Tren Global

Hmmm... Satu Malam Biaya Hotel untuk Pejabat Setara 933 Porsi Makan Gizi Gratis

  • Lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 32 Tahun 2025, biaya penginapan bagi pejabat eselon I dan setara menteri di Jakarta ditetapkan sebesar Rp 9.331.000 per malam.
a5g1_ho_00_p_1024x768.jpg
Hotel Fairmont, Jakarta. (Accor)

JAKARTA - Di sebuah hotel mewah di kawasan Sudirman, Jakarta, tarif kamar menginap semalam bisa menembus angka jutaan. Bagi masyarakat kebanyakan, jumlah itu mungkin lebih dari cukup untuk kebutuhan hidup sebulan. Namun kini, angka itu resmi menjadi standar baru biaya menginap pejabat negara, sesuai aturan terbaru yang dikeluarkan pemerintah.

Lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 32 Tahun 2025, biaya penginapan bagi pejabat eselon I dan setara menteri di Jakarta ditetapkan sebesar Rp 9.331.000 per malam. Kenaikan ini menuai sorotan publik, terutama ketika disandingkan dengan program andalan pemerintah, Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dialokasikan Rp 10.000 per porsi.

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, membela kebijakan ini. Menurutnya, kenaikan biaya tersebut sudah melalui penghitungan dan tidak berlebihan. 

"Enggak lah, termasuk alokasi untuk yang menjalankan tugas negara itu sudah dialokasikan, sehingga saya pikir hal-hal demikian tidak perlu diperdebatkan," jelas Dasco di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu, 4 Juni 2025.

Dari hitung-hitungan sederhana, satu malam pejabat tidur di hotel bintang lima bisa memberi makan bergizi kepada 933 anak sekolah. Di Papua Pegunungan, di mana harga bahan pokok lebih mahal dan MBG dihitung Rp 35.000 per porsi, anggaran tersebut masih sanggup mencukupi 266 porsi makanan.

Kesenjangan yang Terbuka Lebar

Di sisi lain, pemerintah terus menggaungkan pentingnya pengentasan kemiskinan, penurunan angka stunting, dan penyediaan gizi seimbang untuk generasi muda. Namun, kenyataan di atas kertas menunjukkan hal yang kontras.

Anggaran Makan Bergizi Gratis tahun 2025 mencapai Rp 71 triliun, ditujukan untuk anak sekolah dari keluarga kurang mampu di seluruh Indonesia. Namun jika dihitung dengan nilai penginapan tersebut, angka sebesar itu dapat "habis" hanya untuk 7.610 malam menginap pejabat.

Kondisi ini menjadi semakin kompleks ketika melihat data kemiskinan yang tersedia dari berbagai sumber. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa persentase penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2024 mencapai 9,03%, menunjukkan penurunan dibandingkan angka pada Maret 2023 yang sebesar 9,36%. 

Angka ini berbeda secara signifikan dengan data yang dirilis oleh Bank Dunia. Menurut Bank Dunia, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2024 mencapai 171,8 juta jiwa. 

Perbedaan mencolok ini bukan disebabkan oleh kesalahan data, melainkan karena perbedaan metodologi dan standar garis kemiskinan yang digunakan. BPS menggunakan pendekatan garis kemiskinan nasional yang mencakup kebutuhan minimum makanan dan non-makanan, sementara Bank Dunia menggunakan standar internasional berbasis pengeluaran harian per kapita, yang cenderung lebih tinggi.