Tren Ekbis

Kiyosaki Ramal Keruntuhan Ekonomi, Minta Warga Amankan 4 Aset Ini

  • Robert Kiyosaki klaim “crash masif sudah dimulai” dan serukan investor beralih ke emas, perak, Bitcoin dan Ethereum untuk selamatkan kekayaan.
Perak dan Emas.
Perak dan Emas. (physicalgold.com)

JAKARTA, TRENASIA.ID - Robert Kiyosaki, penulis buku finansial yang menjadikan jutaan orang di dunia melek investasi melalui Rich Dad Poor Dad, mengunggah satu kalimat pendek namun penuh muatan kecemasan. “KEJADIAN CRASH MASIF SUDAH DIMULAI. Jutaan orang akan tersapu habis.” tulis Kiyosaki dikutip X, Senin, 3 November 2025.

Kalimat berhuruf kapital itu bukan sekadar status emosional. Bagi banyak pengikutnya, itu adalah alarm, sebuah sinyal “doomsday” ekonomi yang selama bertahun-tahun ia ramalkan, kini seolah mulai terwujud. 

Reaksi pun beragam, rasa takut, panik, tetapi juga rasa penasaran, karena setiap kali Kiyosaki berbicara soal krisis, biasanya ada peluang investasi yang ikut dibisikkan. Yang dimaksud Kiyosaki dengan “crash masif” bukan sekadar penurunan harga saham atau resesi singkat, melainkan keruntuhan struktural ekonomi global. 

Dalam pandangannya, kejatuhan ini mencakup anjloknya pasar saham dan obligasi secara dalam, melemahnya nilai mata uang fiat, perbankan yang mulai mengalami krisis likuiditas, hingga runtuhnya kepercayaan publik terhadap sistem keuangan. Dengan kata lain, ini bukan badai pasar biasa, tetapi lebih menyerupai “reset” ekonomi besar-besaran.

Bagi yang mengikuti perjalanan pemikiran Kiyosaki, peringatan ini bukan hal baru. Sejak pandemi, ia rutin menyuarakan prediksi kejatuhan sistem finansial berbasis uang fiat yang menurutnya rapuh, penuh utang, dan akan runtuh “bukan soal jika, tetapi kapan.”

Pada tanggal 12 Oktober 2025, ia bahkan menyebut akan terjadi “crash terbesar dalam sejarah dunia.” Menurutnya, mereka yang paling terpukul justru para penabung tradisional, yang menyimpan uang di bank tanpa mengembangkan aset produktif.

“Uang kertas sedang kehilangan nilai, mereka yang hanya menabung akan habis dimakan inflasi.” ujarnya dalam sebuah podcast, dikutip Financial Exprees.

Baca juga : IHSG Dibayangi Rilis Data PDB dan Review MSCI, Analis Rekomendasikan 6 Saham Ini

Ketakutan Baru, Strategi Lama

Di balik nada apokaliptik itu, Kiyosaki tetap menawarkan solusi yang konsisten ia gaungkan selama lebih dari dua dekade, yaitu kembali berpegangan pada aset nyata yang tahan krisis. 

Ia kembali menyebut empat aset yang menurutnya layak menjadi pelindung kekayaan: emas, perak, Bitcoin (BTC), dan Ethereum (ETH). Dalam pandangannya, emas dan perak telah terbukti sepanjang sejarah sebagai penyimpan nilai, sementara Bitcoin dan Ethereum berperan sebagai “emas digital” era modern, tempat berlindung ketika mata uang fiat melemah dan pasar keuangan bergejolak. 

Keempat aset ini ia sebut sebagai “life boat assets”, layaknya perahu penyelamat yang dapat membawa investor keluar dari badai ekonomi global.

Menariknya, dalam beberapa bulan terakhir, fokus Kiyosaki pada Ethereum semakin sering terdengar. Ketika ETH menyentuh kisaran US$ 4.000 pada akhir Oktober 2025, ia membandingkannya dengan Bitcoin saat masih di fase awal kebangkitan harga.

Pernyataan yang tidak hanya memunculkan optimisme, tetapi juga menghidupkan rasa “FOMO” di kalangan investor ritel. “Ethereum hari ini seperti melihat Bitcoin ketika masih dianggap mainan, banyak yang belum paham nilainya.” ujarnya dalam sebuah sesi wawancara.

Kiyosaki menilai ETH, bersama perak, memiliki nilai utilitas di dunia nyata, baik untuk industri maupun teknologi blockchain. “Belum dihargai sesuai potensinya,” katanya.

Dalam narasi Kiyosaki, akar masalah ekonomi global berasal dari ketergantungan pada utang, bank sentral yang “mencetak uang seenaknya”, dan gelembung di pasar saham serta obligasi. Ia memprediksi keduanya akan segera ambruk, mengimbangi sentimen ketakutan yang juga muncul di pasar global.

Ia menyitir perubahan pola investasi legenda Wall Street, Warren Buffett, yang dalam beberapa tahun terakhir menambah porsi kepemilikan aset logam mulia melalui Berkshire Hathaway. “Jika Buffett saja mulai lari ke emas, apa yang itu katakan pada kita?” ujarnya.

Meski nuansa ramalannya terdengar gelap, ada satu pesan yang ia ulang berkali-kali, krisis bukan akhir, bagi yang siap, krisis justru kesempatan. Dan kesiapan itu dimulai dari pendidikan finansial.

Ia menyerukan agar masyarakat tidak hanya mengikuti arus berita pasar, tetapi memahami cara kerja uang, aset, dan perputaran kekayaan. Baginya, diversifikasi bukan sekadar strategi, tetapi “perisai”. “Crash sudah dimulai. Jangan tunggu semuanya runtuh baru bertindak.” ungkap Kiyosaki.

Fenomena “Kiyosaki Effect”

Setiap pernyataan Robert Kiyosaki selalu memecah publik ke dalam dua kubu. Di satu sisi, ada para pengikut yang menganggapnya visioner dan sosok penyelamat finansial. Di sisi lain, para skeptis menilai ramalan Kiyosaki kerap berlebihan, sensasional, dan sarat dramatisasi untuk menarik perhatian.

Meski menuai pro dan kontra, satu hal sulit dibantah: ia memiliki kemampuan kuat dalam menggerakkan opini publik. Dalam dunia investasi, persepsi sering kali memiliki daya dorong yang sama besar dengan data. Tidak heran jika banyak analis menyebut fenomena ini sebagai “Kiyosaki Effect”, yakni ketika pernyataannya mampu memicu gelombang diskusi, perubahan keputusan investasi, hingga kepanikan pasar.

Pertanyaan yang kini menggantung adalah apakah dunia benar-benar tengah memasuki krisis ekonomi terbesar seperti yang ia klaim, atau ini sekadar bagian dari siklus ekonomi yang kembali berputar. Jawabannya masih samar, namun narasi mengenai ancaman krisis sudah cukup untuk membuat banyak investor mulai waspada.

Bagi investor kecil yang kerap menjadi “korban terakhir” dalam turbulensi pasar, peringatan Kiyosaki terasa seperti alarm dini. Entah akan dipatuhi atau diabaikan, alarm itu sudah terlanjur berbunyi. Jika badai ekonomi benar datang, apakah publik siap menghadapinya? Atau seperti yang ia khawatirkan, “jutaan orang akan tersapu habis”?

Yang jelas, narasi tentang krisis kini kembali menguat. Dan bagi sebagian orang, itu sudah cukup untuk mulai menata ulang peta investasi mereka.