Donbas: Jantung Industri Kaya yang Jadi Episentrum Konflik Rusia-Ukraina
- Donbas, jantung industri Soviet, kini jadi medan perang sengit Rusia-Ukraina. Simak sejarah, sumber daya, dan perebutannya.

Muhammad Imam Hatami
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID - Wilayah Donbas merupakan kawasan kaya sumber daya di timur Ukraina yang kini menjadi episentrum konflik Rusia-Ukraina. Dahulu, wilayah ini dijuluki sebagai “jantung industri Soviet”. Dikawasan ini berdiri kompleks baja, tambang batubara, pabrik mesin, dan jalur kereta yang menopang industrialisasi Uni Soviet.
Donbas atau Donets Basin merupakan wilayah geografis yang mencakup dua oblast utama, yakni Donetsk dan Luhansk. Kedua oblast ini kerap disebut secara bersamaan sebagai Donetsk-Luhansk atau Donbas Raya.
Donbas menyimpan cadangan batubara kokas, bijih besi, mangan, hingga logam strategis yang penting bagi produksi baja dan energi. Pada masa pasca-Soviet, meskipun mengalami kemunduran, kawasan ini tetap menyumbang sekitar sepertiga PDB industri Ukraina, menjadikannya motor ekonomi nasional.
Selain itu, tanah hitam (chernozem) yang membentang di Donbas adalah salah satu yang paling subur di dunia. Dari sini lahir produksi gandum, jagung, dan biji-bijian yang menjadikan Ukraina dijuluki “lumbung pangan Eropa”.
Infrastruktur pelabuhan, khususnya di Mariupol yang terletak di Laut Azov, sempat menjadi jalur vital ekspor baja dan gandum Ukraina ke pasar dunia. Namun, sejak 2022 pelabuhan strategis itu jatuh ke tangan Rusia, memutus salah satu nadi perdagangan Ukraina.
Dari Kawasan Industri ke Daerah Konflik
Perang telah mengubah wajah Donbas, lebih dari 70 persen infrastruktur industri di Donetsk hancur atau berhenti beroperasi. Kota-kota yang dahulu hidup dengan deru mesin pabrik kini menjadi “daerah karat", simbol runtuhnya kejayaan industri sekaligus luka mendalam akibat konflik. Ratusan ribu pekerja kehilangan mata pencaharian, sementara jaringan energi dan transportasi di wilayah ini nyaris lumpuh.
Letak Donbas membuatnya menjadi kunci strategis dalam percaturan keamanan Eropa Timur. Berbatasan langsung dengan Rusia, wilayah ini dianggap Kremlin sebagai penyangga (buffer zone) terhadap potensi ekspansi NATO.
Penguasaan penuh atas Donbas juga membuka jalur darat yang menghubungkan Rusia dengan Krimea, wilayah yang dianeksasi Moskow pada 2014. Jalur ini penting tidak hanya untuk logistik militer, tetapi juga untuk mengonsolidasikan kendali Rusia atas Laut Azov dan memperkuat pengaruhnya di Laut Hitam.
Donbas bukan sekadar pertarungan atas sumber daya atau lahan industri, melainkan juga arena simbolis. Bagi Ukraina, mempertahankan Donbas berarti menjaga integritas nasional dan mencegah fragmentasi negara. Bagi Rusia, keberhasilan menguasai Donbas menjadi uji coba untuk menantang tatanan geopolitik yang didominasi Barat sejak akhir Perang Dingin.
Identitas dan Narasi Politik
Donbas juga sarat muatan politik dan kultural. Sejak era Soviet, migrasi pekerja Rusia ke kawasan ini melahirkan komunitas besar berbahasa Rusia. Kremlin kemudian mengklaim sebagai “pelindung” mereka.
Presiden Vladimir Putin kerap menyebut Donbas sebagai rumah "manusia Soviet", pekerja industri yang setia. Menurut narasi Rusia, etnis Rusia di wilayah ini ditindas oleh kebijakan Ukraina pasca-2014. Media Kremlin bahkan menyebarkan klaim “genosida penutur Rusia” di Donbas, meski tak terbukti.
Per Agustus 2025, Rusia menguasai sekitar 88 persen wilayah Donbas, termasuk seluruh Luhansk dan tiga perempat Donetsk. Kota-kota seperti Kramatorsk masih bertahan di bawah kendali Ukraina.
Pertempuran di Donbas menjadi salah satu yang paling sengit dalam perang ini. Menurut berbagai perkiraan, lebih dari 80.000 tentara Rusia dan 31.000 pasukan Ukraina tewas, sementara puluhan ribu warga sipil terjebak dalam kondisi krisis kemanusiaan.
Dalam negosiasi damai di Alaska 2025, Presiden Putin menjadikan pengakuan atas kontrol Rusia di Donbas sebagai syarat gencatan senjata. Namun, Presiden Volodymyr Zelensky menegaskan wilayah itu tidak bisa dipertukarkan dengan perdamaian.
Bagi Rusia, Donbas adalah warisan sejarah yang harus direbut kembali. Bagi Ukraina, wilayah ini adalah simbol kedaulatan yang tak boleh hilang. Selama kedua pihak tak bergeser dari posisi keras mereka, Donbas akan tetap menjadi episentrum perang.

Muhammad Imam Hatami
Editor
