Tren Global

De-dolarisasi Mengintai Jika Barat Nekat Sita Aset Rusia

  • Negara - negara barat menimbang nasib US$300 miliar aset Rusia yang dibekukan. Dana ini bisa bantu Ukraina, tapi berisiko guncang dolar AS dan sistem keuangan global.
trump putin.jpg

JAKARTA, TRENASIA.ID – Barat sedang menapaki jalur berisiko tinggi, lebih dari US$300 miliar aset Rusia setara sekitar Rp4.900 triliun kini dibekukan di bank sentral dan lembaga keuangan negara-negara G7 dan Uni Eropa (UE). Pertanyaan besar muncul, apakah harta beku ini akan tetap tersimpan, atau dialirkan untuk mendanai Ukraina yang luluh lantak akibat perang?

Langkah itu bisa menjadi preseden bersejarah. Namun, di baliknya mengintai risiko hukum, guncangan sistem keuangan global, hingga potensi percepatan “de-dolarisasi” yang dapat menggerus dominasi dolar AS.

Dilansir laman Fox News, Senin, 15 September 2025, aset Rusia yang kini tak bisa disentuh mencakup cadangan devisa Bank Sentral Rusia, berupa obligasi pemerintah Barat (Eurobond, US Treasury), deposito di bank sentral seperti Federal Reserve dan ECB, serta emas dan aset likuid lain.

Selain itu, miliaran dolar kekayaan oligarki Rusia juga ikut disita. Namun, status hukumnya berbeda, yang satu adalah cadangan devisa negara, sementara yang lain properti pribadi.

Fox News melaporkan,  dari dokumen pemerintah Amerika Serikat yang beredar para pemimpin G7 dan UE tengah menimbang tiga opsi untuk memanfaatkan aset Rusia. 

Penyitaan Bunga Obligasi (Opsi Paling Realistis)

Alih-alih menyentuh pokok aset, Barat berencana mengambil keuntungan bunga yang muncul dari obligasi atau deposito Rusia yang dibekukan. Pendapatan ini diperkirakan mencapai €3-5 miliar per tahun.

Argumen hukumnya, bunga dianggap “pendapatan baru”, bukan bagian dari aset asli. Uni Eropa sudah menyiapkan kerangka legal untuk menyalurkan dana ini ke Ukraina.

Penyitaan Penuh (Full Seizure)

Jalur keras dengan undang-undang khusus yang memberi wewenang pemerintah menyita seluruh cadangan devisa Rusia. Pendukungnya menekankan Rusia sudah melanggar hukum internasional.

Risikonya Rusia akan menggugat dengan dasar sovereign immunity (kekebalan aset negara berdaulat). Jika kalah di pengadilan, Barat bisa kehilangan muka dan kredibilitas hukum.

Baca juga : UNTR (United Tractors) Akuisisi Tambang Emas PSAB Senilai Rp8,8 Triliun

Menjadikan Aset sebagai Jaminan (Collateral)

Alternatif lain adalah menggunakan aset Rusia sebagai jaminan untuk pinjaman besar ke Ukraina. Jika Rusia tak membayar ganti rugi di masa depan, aset itu baru bisa disita. Mekanisme ini dianggap aman secara hukum, tetapi rumit dan sulit menutup kebutuhan dana masif Ukraina.

Risiko Sistemik: Kepercayaan pada Barat Bisa Luntur

Fox News melaporkan, Beberapa pimpinan Bank Sentral di Uni Eropa mengungkapkan kekhawatiran atas beragam resiko bila aset Rusia benar benar disita. Di atas kertas, menyita aset Rusia adalah cara cepat untuk menekan Moskow. Namun, bagi sistem keuangan global, ini bisa jadi bom waktu. beberapa resiko tersebut diantaranya sebagai berikut,

Erosi Kepercayaan Global

Selama puluhan tahun, bank sentral dunia menaruh cadangan devisa di AS dan Eropa dengan keyakinan bahwa aset mereka aman dan netral. Jika Rusia bisa disita, siapa yang menjamin aset China, Arab Saudi, atau India tak akan bernasib sama suatu hari nanti?

Percepatan De-dolarisasi

Langkah ini bisa menjadi katalis bagi negara-negara non-Barat untuk menarik cadangan dari Fed atau ECB, lalu mengalihkannya ke emas, logam mulia, atau bahkan mata uang alternatif seperti yuan.

Dampak bagi Bank dan Pasar Keuangan

Bank-bank Barat berisiko terkena pembalasan. Rusia, atau negara lain yang merasa terancam, bisa menyita aset perusahaan Barat di wilayah mereka. London dan New York bisa kehilangan reputasi sebagai pusat finansial “aman” dunia.

Baca juga : Menghitung Risiko Guyuran Dana Rp200 Triliun ke Perbankan

Dolar AS Bisa Terguncang?

Dolar memang masih menjadi raja cadangan devisa dunia. Namun, data IMF menunjukkan dominasinya menyusut, dari lebih 70% pada tahun 2000, kini hanya 58% pada akhir 2023.

Jika penyitaan penuh aset Rusia benar-benar dilakukan, reputasi dolar sebagai instrumen “netral” akan tercederai. Dalam jangka pendek, belum ada mata uang tandingan, pasar euro terfragmentasi, yuan masih terkontrol ketat,  tetapi dalam horizon 10–20 tahun, de-dolarisasi bisa semakin nyata.

Saat ini, Barat memilih jalur aman, memanfaatkan bunga hasil investasi aset Rusia. Ini memberi napas keuangan bagi Ukraina tanpa langsung mengguncang pasar.

Namun, tekanan politik bisa membuat opsi penyitaan penuh kembali mengemuka. Jika itu terjadi, Barat harus siap menghadapi konsekuensi: runtuhnya kepercayaan global, percepatan de-dolarisasi, dan potensi pukulan balik terhadap bank serta korporasi Barat.