Kenapa Biaya Investasi RI Kalah Bersaing dari Vietnam dan India?
- Biaya investasi Indonesia masih tinggi dengan ICOR 5,79. Bandingkan dengan Vietnam (3,58) dan India (4,56) yang lebih efisien dalam mengubah modal menjadi pertumbuhan ekonomi.

Muhammad Imam Hatami
Author

Wisma BNI 46 menjadi simbol gedung-gedung pencakar langit di Jakarta / Shutterstock
(Istimewa)JAKARTA, TRENASIA.ID - Indonesia menghadapi tantangan serius dalam meningkatkan efisiensi investasi didalam negeri. Berdasarkan data BPS, peringkat ICOR (Incremental Capital Output Ratio) Indonesia mencapai 5,79, menjadikannya yang tertinggi di kawasan Asia.
Angka ini jauh di atas India (4,56) dan Vietnam (3,58), dua negara yang kini melesat menjadi tujuan favorit investor asing. Padahal, dalam teori ekonomi, semakin rendah ICOR suatu negara, semakin efisien pula pemanfaatan modal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dengan ICOR hampir 6, artinya Indonesia membutuhkan investasi yang jauh lebih besar hanya untuk menghasilkan tambahan output ekonomi yang sama dibandingkan dengan tetangganya.
ICOR menggambarkan seberapa banyak tambahan modal yang diperlukan untuk meningkatkan satu unit pertumbuhan ekonomi. Semakin kecil angkanya, semakin baik produktivitas investasi di suatu negara.
Ekonom senior sekaligus anggota Tim Asistensi Menko Perekonomian Raden Pardede menjelaskan tingginya ICOR Indonesia mencerminkan mahalnya biaya investasi dan rendahnya efisiensi penggunaan modal.
“ICOR itu adalah bagaimana kita menggunakan investasi lebih efisien, lebih efektif. Kalau mesinnya makin bagus, maka penggunaan bahan bakar menjadi lebih efisien. Bagaimana seperti Vietnam itu lebih cepat dari kita. Itu yang kita harus perbaiki,” Jelas Raden dalam Forum Diskusi Capaian Satu Tahun Kinerja Kabinet Merah Putih di Bidang Perekonomian, Senin, 20 Oktober 2025.
Baca juga : Loyo, Segini Harga Emas Antam Awal Pekan Ini
Menurut Raden, agar bisa bersaing, Indonesia harus mampu menurunkan ICOR setidaknya mendekati level Vietnam. “Kita harus naik lagi, kalau bisa mengikuti Vietnam. Jadi masih ada tambahan 2% lagi,” tambahnya.
Tingginya ICOR turut berdampak pada perlambatan pertumbuhan produktivitas nasional. Data menunjukkan CAGR (Compound Annual Growth Rate) Pendapatan Nasional Bruto (PNB) per kapita Indonesia selama 2019–2024 hanya 3,8%, lebih rendah dibanding India (5,3%) dan Vietnam (6,2%).
Angka ini menunjukkan bahwa meskipun investasi di Indonesia meningkat dari sisi nominal, kontribusinya terhadap produktivitas dan kesejahteraan masyarakat masih terbatas. Artinya, setiap rupiah investasi belum mampu menghasilkan peningkatan output ekonomi yang maksimal.
Beberapa faktor yang memengaruhi tingginya biaya investasi di Indonesia antara lain biaya logistik dan energi yang tinggi, regulasi berbelit, kepastian hukum yang lemah, serta lambatnya adopsi teknologi dan inovasi industri.
Vietnam dan India Lebih Efisien Menarik Modal Asing
Dalam satu dekade terakhir, Vietnam dan India berhasil menciptakan iklim investasi yang jauh lebih kompetitif dibandingkan Indonesia. Vietnam berhasil menarik Foreign Direct Investment (FDI) rata-rata US$17–20 miliar per tahun dengan sektor manufaktur dan teknologi tinggi sebagai pendorong utama.
Vietnam memanfaatkan keunggulan geografis, tenaga kerja terampil, dan kebijakan insentif pajak yang agresif untuk menarik investor global seperti Samsung, Intel, dan Foxconn.
ICOR Vietnam hanya 3,58, mencerminkan efisiensi tinggi dalam mengubah modal menjadi output ekonomi. India juga menunjukkan performa kuat. Negara ini mencatat rata-rata pertumbuhan ekonomi 6–7% per tahun dalam lima tahun terakhir dengan ICOR 4,56.
Pemerintah India secara konsisten melakukan deregulasi, memperkuat infrastruktur digital, dan mendorong sektor energi terbarukan. Selain itu, India berhasil menarik investasi teknologi global, termasuk dari Google dan Apple, melalui program Make in India.
Sebaliknya, Indonesia masih tertinggal karena proses perizinan yang panjang, biaya energi yang belum kompetitif, serta ketergantungan tinggi pada investasi berbasis sumber daya alam.
Baca juga : China Segera Punya Rencana 5 Tahun Baru, Begini Cara Mereka Mengubah Dunia Sejauh Ini
Di tengah tantangan ini, para ekonom menilai IEU CEPA (Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement) bisa menjadi momentum penting untuk memperbaiki iklim investasi nasional.
Kesepakatan tersebut diharapkan membuka akses pasar yang lebih luas, meningkatkan ekspor, serta menarik modal asing ke sektor industri berteknologi tinggi. “Jadi tiba saatnya momentumnya pas. Contohnya IEU CEPA, kita harus benar-benar manfaatkan. Karena dua–tiga tahun ke depan peluang seperti ini tidak akan datang lagi,” kata Raden Pardede menegaskan.
Namun, untuk benar-benar memanfaatkan momentum tersebut, pemerintah perlu memperkuat perencanaan investasi, mempercepat implementasi hilirisasi industri, dan mendorong inovasi teknologi. Tanpa langkah konkret, pertumbuhan ekonomi Indonesia berisiko stagnan di kisaran 5% per tahun, jauh di bawah potensi maksimalnya.
Kondisi ICOR yang tinggi menjadi sinyal bahwa Indonesia masih terlalu padat modal tetapi belum padat inovasi. Agar investasi bisa lebih efisien, dibutuhkan transformasi struktural: mempercepat digitalisasi industri, memperkuat keterampilan tenaga kerja, serta menciptakan kebijakan fiskal dan moneter yang pro-produktivitas.
Vietnam dan China telah membuktikan bahwa bahkan negara dengan sistem politik tertutup sekalipun bisa menjadi ekonomi terbuka dan efisien dengan perencanaan yang tepat. Indonesia kini memiliki peluang yang sama, jika mampu menjadikan efisiensi sebagai pondasi kebijakan ekonominya.

Chrisna Chanis Cara
Editor