BRICS Gaspol Borong Emas, Era Dominasi Dolar AS Bakal Tamat?
- Pembelian emas global melonjak 41% pada kuartal II-2025, dipimpin negara BRICS seperti China, Rusia, dan India. Lonjakan ini disebut sebagai langkah strategis menuju dedolarisasi dan persiapan peluncuran mata uang baru BRICS pada 2026.

Muhammad Imam Hatami
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID - Pembelian emas oleh bank sentral dunia melonjak tajam pada kuartal II-2025, kondisi tersebut memicu spekulasi tentang percepatan dedolarisasi serta persiapan mata uang baru BRICS.
Menurut data bank dunia, bank sentral berbagai negara memborong 166 ton emas selama periode tersebut, atau naik 41% dibanding rata-rata kuartalan.
Dengan tambahan itu, akumulasi cadangan emas bank sentral kini menembus rekor tertinggi sepanjang sejarah, lebih dari 36.000 ton. Lonjakan ini memperlihatkan perbedaan mencolok dengan permintaan emas ritel yang cenderung fluktuatif, karena pembelian institusional jauh lebih stabil dan dipandang sebagai strategi jangka panjang untuk memperkuat ketahanan moneter.
Kenaikan pembelian emas tidak hanya mencerminkan kebutuhan diversifikasi, tetapi juga bagian dari strategi dedolarisasi yang kian terbuka. Negara-negara BRICS yang terdiri dari Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan memperkuat kemandirian finansial dengan menyiapkan mata uang baru yang direncanakan meluncur pada 2026.
Emas dijadikan instrumen utama untuk menopang transisi ini karena dipandang lebih aman terhadap gejolak pasar global. Pergeseran cadangan dari dolar AS menuju emas menandakan berkurangnya dominasi mata uang Amerika sebagai jangkar sistem keuangan dunia.
BRICS Borong Emas
Pemain utama dalam gelombang pembelian emas berasal dari China, Turki, India, dan Rusia. China terus menambah cadangannya untuk memperkuat stabilitas yuan, Turki menjadikan emas sebagai instrumen lindung nilai terhadap inflasi, sementara India dan Rusia memanfaatkan logam mulia ini untuk mengurangi ketergantungan terhadap sistem dolar yang rentan terkena sanksi.
Bersama-sama, negara-negara tersebut mendorong tren baru di mana emas kembali menjadi penopang utama keuangan internasional, menggantikan sebagian posisi dolar. Dalam KTT BRICS ke-17 yang digelar di Brasil pada Juli 2025, blok tersebut menyepakati pembangunan infrastruktur pembayaran digital, perluasan perdagangan dengan mata uang lokal, serta penguatan perjanjian bilateral antaranggota.
Kesepakatan ini mempertegas visi BRICS untuk menciptakan sistem keuangan alternatif di luar jaringan SWIFT yang selama ini dikuasai Barat. Kini BRICS telah berkembang menjadi BRICS-10, dengan tambahan negara baru yang memperluas jangkauan geopolitik dan ekonomi. Secara kolektif, aliansi ini mewakili 46 persen populasi dunia dan 37% PDB global.
Kekuatan ini memberi mereka posisi strategis untuk membangun ekosistem keuangan yang lebih mandiri sekaligus mengurangi dominasi dolar AS dalam perdagangan internasional.
Kenapa Emas Efektif Lawan Dolar?
Sejumlah pelaku industri menilai tren ini membuka peluang besar bagi perusahaan tambang. Jeff Quartermaine, CEO Perseus Mining, menyebut emas sebagai “lindung nilai dan asuransi terhadap kerentanan moneter global” karena nilainya tidak ditentukan oleh satu otoritas tunggal.
Mike Hodgson, CEO Serabi Gold, menambahkan bahwa produsen emas di negara-negara BRICS akan sangat diuntungkan karena biaya operasional bisa sepenuhnya dibiayai dari arus kas, tanpa harus mencari pendanaan eksternal.
“Kami menikmati nilai tukar yang sangat menguntungkan. Semua kebutuhan bisa kami danai dari arus kas, tanpa perlu mengurangi ekuitas pemegang saham,” ujar Hodgson, dilansir laman The Economist, Senin, 18 Agustus 2025.
Produksi Perseus Mining bahkan mencapai 496.000 ons, lebih tinggi dari perkiraan pasar, dan menunjukkan besarnya keuntungan yang diperoleh perusahaan emas di tengah lonjakan permintaan institusional.
Alasan utama emas dinilai mampu menyaingi bahkan mengalahkan dolar terletak pada sifatnya yang unik sebagai aset nyata. Emas tidak bergantung pada kebijakan moneter suatu negara, tidak bisa dicetak semaunya, dan jumlahnya terbatas sehingga nilainya cenderung bertahan melawan inflasi.
Berbeda dengan dolar yang rentan tergerus oleh defisit fiskal, utang pemerintah, maupun sanksi geopolitik, emas bersifat universal dan diterima lintas negara sebagai penyimpan nilai. Ketika kepercayaan terhadap dolar melemah akibat dominasi politik Amerika Serikat serta meningkatnya ketidakpastian ekonomi global, emas tampil sebagai pilihan yang lebih netral, tahan krisis, dan tidak dapat dimanipulasi oleh otoritas tunggal.
Inilah yang menjadikan emas semakin relevan sebagai jangkar baru dalam sistem keuangan global, sekaligus simbol pergeseran menuju era pasca-dolar yang semakin nyata di bawah dorongan negara-negara BRICS dan sekutunya.

Muhammad Imam Hatami
Editor
