Tren Global

Antariksa Jadi Arena Geopolitik, Simak Kiprah Negara Besar di Luar Angkasa

  • NASA, ESA, Roscosmos, dan CNSA berlomba menaklukkan antariksa. Dari Bulan hingga Mars, ambisi global kini berpacu dengan kepentingan geopolitik.
bulan moon amstrong nasa.jpg

JAKARTA, TRENASIA.ID - Di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik dan persaingan teknologi global, lembaga-lembaga antariksa dari negara-negara besar dunia terus menunjukkan ambisi yang luar biasa. 

Amerika Serikat dengan NASA, Eropa lewat ESA, Rusia melalui Roscosmos, dan China dengan CNSA kini berada di garis depan perlombaan baru menaklukkan antariksa, bukan sekadar untuk prestise, tapi juga untuk ilmu pengetahuan, ekonomi, dan kekuasaan strategis.

Dilansir dari laman Nasa, Kamis, 23 Oktober 2025, National Aeronautics and Space Administration (NASA) didirikan pada 1958, hingga kini lembaga tersebut tetap menjadi simbol supremasi teknologi antariksa dunia. 

Nasa telah mencatatkan kiprah legendaris seperti pendaratan manusia di Bulan pada 1969, NASA kini menatap kembali ke Bulan melalui Program Artemis. Misi Artemis II, yang dijadwalkan pada 2026, akan membawa empat astronaut mengelilingi Bulan, langkah penting sebelum pendaratan manusia berikutnya. 

Di sisi lain, rover Perseverance di Mars terus mencari jejak kehidupan masa lalu, mengumpulkan sampel batuan di Kawah Jezero yang dianggap memiliki potensi biosignature.

Tak hanya fokus pada eksplorasi luar angkasa, NASA juga memperkuat kerja sama internasional melalui Artemis Accords, seperangkat prinsip eksplorasi Bulan dan Mars yang etis dan bertanggung jawab, kini telah diadopsi lebih dari 30 negara. 

Melalui program Commercial Crew, NASA membuka era baru industri antariksa komersial, menggandeng perusahaan seperti SpaceX dan Boeing untuk mengirim astronaut dan kargo ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS).

Baca juga : PM Takaichi Naik, Jepang Bakal Punya Militer Seperti Era PD II Lagi?

ESA, Diplomasi Sains Eropa

Sementara itu, European Space Agency (ESA), lembaga yang berdiri sejak 1975, akan merayakan ulang tahunnya yang ke-50 pada 2025. ESA membuktikan bahwa Eropa dapat bersaing dalam eksplorasi luar angkasa melalui diplomasi, kolaborasi, dan sains berkelanjutan.

Misi besar seperti JUICE (Jupiter Icy Moons Explorer) yang diluncurkan pada 2023 kini sedang menuju sistem Jupiter, dengan manuver bantuan gravitasi di Venus dijadwalkan pada kuartal ketiga 2025. 

Di bidang observasi Bumi, ESA menjadi pionir dengan program Copernicus Sentinel, yang akan menambah tiga satelit baru tahun depan. Selain itu, Eropa tengah bersiap memperkenalkan Ariane 6, roket peluncur generasi baru yang akan memperkuat kemandirian Eropa di sektor peluncuran satelit. 

ESA juga mengembangkan sistem navigasi Moonlight, jaringan komunikasi dan navigasi untuk misi di permukaan Bulan, sebuah langkah strategis menuju eksplorasi antariksa jangka panjang.

Roscosmos, Warisan Soviet

Rusia, melalui Roscosmos, tetap mempertahankan warisan besar Uni Soviet dalam sejarah antariksa dunia. Berdiri secara resmi pada 25 Februari 1992, Roscosmos mewarisi pencapaian monumental seperti peluncuran Sputnik (satelit pertama di dunia, 1957), penerbangan Yuri Gagarin (manusia pertama di luar angkasa, 1961), dan pembangunan stasiun antariksa Salyut.

Kini, Roscosmos masih menjadi mitra utama dalam operasi ISS, meski hubungan Rusia-Barat sempat memburuk akibat ketegangan politik. Pertemuan langka antara pimpinan Roscosmos dan NASA pada Juli 2025 menjadi sinyal penting bahwa kerja sama teknis tetap dijaga di tengah perbedaan geopolitik.

Selain itu, Rusia terus memperkuat sistem navigasi GLONASS, pesaing GPS milik AS, dan menjalin kemitraan strategis dengan China untuk membangun International Lunar Research Station (ILRS), sebuah stasiun penelitian Bulan bersama yang akan menyaingi Program Artemis.

Baca juga : Peringkat Naik ke AAA, Saham BBTN Makin Menyala

CNSA Sedang Naik Daun

Meskipun data publik tentang China National Space Administration (CNSA) tidak sebanyak tiga lembaga lain, kiprah China di antariksa tak bisa diabaikan. Berdiri sejak 1993, CNSA telah menjelma menjadi kekuatan ruang angkasa global dengan program ambisius:

Stasiun luar angkasa Tiangong, yang kini aktif dan dioperasikan penuh oleh taikonaut China. Misi Chang’e ke Bulan, termasuk keberhasilan Chang’e-4 (2019) yang mendarat di sisi jauh Bulan, menjadi prestasi pertama dalam sejarah manusia.

Misi Tianwen-1 ke Mars, yang sukses mengirim rover Zhurong pada 2021. Selain eksplorasi, China juga memperkuat kebijakan antariksa komersial, membuka ruang bagi perusahaan swasta dalam peluncuran roket dan satelit, langkah yang mencerminkan model ekonomi antariksa seperti Amerika Serikat.

Meski berada dalam rivalitas yang kian tajam, empat lembaga ini juga saling bergantung secara teknis. NASA dan Roscosmos tetap bekerja sama menjaga operasi ISS, bahkan di tengah konflik geopolitik. 

ESA menjembatani kerja sama lintas kawasan, sementara CNSA mulai menarik negara-negara berkembang dan anggota BRICS ke dalam orbit pengaruhnya.

Era baru antariksa bukan hanya soal “siapa yang lebih cepat sampai ke Bulan”, tapi juga tentang siapa yang bisa membangun ekosistem luar angkasa paling berkelanjutan dan inklusif. 

Dari eksplorasi Bulan hingga pengembangan stasiun luar angkasa komersial, masa depan antariksa kini menjadi panggung bagi ilmu pengetahuan, diplomasi, dan ambisi global, di mana batas bumi bukan lagi penghalang, melainkan titik awal peradaban baru.