Bisakah Bisnis Sawit Jadi Industri Hijau di Indonesia?
- Bisnis sawit dianggap merusak lingkungan, padahal studi WRI membuktikan sawit efisien jika tidak mengorbankan hutan. Kunci ramah lingkungan adalah sertifikasi ekolabel dan praktik NDPE.

Maharani Dwi Puspita Sari
Author


JAKARTA, TRENASIA.ID - Bisnis usaha sawit kerap dianggap merusak lingkungan dan menjadi salah satu faktor penghambat penerapan ekonomi hijau di beberapa negara, termasuk Indonesia. Hal tersebut didasari atas kesalahan dalam pengolahan dan pengelolaan komoditas tersebut.
Jika sawit tidak mengorbankan hutan maupun lahan gambut, maka permasalahan terkait lingkungan tidak akan muncul ke permukaan.
Studi juga membuktikan bahwa sawit jauh lebih efisien dalam memproduksi minyak nabati dibandingkan tanaman minyak nabati lainnya, dikutip dari World Resources Institute (WRI) Indonesia, Selasa, 9 Desember 2025.
Bisakah Sawit Jadi Ramah Lingkungan?
Angga Prathama Putra, selaku Sustainable Palm Oil Project Leader World Wildlife Fund (WWF) Indonesia mengatakan salah satu cara untuk mengetahui produk mengandung minyak kelapa sawit ramah lingkungan, adalah dengan mengidentifikasi adanya sertifikasi ekolabel di kemasan produk.
Sebagai salah satu alat untuk menjamin klaim ramah lingkungan, sertifikasi ekolabel ini memiliki nilai tambah lainnya, seperti ramah sosial dan profit ekonomi bagi petani kelapa sawit itu sendiri.
“Dari sisi lingkungan singkatnya produk tersebut dihasilkan harus melalui proses yang tidak merusak dan membakar hutan, tidak membunuh hewan endemik dan spesies terancam punah. Sementara dalam hal sosial, harus dipastikan tidak ada konflik sosial dengan masyarakat adat. Lantas dari sisi ekonominya terdapat anggaran untuk keberlanjutan dalam bisnis modelnya, seperti penjagaan hutan dan lingkungan,” tegas Angga, dikutip dari laman WWF Indonesia.
Melansir dari laman BRIN, Kepala Pusat Riset Lingkungan dan Teknologi Bersih Handy Chandra, Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan (OR HL) Handy Chandra, memaparkan tentang pemanfaatan limbah sawit untuk aspek ekonomi di Indonesia.
“Komoditas utamanya adalah minyak kelapa sawit yang punya berbagai macam turunan menghasilkan nilai ekonomi. Selain itu juga nilai sosial budaya dan masyarakat Indonesia dengan capaian sekitar 20-30%. Biji sawitnya sendiri sekitar 5-7%, untuk limbah cair sekitar 21-30% yang tidak dimanfaatkan,” ujar Handy Chandra.
Ia juga menegaskan, sawit yang telah dikembangkan para periset adalah biomassa yang dimanfaatkan untuk mendukung industri lainnya. Cara ini merupakan bentuk ekstraksi selulosa dari limbah residu sawit dengan menggunakan nano teknologi.
Dari limbah sawit tersebut, dapat menghasilkan produk lain untuk biokomposit, sandwich laminated lumber, komposit, dan biogas. Namun, untuk menghasilkan produk sawit yang ramah lingkungan diperlukan standar pengelolaan berkelanjutan secara ketat, mulai dari pemilahan limbah, teknologi pengolahan rendah emisi, hingga penerapan prinsip no deforestation, no peat, no exploitation (NDPE)
Salah satu perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan sawit ramah lingkungan adalah PT Dharma Satya Nusantara (DSN) Tbk. Perusahaan tersebut berhasil menerapkan No Deforestation, No Peat, and No Exploitation (NDPE), serta mensosialisasikan program tersebut ke petani swadaya.
Selain itu, perusahaan tersebut memiliki sertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), dan Supply Chain Certification Standard (SCCS) untuk pabrik kelapa sawit (PKS) serta Kernel Crushing Plant (KCP).
PT DSN juga menjadi perusahaan pertama yang menerima Penghargaan Inovasi di Penghargaan Keunggulan RSPO 2023 & 2025. Salah satu permasalahan bagi banyak pihak terkait perkebunan sawit adalah habitat hewan yang terancam punah.
Namun, PT DSN berkomitmen penuh melalui sertifikasi tersebut untuk memastikan bahwa minyak sawit tersebut bebas deforestasi, pekerja diperlakukan dan dibayar secara adil, serta spesies yang terancam punah dilindungi.
Dengan beragam inovasi, sertifikasi, dan pengawasan ketat tersebut, semakin terlihat bahwa industri kelapa sawit Indonesia tengah berupaya memperbaiki diri. Transformasi menuju praktik yang lebih hijau bukan hanya menjadi tuntutan global, tetapi juga kebutuhan agar sektor sawit tetap relevan dan berdaya saing.
Jika komitmen keberlanjutan terus diperkuat di tingkat perusahaan maupun petani, maka bisnis sawit nasional berpeluang besar menjadi industri strategis yang tidak hanya menggerakkan ekonomi, tetapi juga menjaga keseimbangan lingkungan dan keanekaragaman hayati Indonesia.

Maharani Dwi Puspita Sari
Editor
