Roti’O Tolak Cash, Gen Z Buka Suara soal Keadilan Transaksi
- Penolakan pembayaran tunai di gerai Roti’O memicu polemik publik setelah video seorang lansia gagal bertransaksi viral. Bank Indonesia menegaskan rupiah wajib diterima sebagai alat pembayaran sah.

Maharani Dwi Puspita Sari
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID - Polemik penolakan pembayaran tunai di salah satu gerai Roti’O ramai diperbincangkan publik, setelah sebuah video viral di media sosial yang memperlihatkan seorang lansia tidak bisa bertransaksi karena hanya membawa uang tunai. Dalam video tersebut, kasir menyampaikan bahwa gerai hanya melayani pembayaran non-tunai atau menggunakan QRIS.
Peristiwa ini memicu reaksi masyarakat yang menilai kebijakan tersebut merugikan konsumen, khususnya kelompok lanjut usia yang belum terbiasa dengan transaksi digital. Video yang diupload oleh akun TikTok @arlius_zebua pada Sabtu, 20 Desember 2025 mengecam keras pihak brand Roti’O terkait penolakan uang tunai yang bertentangan dengan ketentuan uang rupiah sebagai alat pembayaran sah di Indonesia.
Menanggapi polemik tersebut, Bank Indonesia menegaskan bahwa uang rupiah wajib diterima dalam setiap transaksi pembayaran di wilayah Indonesia. Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Ramdan Denny Prakoso menegaskan bahwa kebijakan penolakan pembayaran menggunakan uang tunai secara mutlak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Dalam Pasal 33 ayat (2) regulasi tersebut, ditegaskan bahwa rupiah tidak boleh ditolak sebagai alat pembayaran yang sah di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Setiap orang dilarang menolak untuk menerima rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban di wilayah NKRI,” ujar Denny, Minggu, 21 Desember 2025.
Denny juga menjelaskan bahwa penolakan terhadap uang rupiah hanya dapat dilakukan apabila terdapat keraguan terhadap keaslian uang. Di luar kondisi tersebut, pelaku usaha tetap wajib menerima pembayaran tunai, meskipun telah menyediakan alternatif transaksi nontunai seperti QRIS.
Menurutnya, Bank Indonesia memang terus mendorong digitalisasi sistem pembayaran karena dinilai lebih cepat dan efisien. Namun, perbedaan kondisi sosial, geografis, serta tingkat literasi digital masyarakat membuat penggunaan uang tunai masih memiliki peran yang signifikan dalam aktivitas transaksi sehari-hari.
Sementara itu, manajemen Roti’O menyampaikan permohonan maaf atas kejadian tersebut. Perusahaan menyatakan bahwa kebijakan pembayaran non-tunai diterapkan untuk mendukung kemudahan transaksi dan program promosi, dan mengakui adanya kekurangan dalam penerapan di lapangan.
Roti’O menyebut akan melakukan evaluasi internal, termasuk peningkatan pelatihan kepada karyawan, agar pelayanan kepada konsumen tetap inklusif dan tidak menimbulkan ketidaknyamanan. Perusahaan juga menegaskan komitmennya untuk memperbaiki prosedur operasional agar kejadian serupa tidak terulang.
- Baca Juga: Melihat Ekspansi QRIS Lintas Negara
Suara Gen Z Soal Keadilan
Kasus ini kembali membuka diskusi publik mengenai penerapan sistem pembayaran non-tunai di ruang publik. Di tengah dorongan digitalisasi, banyak pihak khususnya Gen Z merasa bahwa pembayaran tunai tetap perlu disediakan guna menjamin akses dan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat.
“Kecewa, sedih juga. Mungkin kalo gen z yang ditolak enggak bisa pembayaran cash, masih bisa kita terima karena kan gen z ini semuanya udah pasti punya mbank/ e-wallet kan ya. Tapi gimana kalo orang tua atau lansia yang lagi sendirian enggak ditemenin anak muda, ada rasa kasihan soalnya rata-rata orang tua ataupun lansia enggak paham sama teknologi,” ungkap Nita selaku mahasiswa, dalam wawancara tim TrenAsia, Senin, 22 Desember 2025.
Selain itu, dari kasus Roti’O sebagian anak muda merasa bahwa preferensi mereka terhadap brand dapat berpengaruh terhadap daya beli tersendiri. Hal tersebut dikarenakan, Gen Z lebih melek terhadap digital dan isu-isu sosial.
“Sebagai Gen Z, menurut saya brand perlu bertanggung jawab dan meminta maaf kepada pihak yang dirugikan. Pasti ada pengaruhnya. Kalau brand enggak nunjukin perbaikan atau penyesuaian, saya mungkin akan mengurangi pembelian di sana,” ungkap mahasiswa lain, Sabrina.
Sabrina juga menjelaskan bahwa sistem transaksi non-tunai memberikan keuntungan yang serba cepat. Namun, para pelaku usaha seharusnya mampu melihat dan menyediakan fitur pembayaran lain, mengingat masih banyak orang yang tidak bisa menggunakan QRIS. Ini semua tidak terlepas dari peraturan BI yang masih menetapkan uang tunai sebagai alat pembayaran yang sah.
Kini, Gen Z masih menggunakan pembayaran cash dan cashless untuk menyesuaikan kebutuhan sehari-hari. Hal ini dilakukan supaya transaksi lebih aman, mudah, cepat, dan fleksibel.

Maharani Dwi Puspita Sari
Editor
