Muncul Gerakan Moral dan Politik Tolak Bantuan dari Perusak Lingkungan
- Sejumlah pihak mulai menyatakan sikap tegas terhadap bantuan dari perusahaan yang dianggap bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan. Hal itu menyusul banjir bandang yang memporak-porandakan kawasan Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat.

Chrisna Chanis Cara
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID—Sejumlah pihak mulai menyatakan sikap tegas terhadap bantuan dari perusahaan yang dianggap bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan. Hal itu menyusul banjir bandang yang memporak-porandakan kawasan Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat.
Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) baru-baru ini mengeluarkan seruan agar gereja menolak sumbangan kemanusiaan yang berasal dari pihak-pihak pemicu kerusakan ekosistem.
Pendeta Victor Tinambunan mengatakan institusi gereja harus bertindak tegas dan tidak boleh tunduk pada kepentingan yang berlawanan dengan prinsip keadilan serta pelestarian ciptaan Tuhan. HKBP, imbuhnya, berkomitmen menentang segala bentuk eksploitasi lingkungan.
“Gereja tidak boleh berkompromi dengan kepentingan yang bertentangan dengan keadilan dan keutuhan ciptaan. HKBP harus tetap setia menjadi suara kenabian yang tegas melawan praktik yang merusak lingkungan dan kehidupan," jelasnya dalam keterangan resmi, dikutip Kamis, 4 Desember 2025.
Pihaknya turut menyinggung korporasi yang dinilai bertanggung jawab terhadap bencana di Sumatra. “Sehubungan dengan itu, HKBP menyampaikan seruan moral untuk tidak menerima bantuan dari individu, kelompok, atau perusahaan/korporasi, termasuk PT Toba Pulp Lestari,” tegasnya.
HKBP mendesak pemerintah mencabut perizinan yang berdampak buruk terhadap ekologi dan menerapkan supremasi hukum secara konsisten demi masa depan lingkungan hidup. Victor menekankan bencana alam yang terjadi bukan sekadar fenomena alami, tetapi juga hasil dari tindakan serakah dan eksploitasi berlebihan.
"Kerusakan alam bukanlah peristiwa alamiah semata, melainkan juga buah dari keserakahan, eksploitasi, dan praktik ekonomi yang merusak karya ciptaan Tuhan," ujarnya.
HKBP juga mengajak seluruh jemaat untuk terus memberikan dukungan kepada para penyintas bencana dengan keikhlasan hati, namun tetap memegang teguh nilai moral dan integritas gereja.
Bupati Samosir Ikut Bertindak
Tak hanya gerakan moral, kebijakan politik mulai diambil untuk memberi peringatan pada korporasi perusak lingkungan. Bupati Samosir, Sumatra Utara, Vandiko Timotius Gultom, menciptakan langkah progresif lewat surat edaran (SE) yang berisi imbauan tidak menerima bantuan dari lembaga atau perusahaan yang berpotensi merusak lingkungan.
Secara khusus, SE yang terbit 28 November 2025 itu menyebut perusahaan seperti PT Toba Pulp Lestari dan PT Aqua Farm Nusantara. “Imbauan untuk tidak menerima bantuan yang bersumber dari perusahaan/lembaga yang kegiatan usahanya berpotensi merusak lingkungan,” demikian tertulis dalam SE tersebut.
Pemkab Samosir menyatakan SE tersebut diperlukan untuk menjaga kelestarian lingkungan, termasuk mengantisipasi konflik sosial akibat keberpihakan pemerintah kepada pelaku usaha yang mengeksploitasi sumber daya alam.

Dalam SE tersebut, ada tiga poin yang digarisbawahi Bupati Samosir. Pertama, tidak menerbitkan rekomendasi atau dukungan pelaksanaan kegiatan yang berpotensi merusak lingkungan.
Kedua, tidak menerima bantuan atau CSR dari perusahaan/Lembaga dari usaha yang berpotensi merusak lingkungan, termasuk PT. Toba Pulp Lestari, Tbk dan PT. Aqua Farm Nusantara. Ketiga, menerima setiap pengaduan masyarakat terkait kegiatan usaha yang berpotensi merusak lingkungan untuk ditindaklanjuti sesuai kewenangannya.
Sementara itu, PT Toba Pulp Lestari (TPL) menampik tuduhan sebagai dalang di balik banjir bandang Sumatra. “Perseroan dengan tegas membantah tuduhan bahwa operasional menjadi penyebab bencana ekologi,” ujar Corporate Secretary TPL, Anwar Lawden, lewat penjelasan di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Baca Juga: Tantangan Ekologis Toba Pulp Lestari (INRU): Dari Sukanto Tanoto ke Joseph Oetomo
Anwar menerangkan perusahaan menjalankan seluruh kegiatan operasional berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang terstruktur dan terdokumentasi dengan baik. Pengawasan terhadap lingkungan, imbuhnya, dilaksanakan secara berkala dengan melibatkan lembaga independen bersertifikat guna memastikan kepatuhan terhadap regulasi.
“Seluruh kegiatan HTI (Hutan Tanaman Industri) telah melalui penilaian High Conservation Value (HCV) dan High Carbon Stock (HCS) oleh pihak ketiga untuk memastikan penerapan prinsip Pengelolaan Hutan Lestari,” klaimnya.
Pihakya mengatakan dari total lahan seluas 167.912 hektare, perusahaan hanya memanfaatkan sekitar 46.000 hektare untuk budidaya eucalyptus. Adapun area lainnya tetap dijaga sebagai zona lindung dan konservasi.

Chrisna Chanis Cara
Editor
