Tren Ekbis

Mitigasi Risiko Dinilai Lemah, Temuan BPK Ungkap Potensi Beban Ekonomi Negara di Waskita

  • BPK menemukan lemahnya mitigasi risiko dalam pengelolaan keuangan dan investasi PT Waskita Karya sepanjang 2022–2024. Kondisi ini berpotensi memperbesar beban ekonomi, tidak hanya bagi perseroan tetapi juga keuangan negara sebagai pemegang saham utama.
Waskita Karya logo.jpg
Waskita (Seputar Semarang)

JAKARTA, TRENASIA.ID – Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap lemahnya mitigasi risiko dalam pengelolaan investasi dan keuangan PT Waskita Karya (Persero) Tbk, yang berpotensi menimbulkan beban ekonomi lanjutan bagi negara sebagai pemegang saham utama. Temuan tersebut tercantum dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2025.

BPK mencatat bahwa pengelolaan pendapatan, biaya, dan investasi Waskita dalam periode 2022-2024, belum sepenuhnya dilakukan dengan prinsip kehati-hatian. Sejumlah keputusan investasi dinilai tidak disertai mitigasi risiko yang memadai, sehingga berdampak pada tekanan arus kas dan memburuknya kinerja keuangan perseroan.

Kondisi tersebut memperbesar risiko ekonomi yang pada akhirnya tidak hanya ditanggung oleh perusahaan, tetapi juga berpotensi merembet ke keuangan negara. Sebagai BUMN, setiap tekanan finansial yang dialami Waskita berimplikasi langsung terhadap kepentingan fiskal, baik melalui kebutuhan restrukturisasi, dukungan pemerintah, maupun penurunan nilai investasi negara.

Dalam laporan tersebut, PT Waskita Karya diketahui menandatangani sejumlah perjanjian kerja konstruksi dalam kondisi perizinan yang belum sepenuhnya rampung, status lahan yang belum clean and clear, serta progres pekerjaan yang belum dibayarkan oleh pemberi kerja. Temuan tersebut antara lain terjadi pada Proyek Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi Rancang dan Bangun Twin Tower Makassar (TTM).

Pada proyek TTM, progres penyelesaian baru mencapai 9,27% atau setara Rp176,31 miliar. Pekerjaan tersebut terhenti akibat belum jelasnya status tanah serta belum adanya kepastian pembayaran jaminan pekerjaan dari pihak pemberi kerja.

Permasalahan serupa juga ditemukan pada Proyek Pembangunan Penerangan Jalan Umum Tenaga Surya Wilayah Indonesia 4 (PJUTS-4). Proyek ini terkendala penetapan lokasi, dengan progres pekerjaan yang belum dibayarkan sebesar 17,01% atau senilai Rp12,72 miliar, yang terdiri dari material di lokasi proyek dan material hasil fabrikasi.

Akibat proyek tersebut, PT Waskita Karya berpotensi menanggung beban keuangan yang menimbulkan kerugian hingga Rp189,03 miliar. Atas kondisi tersebut, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merekomendasikan kepada Direksi PT Waskita Karya agar mengintensifkan upaya penagihan kepada pemberi kerja serta menempuh langkah hukum yang diperlukan atas pekerjaan yang telah diselesaikan, tetapi belum dibayarkan.

Temuan ini menjadi sinyal bahwa perbaikan tata kelola BUMN karya masih menjadi tugas besar. Proyek berskala besar yang dijalankan tanpa pengelolaan risiko yang matang, berpotensi menambah beban ekonomi negara di tengah upaya menjaga stabilitas fiskal dan pemulihan ekonomi nasional.

Selain itu, temuan ini sekaligus menjadi peringatan bagi pengelolaan BUMN secara keseluruhan, bahwa kehati-hatian dan akuntabilitas bukan hanya persoalan korporasi, tetapi juga menyangkut perlindungan keuangan negara serta kepentingan publik.