ke depan.
Dalam laporan terbarunya, WTO menurunkan proyeksi pertumbuhan volume perdagangan dunia untuk 2026 menjadi hanya 0,5%, jauh di bawah perkiraan sebelumnya sebesar 1,8%.
Penurunan ini dipicu oleh dampak tertunda dari kebijakan tarif yang diterapkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump sejak awal masa jabatannya pada Januari 2025. Kebijakan tersebut memicu ketegangan dagang dengan banyak negara dan menciptakan ketidakpastian besar dalam sistem perdagangan internasional.
Direktur Jenderal WTO, Ngozi Okonjo-Iweala, secara terbuka menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi ini. “Prospek untuk tahun depan lebih suram. Saya sangat khawatir,” ujar Ngozi dalam konferensi pers di Jenewa.
Ia menambahkan, meski situasinya tidak mudah, sistem perdagangan multilateral masih cukup tangguh untuk menghadapi tekanan ekonomi dan politik global. Menariknya, WTO justru menaikkan proyeksi pertumbuhan perdagangan dunia untuk 2025 menjadi 2,4%, dari perkiraan sebelumnya 0,9%.
Kenaikan ini terjadi karena banyak perusahaan mempercepat pengiriman barang ke Amerika Serikat (front-loading) sebelum tarif baru diberlakukan, serta adanya lonjakan perdagangan produk teknologi dan kecerdasan buatan (AI) seperti semikonduktor dan perangkat telekomunikasi.
Baca juga : Manuver The Fed Bikin Harga Emas Menuju Harga Tertinggi Sepanjang Masa
Menurut WTO, perdagangan barang terkait AI tumbuh 20% secara tahunan, dan menjadi penopang utama pertumbuhan perdagangan global di tengah melemahnya sektor-sektor lain.
Kendati demikian, angka 2,4% pada 2025 tersebut masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 2,8% pada 2024, menandakan momentum perdagangan global mulai kehilangan tenaga dan berpotensi terus melemah pada 2026.
Sejak kembali menjabat, Trump menaikkan tarif impor terhadap puluhan negara, termasuk Swiss, Brasil, dan India. Uni Eropa juga telah sepakat menetapkan tarif sebesar 15% untuk sebagian besar produk mereka yang masuk ke pasar AS.
WTO menilai, kebijakan tarif tinggi dan ketidakpastian kebijakan perdagangan menjadi beban utama bagi arus perdagangan internasional.
Penurunan Dari Tahun ke Tahun
Data WTO menunjukkan penurunan perdagangan dunia akan terjadi secara bertahap: dari 2,8% pada 2024, turun ke 2,4% pada 2025, dan anjlok menjadi 0,5% pada 2026.
Sejalan dengan itu, pertumbuhan ekonomi global (PDB dunia) juga diprediksi melambat dari 2,7% pada 2025 menjadi 2,6% pada 2026, mencerminkan tekanan yang semakin besar terhadap aktivitas ekonomi internasional.
Secara regional, WTO memperkirakan Asia dan Afrika akan menjadi dua kawasan dengan pertumbuhan ekspor tercepat pada 2025, terutama berkat kinerja kuat sektor teknologi dan manufaktur.
Sebaliknya, ekspor Eropa diprediksi akan melambat, sementara ekspor Amerika Utara justru menurun. Memasuki 2026, WTO memperingatkan bahwa seluruh kawasan dunia kemungkinan akan mengalami pelemahan impor, seiring tekanan ekonomi global yang semakin meluas.
“Asia dan Afrika diproyeksikan mencatat peningkatan ekspor paling pesat tahun ini, sementara ekspor dari kawasan Eropa diperkirakan melambat dan Amerika Utara justru diprediksi mengalami penurunan,” tulis laporan WTO dilansir laman Reuters.
Baca juga : Polemik Tilly Norwood: Akankah Artis AI Gantikan Manusia di Hollywood?
Meski banyak sektor menghadapi tekanan, perdagangan barang berbasis teknologi dan AI menjadi titik terang. Nilai perdagangan sektor ini melonjak 20% dan menyumbang hampir setengah dari total pertumbuhan perdagangan global.
Dalam kondisi ekonomi yang tidak pasti, sektor teknologi kini menjadi tulang punggung perdagangan internasional, menggantikan peran sektor tradisional yang tengah lesu. Perlambatan tersebut menjadi sinyal penting bagi banyak negara, termasuk Indonesia, untuk memperkuat ketahanan ekonomi dan diversifikasi pasar ekspor.
Jika tren pelemahan global terus berlanjut, negara-negara eksportir besar perlu menyiapkan strategi jangka panjang agar tidak terlalu bergantung pada pasar tertentu dan dapat bertahan menghadapi perubahan dinamika perdagangan dunia.

Chrisna Chanis Cara
Editor