Pakar UGM: Negara Potensi Gagal Penuhi Target Pendapatan 2025
- Pengamat APBN dan Kepala Laboratorium Departemen Ekonomika dan Bisnis Universitas Gajah Mada (UGM) Kun Haribowo memperingatkan penerimaan negara hingga akhir 2025 diperkirakan tidak mencapai target yang telah ditetapkan dalam APBN.

Distika Safara Setianda
Author

JAKARTA, TRENASIA.ID – Pengamat APBN dan Kepala Laboratorium Departemen Ekonomika dan Bisnis Universitas Gajah Mada (UGM) Kun Haribowo memperingatkan penerimaan negara hingga akhir 2025 diperkirakan tidak mencapai target yang telah ditetapkan dalam APBN.
Berdasarkan proyeksi hingga kuartal IV 2025, total penerimaan negara, baik dari pajak, kepabeanan dan cukai, danpenerimaan negara bukan pajak (PNBP) menunjukkan kontraksi antara -14,35% hingga -23,46% (YoY).
Penurunan paling tajam, 40% hingga 60% diperkirakan terjadi pada kelompok pajak penghasilan PPh Migas, dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dalam Negeri yang mengalami penurunan seiring perlambatan belanja rumah tangga maupun korporasi.
“Di sisi lain, PNBP dari sumber daya alam (SDA) migas juga menunjukkan perlemahan. Yang menaik, pada tahun ini diperkirakan nilai restitusi pajak mengalami nilai peningkatan terbesar sejak pandemi Covid-19,” kata Kun dalam keterangannya, dikutip pada Rabu, 26 November 2025.
Di sisi belanja, pada awal tahun pemerintah telah memangkas belanja Kementerian/Lembaga sebesar Rp256,1 triliun dan mengurangi Transfer ke Daerah sebesar Rp50,59 triliun. Kebijakan ini menurunkan total belanja negara dari Rp3.621,3 triliun menjadi sekitar Rp3.314,6 triliun atau 8,47%. Hal ini dinilai penting untuk menjaga disiplin fiskal dan menahan pelebaran defisit.
Akan tetapi, kontraksi penerimaan yang bersifat struktural tetap menimbulkan risiko defisit fiskal melampaui batas 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
“Langkah efisiensi di sisi pengeluaran terbukti penting, tapi belum sepenuhnya mampu menutup pelemahan penerimaan yang mendalam, sehingga diperlukan strategi korektif lanjutan untuk memastikan disiplin fiskal tetap terjaga tanpa mengorbankan momentum pertumbuhan ekonomi,” jelasnya.
Dalam pembiayaan, pemerintah tetap mengandalkan Surat Berharga Negara (SBN) sebagai instrumen utama untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN.
Ia menegaskan, penerbitan SBN tidak memengaruhi besaran defisit, karena pembiayaan berfungsi menutup selisih antara pendapatan dan belanja yang telah tercatat dalam APBN, bukan menyelesaikan masalah defisit.
Menurutnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menghadapi ujian penting di tahun pertamanya menjabat, seperti menjaga defisit anggaran di bawah batas 3% PDB di tengah tekanan penerimaan yang besar, efisensi belanja dan ambisi mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Keberhasilan Menkeu baru dalam menavigasi keseimbangan ini akan menjadi tolok ukur utama kredibilitas fiskal pemerintah dan arah kebijakan ekonomi ke depan. “Dibutuhkan keseimbangan yang presisi antara kehati-hatian fiskal dan keberanian dalam mengambil kebijakan ekspansif yang selektif guna menghindari pelebaran defisit yang berpotensi melampaui batas 3% PDB,” terang Kun.
Kun menambahkan, kebijakan pengelolaan keuangan negara yang hati-hati menjadi bukti komitmen pemerintah dalam menjaga kredibilitas fiskal, disiplin, dan berorientasi pada berkelanjutan.
“Konsistensi menjaga defisit di bawah batas konstitusional bukan hanya pemenuhan kewajiban hukum, tapi juga fondasi utama bagi kepercayaan pasar dan keyakinan masyarakat terhadap stabilitas ekonomi nasional,” ungkap Kun.
Dengan langkah yang realistis dan terukur, Indonesia diyakini bisa mempertahankan kredibilitas fiskal dan memastikan keberlanjutan pembangunan di tengah ketidakpastian global yang tinggi.

Distika Safara Setianda
Editor